Antara Dosa dan Bencana Alam [2]

Posted by Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandung On Selasa, 09 November 2010 0 komentar
Pelajaran dari Umat-umat Terdahulu
Karena maksiatlah, Allah menumpahkan air dari langit, memuntahkannya ke bumi, hingga mereka, umat Nabi Nuh Alaihissalam nyang kafir dan durhaka itu ditenggelamkan dan binasa (lihat QS. Al A’râf: 63-64).

Karena maksiatlah, Allah menghancurkan kaum Nabi Hud Alaihissalam. Ditumpas habis tanpa sisa (lihat QS. Asy-Syu'arâ': 139).

Kalau bukan karena maksiat, kaum Tsamud tidak akan menelan mentah-mentah adzab yang sangat pedih (ihat QS. Al A'râf: 77-78).

Karena maksiat pulalah, kaum Nabi Luth Alaihissalam beserta tujuh kotanya hancur berkeping-keping. Kota mereka diangkat setinggi-tingginya ke atas langit dengan cepat, lantas dibenturkan ke bumi dalam keadaan yang di atas ke bawah (dibalik) lalu dihujani bebatuan dari sijjîl (lihat QS. Hud: 82-83).

Negeri Fir'aun dilanda topan kencang, hama belalang, tersebarnya kutu, merajalelanya kodok dan menyebarnya darah; pun karena maksiat. Lalu karena mereka tidak mengubah sikapnya, Allah Subhaanahu Wata’ala menenggelamkan mereka di lautan (lihat QS. Al A'râf: 133-136).

Bangsa Yahudi bertubi-tubi mendapatkan laknat dan adzab. Mereka menyakiti, bahkan membunuh beberapa nabi mereka, maka pantas sekali kalau Allah mengubah mereka menjadi binatang yang paling keji di dunia, mereka diubah menjadi kera dan babi, karena tabiat mereka memang seperti kera dan babi.

Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluhlantakkan disebabkan oleh satu dua jenis kemungkaran yang dikepalai oleh dosa kesyirikan. Sekarang, bagaimana dengan kita? Apa yang kita saksikan dan alami sekarang ini di tempat kita, di lingkungan kita, di kota kita, dan bahkan di seantero negeri kita? Kesyirikan yang merupakan biang malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi kebutuhan. Berapa banyak kita dapati media massa yang menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan dibungkus sedemikian rupa untuk menyesatkan umat. Demikian pula dengan bid'ah dan maksiat, terjadi di mana-mana.
Bencana, Untuk Semua

Muncul pertanyaan, "Mengapa harus daerah ini, atau kota ini, atau negara ini yang ditimpa musibah, padahal masih banyak daerah-daerah lain yang lebih pantas untuk diadzab oleh Allah? Bukankah di sana ada orang-orang shaleh dan anak-anak kecil yang tidak berdosa?

Jawabannya: Allah Subhaanahu Wata’ala telah mengingatkan bahwa adzab-Nya tidak khusus menimpa orang-orang zhalim di antara kita. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, "Dan peliharalah dirimu dari siksa yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya." (QS. Al Anfâl: 25).

Ummu Salamah—radhiyallahu 'anha—menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Jika timbul maksiat pada umatku, maka Allah akan menyebarkan adzab kepada mereka. Aku berkata, "Wahai Rasulullah! Apakah tidak ada waktu itu orang-orang shaleh?" Beliau menjawab, "Ada." Aku bertanya lagi, "Apa yang Allah akan perbuat kepada mereka?" Beliau menjawab, "Allah akan menimpakan kepada mereka adzab sebagaimana ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan maksiat, kemudian mereka akan mendapatkan ampunan dan keridhaan dari Rabb-nya." (HR. Ahmad, Al Haitsami mengatakan bahwa semua perawi hadits ini terpercaya).
Ke Mana Mengadu?

Orang-orang musyrik pada zaman dulu yang terkenal dengan pembangkangan mereka kepada Allah, ketika ditimpa suatu musibah, maka mereka memurnikan ketaatan mereka kepada Allah Subhaanahu Wata’ala. Meskipun ketika musibah tersebut berlalu, mereka kembali ingkar dan kembali kepada kesyirikan mereka. Sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala, artinya, "Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan (Allah)." (QS. Al 'Ankabût: 65).

Itu kondisi orang-orang jaihiliyah tempo dulu. Bandingkan dengan keadaan manusia "modern" sekarang ini, ketika mereka merasa akan ditimpa suatu bencana, maka bukannya mengikhlaskan ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala, justru mereka semakin tenggelam dalam kesyirikan dengan meminta bantuan kepada para pawang, dukun-dukun, makhluk-makhluk halus, penunggu-penunggu tempat keramat dan benda-benda lain yang disakralkan. Sejatinya bertobat dan meminta perlindungan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala, malah meminta kepada makhluk yang untuk menolong diri mereka sendiri pun, mereka tidak mampu.
Wallâhul Musta'ân wa ilaihil musytaka ( Al Fikrah No.20 Tahun XI/20 Dzulqa'dah 1431 H)

0 komentar to Antara Dosa dan Bencana Alam [2]

Posting Komentar