tag:blogger.com,1999:blog-26379081780264621992024-02-20T08:25:11.765+07:00Muslimah Wahdah BandungHidupkan Generasi Qur'aniLembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.comBlogger295125tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-9645302816592841412011-04-03T05:21:00.000+07:002011-04-03T05:21:23.293+07:00Kiat-Kiat Mempererat Cinta Suami-Istri<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://kejujurancinta.files.wordpress.com/2009/05/bunga.gif?w=115&h=115" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://kejujurancinta.files.wordpress.com/2009/05/bunga.gif?w=115&h=115" width="200" /></a></div>Ada kejadian, seorang laki-laki sebelum menikah menginginkan istri yang cantik parasnya dan beberapa kriteria lainnya. Tetapi pada saat pernikahan, dia mendapatkan istrinya sangat jauh dari kriteria yang ia tetapkan. Subhanallah! Inilah jodoh, walaupun sudah berusaha keras, tetapi jika Allah menghendaki lain, semua akan terjadi. Pada awalnya ia terkejut karena istrinya ternyata kurang cantik, padahal sebelumnya sudah nazhar (melihat) calon istrinya tersebut. Sampai ayah dari pihak suami menganjurkan anaknya untuk menceraikan istrinya tersebut. Tetapi kemudian ia bersabar. Dan ternyata ia mendapati istrinya tersebut sebagai wanita yang shalihah, rajin shalat, taat kepada orang tuanya, taat kepada suaminya, selalu menyenangkan suami, juga rajin shalat malam.<span id="more-580"></span> <br />
Pada akhirnya, setelah sekian lama bergaul, sang suami ini merasa benar-benar puas dengan istrinya. Bahkan ia berpikir, lama-kelamaan istrinya bertambah cantik, dan ia sangat mencintai serta menyayanginya. Karena kesabaranlah Allah menumbuhkan cinta dan ketentraman. Ternyata faktor fisik tidaklah begitu pokok dalam menentukan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga, walaupun bisa juga ikut berperan menentukan.<br />
Berikut ini kami bawakan kiat-kiat praktis sebagai ikhtiar merekatkan cinta kasih antara suami istri, sehingga keharmonisan bisa tercipta.<br />
<br />
<strong>Pertama. Saling memberi hadiah</strong><br />
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:<br />
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai.” (HR. Bukhari dlm Adabul Mufrad, dihasankan oleh Syaikh al Albani)<br />
Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai nilai yang sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol perhatian suami kepada istri.<br />
Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan istrinya, tentu akan membuat sang istri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan seorang suami, semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh istrinya. Oleh karena itu, para suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan dengan memberi hadiah meski sederhana.<br />
<br />
<strong>Kedua. Mengkhususkan waktu untuk duduk bersama</strong><br />
Jangan sampai antara suami istri sibuk dengan urusan masing-masing, dan tidak ada waktu untuk duduk bersama. Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin Baaz. Ada seorang pemuda tidak memperlakukan istri dengan baik. Yang menjadi penyebabnya, karena ia sibuk menghabiskan waktunya untuk berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan studi dan lainnya, sehingga meninggalkan istri dan anak-anaknya dalam waktu lama. Masalah ini ditanyakan kepada Syaikh, apakah diperbolehkan sibuk menuntut ilmu dan sibuk beramal dengan resiko mengambil waktu yang seharusnya dikhususkan untuk isteri?<br />
Syaikh bin Bazz menjawab pertanyaan ini. Beliau menyatakan, tidak ragu lagi, bahwa wajib atas suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik berdasarkan firman Allah:<br />
“Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’:19)<br />
Juga sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepada Abdullah bin ‘Amr bin Ash, yaitu manakal sahabat ini sibuk dengan shalat malam dan sibuk dengan puasa, sehingga lupa dan lalai terhadap istrinya, maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata:<br />
“Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga hari, karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak dan engkau juga mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka, berikanlah haknya setiap orang yang memiliki hak.” (Muttafaqun ‘alaihi).<br />
Banyak hadits yang menunjukkan adanya kewajiabn agar suami memperlakukan isteri dengan baik. Oleh karena itu, para pemuda dan para suami hendaklah memperlakukan isteri dengan baik, berlemah lembut sesuai dengan kemampuan. Apabila memungkinkan untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah, maka lakukanlah di rumah, sehingga disamping dia mendapatkan ilmu dan menyelesaikan tugas, dia juga dapat membuat isteri dan anak-anaknya senang. Kesimpulannya, adalah disyari’atkan atas suami mengkhususkan waktu-waktu tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang isteri merasa tentram, memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak memiliki anak.<br />
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br />
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya. Dan saya adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”<br />
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:<br />
“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang tebaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.” (HR. Tirmidzi)<br />
Sebaliknya, seorang istri juga disyari’atkan untuk membantu suaminya, misalnya menyelesaikan tugas-tugas studi ataupun tugas kantor. Hendaklah dia bersabar apabila suaminya memiliki kekurangan karena kesibukannya, sehingga kurang memberikan waktu yang cukup kepada isterinya. Berdasarkan firman Allah, hendaklah antara suami dan istri saling bekerjasama :<br />
“Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa.” (QS. Al Maidah :2)<br />
Juga berdasarkan keumuman sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:<br />
“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaihi, diterjemahkan dari buku Fatawa Islamiyyah)<br />
Nasihat Syaikh bin Baaz tersebut ditujukan kepada kedua belah pihak. Kepada suami hendaklah benar-benar tidak sampai melalaikan, dan kepada istri pun untuk bisa bersabar dan memahami apabila suaminya sibuk bukan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Untuk para isteri, bisa juga mengoreksi diri mereka. Mungkin diantara sebab suami tidak kerasan di rumah karena memiliki isteri yang sering marah, selalu bermuka masam dan ketus apabila berbicara.<br />
<br />
<strong>Ketiga. Menampakkan wajah yang ceria</strong><br />
Di antara cara untuk mempererat cinta kasih, hendaklah menampakkan wajah yang ceria. Ungkapan dengan bahasa wajah, mempunyai pengaruh yang besar dalam kegembiraan dan kesedihan seseorang. Seorang isteri akan senang jika suaminya berwajah ceria, tidak cemberut. Secara umum Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br />
“Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR. Muslim)<br />
Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai menunjukkan wajah cemberut atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang suami juga bisa memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang haidh atau nifas, terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang suami hendaklah bersabar. Ada pertanyaan dari seorangb isteri yang disampaiakan kepada Syaikh bin Baaz, sebagai berikut:<br />
Suami saya-semoga Allah memaafkan dia-, meskipun dia berpegang teguh dengan agama dan memiliki akhlak yang tinggi serta takut kepada Allah, tetapi dia tidak memiliki perhatian kepada saya sedikitpun. Jka di rumah, ia selalu berwajah cemberut, sempit dadanya dan terkadang dia mengatakan bahwa sayalah penyebab masalahnya. Tetapi Allah lah yang mengetahui bahwa saya-alhamdulillah-telah melaksanakan hak-haknya. Yakni menjalankan kewajiban saya sebagai isteri. Saya berusaha semaksimal mungkin dapat memberikan ketenangan kepada suami dan menjauhkan segala hal yang membuatnya tidak suka. Saya selalu sabar atas tindakan-tindakannya terhadap saya.<br />
Setiap saya bertanya sesuatu kepadanya, dia selalu marah, dan dia mengatakan bahwa ucapan saya tidak bermanfaat dan kampungan. Padahal perlu diketahui, jika kepada teman-temannya, suami saya tersebut termasuk murah senyum. Sedangkan terhadap saya, ia tidak pernah tersenyum; yang ada hanyalah celaan dan perlakuan buruk. Hal ini menyakitkan dan saya merasa sering tersiksa dengan perbuatannya. Saya ragu-ragu dan beberapa kali berpikir untuk meninggalkan rumah.<br />
Wahai Syaikh, apabila saya meninggalkan rumah dan mendidik sendiri anak-anak saya dan berusaha mencari pekerjaan untuk membiayai anak-anak saya sendiri, apakah saya berdosa? Ataukah saya harus tetap tinggal bersama suami dalam keadaan seperti ini, (yaitu) jarang berbicara dengan suami, (ia) tidak bekerja sama dan tidak merasakan problem saya ini?<br />
Di jawab oleh Syaikh bin Baaz: “Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban atas suami isteri ialah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh dengan kecintaan. Dan hendaklah berakhlak dengan akhlak yang mulia, (yakni) dengan menampakkan wajah ceria, berdasarkan firman Allah:<br />
“Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa:19)<br />
Juga dalam surat Al Baqarah ayat 228:<br />
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri.” (QS. Al Baqarah :228)<br />
Arti kelebihan disini, secara umum laki-laki lebih unggul daripada wanita. Tetapi nilai-nilai yang ada pada setiap individu di sisi Allah, tidak berarti laki-laki pasti derajatnya lebih tinggi. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:<br />
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)<br />
Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:<br />
“Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR. Muslim)<br />
Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:<br />
“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.” (HR. Tirmidzi)<br />
Ini semua menunjukkan, bahwa motivasi berakhlak yang baik dan menampakkan wajah ceria pada saat bertemu serta bergaul dengan baik kepada kaum Muslimin, berlaku secara umum; terlebih lagi kepada suami atau isteri dan kerabat. Oleh karena itu, engkau telah berbuat baik dalam hal kesabaran dan ketabahan atas penderitaanmu, yaitu menghadapi kekasaran dan keburukan suamimu. Saya berwasiat kepada dirimu untuk terus meningkatkan kesabaran dan tidak meninggalkan rumah di karenakan hal itu. Insya Allah akan mendatangkan kebaikan yang banyak. Dan akibat yang baik, insya Allah diberikan kepada orang-orang yang sabar. Banyak ayat yang menunjukkan, barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya balasan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran yang besar tanpa hisab kepada orang-orang yang sabar.<br />
Tidak ada halangan dan rintangan untuk bercanda dan bergurau, serta mengajak bicara suami dengan ucapan-ucapan yang dapat melunakkan hatinya, dan yang dapat menyebabkan lapang dadanya dan menumbuhkan kesadaran akan hak-hakmu. Tinggalkanlah tuntutan-tuntutan kebutuhan dunia (yang tidak pokok) selama sang suami melaksanakan kewajiban dengan memberikan nafkah dari kebutuhan-kebutuhan pokok, sehingga ia menjadi lapang dada dan hatinya tenang. Engkau akan merasakan balasan yang baik, insya Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada dirimu untuk mendapatkan kebaikan dan memperbaiki keadaan suamimu. Semoga Allah membimbingnya kepada kebaikan dan memperbaiki akhlaknya. Semoga Allah membimbingnya untuk dapat bermuka ceria dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada isterinya dengan baik. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik yang diminta, dan Dia adalah pemberi hidayah kepada jalan yang lurus. (Dinukil dari buku Fatawa Islamiyyah).<br />
Ini menunjukkan, bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk mengeluh dan menyampaikan problemnya kepada orang yang alim, atau orang yang dianggap bisa menyelesaikan masalahnya. Hal ini tidak sama dengan sebagian wanita yang sering, atau suka menceritakan rahasia rumah tangganya, termasuk kelemahan dan keburukan suaminya kepada orang lain, tanpa bermaksud menyelesaikan masalahnya.<br />
Sehubungan dengan permasalahan ini, Syaikh Utsaimin mengatakan, bahwa apa yang disampaikan oleh sebagian wanita yang menceritakan keadaan rumah tangganya kepada kerabatnya, bisa jadi (kepada) orang tua isteri atau kakak perempuannya, atau kerabat yang lainnya, bahkan kepada teman-temannya, (hukumnya) adalah diharamkan. Tidak halal bagi seorang wanita membuka rahasia rumah tangganya dan keadaan suaminya kepada seorangpun. Karena seorang wanita yang shalihah adalah yang bisa menjaga dan memelihara kedudukanmartabat suaminya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memberitakan, seburuk-buruk manusia kedudukannya disisi Allah pada hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang suka menceritakan keburukan isterinya atau seorang wanita yang menceritakan keburukan suaminya.<br />
Meski demikian, jangan dipahami bahwa secara mutlak seorang wanita tidak boleh menceritakan keburukan seorang suami. Karena, pada masa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pun ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata: “Ya, Rasulullah. Suami saya adalah orang yang kikir, tidak memberi nafkah yang cukup bagi saya. Bolehkah saya mengambil darinya tanpa sepengetahuannya untuk sekedar mencukupi kebutuhan saya dan anak saya?”<br />
Mendengar penuturan orang ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:<br />
“Ambillah nominal yang mencukupi kebutuhanmu dan anakmu.” (Muttafaqun ‘alaih)<br />
<br />
<strong>Keempat. Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya</strong><br />
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya, baik ketika hendak pergi keluar rumah ataupun ketika pulang. Penghormatan itu hendaklah dilakukan dengan mesra. Dalam beberapa hadits diriwayatkan, ketika hendak pergi shalat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mencium isterinya tanpa berwudhu lagi dan langsung shalat. Ini menunjukkan, bahwa mencium isteri dapat mempererat hubungan antara suami isteri, meluluhkan kebekuan ataupun kekakuan antara suami isteri. Tentunya dengan melihat situasi, jangan dilakukan di hadapan anak-anak.<br />
Perbuatan sebagian orang ketika seorang isteri menjemput suaminya yang datang dari luar kota atau dari luar negeri, ia mencium pipi kanan dan pipi kiri di tempat umum. Demikian ini tidak tepat. Memberikan penghormatan dengan hangat tidak mesti dengan mencium pasangannya. Misalnya, seorang suami dapat memanggil isterinya dengan baik, tidak menjelek-jelekkan keluarganya, tidak menegur isterinya dihadapan anak-anak mereka. Atau seorang isteri, bila melakukan penghormatan dengan menyambut kedatangan suaminya di depan pintu. Apabila suami hendak bepergian, isteri menyiapkan pakaian yang telah disetrika dan dimasukkannya ke dalam tas dengan rapi.<br />
Suami hendaknya menghormati isterinya dengan mendengarkan ucapan isteri secara seksama. Sebab terkadang, ada sebagian suami, jika isterinya berbicara, ia justru sibuk dengan handphonenya mengirim sms atau sambl membaca Koran. Dia tidak serius mendengarkan ucapan isterinya. Dan jika menanggapinya, hanya dengan kata-kata singkat. Jika isteri mengeluh, suami mengatakan “hal seperti ini saja dipikirkan!”<br />
Meskipun sepele atau ringan, tetapi hendaklah suami menanggapinya dengan serius, karena bagi isteri mungkin merupakan masalah yang besar dan berat.<br />
<br />
<strong>Kelima. Hendaklah memuji pasangannya</strong><br />
Di antara kebutuhan manusia adalah keinginan untuk di puji- dalam batas- yang wajar. Dalam masalah pujian ini, para ulama telah menjelaskan, bahwa pujian diperbolehkan atau bahkan dianjurkan dengan syarat-syarat: untuk memberikan motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri.<br />
Abu Bakar As Siddiq radhiallahu amhu pernah di puji, dan dia berdoa kepada Allah: “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku dengan apa yang mereka ucapkan. Jangan jadikan dosa bagiku dengan pujian mereka, jangan timbulkan sifat sombong. Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan ampunilah aku atas perbuatan-perbuatan dosa yang mereka tidak ketahui.”<br />
Perkataan ini juga di ucapkan oleh Syaikh Al Albani ketika beliau di puji-puji oleh seseorang dihadapan manusia. Beliau rahimahullah menangis dan mengucapkan perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: “Saya ini hanyalah penuntut ilmu saja”.<br />
Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya dihadapan orang lain, seperti keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya, khususnya dihadapan orang lain. Jika masakan isteri kurang sedap jangan dicela.<br />
<br />
<strong>Keenam. Bersama-sama melakukan tugas yang ringan</strong><br />
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan sebagian tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di rumah, berarti mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan kewibawaannya di hadapan sang isteri. Pendapat ini tidak benar.<br />
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan tugas-tugas di rumah, seperti menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan melakukan tugas-tugas di rumah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan terdapat dalam Jami’ush Shaghir. Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit setelah melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa meringankan beban isteri dengan memandikan anak atau menyuapi anak-anaknya. Hal ini disamping menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi antara ayah dan anak-anaknya.<br />
<br />
<strong>Ketujuh. Ucapan yang baik</strong><br />
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan. Hendaklah menghindari kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan. Seorang suami yang menegur isterinya karena tidak berhias, tidak mempercantik diri dengan celak dimata, harus dengan ucapa yang baik. (Nasihat untuk akhwat yg berkeluarga atau ibu-ibu. Hendaknya wanita mempercantik diri dan berhias untuk suaminya. Yang terjadi, umumnya berdandan dan mempercantik diri kalau mau keluar rumah, atau kalau ada walimah, misalnya. Sedangkan di rumah, ia enggan mempercantik diri dan tampil seadanya. Padahal berdandan dan mempercantik diri untuk keluar rumah hukumnya haram.)<br />
Misalnya dengan perkataan “Mengapa engkau tidak memakai celak?” Isteri menjawab dengan kalimat yang menyenangkan: “Kalau aku memakai celak, akan mengganggu mataku untuk melihat wajahmu”.<br />
Perkataan yang demikian menunjukkan ungkapan perasaan cinta isteri kepada suami. Ketika ditegur, ia menjawab dengan kalimat yang menyenangkan. Berbeda dengan kasus lain. Saat suami isteri berjalan-jalan di bawah bulan pernama, suami bertanya:”Tahukah engkau bulan purnama di atas?” Mendengar pertanyaan ini, sang isteri menjawab:”Apakah engkau lihat aku buta?”<br />
<br />
<strong>Kedelapan. Perlu berekreasi berdua tanpa membawa anak</strong><br />
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat suasana menjadi keruh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua tanpa membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami isteri. Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem. Kita cari solusinya, jangan menyerah begitu saja.<br />
Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak! kita bisa meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga anak-anak, lalu kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain sebagainya. Kemudian pada kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri dan anak-anak.<br />
<strong>Kesembilan. Hendaklah memiliki rasa empati pada pasangannya</strong><br />
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br />
“Perumpamaan kaum mukminan antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu tubuh. Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang terkena penyakit demam.” (HR. Muslim)<br />
Ini berlaku secara umum kepada semua kaum muslimin. Rasa empati harus ada. Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau suami. Jangan sampai suami sakit, terbaring ditempat tidur, isteri tertawa-tawa disampingnya, bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena kesibukan, suami kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.<br />
<strong>Kesepuluh. Perlu adanya keterbukaan</strong><br />
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang timbul di keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak terbuka menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian menumpuk. Pada gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.<br />
Inilah sepuluh tips untuk merekatkan hubungan suami isteri, sehingga biduk rumah tangga tetap harmonis dan tentram. Semoga bermanfaat, menjadi bekal keharmonisan keluarga.<br />
Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi Khusus 7&8 Thn IX/1Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-71143629541022287522011-01-30T11:49:00.010+07:002011-02-02T12:14:28.038+07:00Coaching Materi Ta'rifiyah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://cdn-users1.imagechef.com/ic/stored/2/100224/sampbdd820f5ca4fd09b.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://cdn-users1.imagechef.com/ic/stored/2/100224/sampbdd820f5ca4fd09b.jpg" /></a></div>Alhamdulillah, pada hari Sabtu, 29 Januari 2011, Departemen Dakwah & Kaderisasi DPC Wahdah Islamiyah Bandung, telah menyelenggarakan 'Coaching Materi Ta'rifiyah', bertempat di Masjid Nur Madinah, Jalan Asri Ciparumpung no 02 Rt 07/07, Padasuka Cimenyan Bandung.<br />
<br />
Acara ini diikuti oleh seluruh murabbi & murabbiyah serta calon murabbi/yah DPC Wahdah Bandung. Dan diisi oleh beberapa ustadz diantaranya ustadz Wawan Kurniawan, Ust. Rahmat Sutiman, serta Ust. Rusmin dari Jogja.<br />
<br />
Acara ini bertujuan untuk memberikan pendalaman materi bagi para murabbi & murabbiyah, sekaligus pembentukan Korps Da'i & Murabbi/yah (KDM). Selain itu juga dalam rangka menyukseskan program SKS, yang nantinya diharapkan dari hasil coaching materi ini akan menghasilkan halaqah-halaqah tarbiyah dengan jumlah yang semakin meningkat.[nk]Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-6354173591402402682011-01-23T11:23:00.005+07:002011-02-02T11:46:52.273+07:00Pelatihan Al Qur'an dan Bahasa Arab<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAgbHGaMVNFyLZgcV-efEmgKyue0EGu_lzE49lIlkmyH6dKFHMiChyphenhyphenhgED3iD-3kr_o6xE0cGdxmUabpC9kQ8nlNmZ0ZW_uHnLs7GGa-18KhAoHSFkXs-megi2x729GqFoMXcuJXxWZcE/s1600/logo_alYusro.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAgbHGaMVNFyLZgcV-efEmgKyue0EGu_lzE49lIlkmyH6dKFHMiChyphenhyphenhgED3iD-3kr_o6xE0cGdxmUabpC9kQ8nlNmZ0ZW_uHnLs7GGa-18KhAoHSFkXs-megi2x729GqFoMXcuJXxWZcE/s400/logo_alYusro.gif" width="400" /></a></div><div style="text-align: justify;">Dalam rangka turut menyebarkan Islam dan usaha untuk mendekatkan ummat ini kepada Al Quran dan As sunnah, maka kami memandang perlunya menyebarluaskan Al Quran dan bahasa Arab ini “hingga memasuki setiap rumah”. Namun, kita sering mendengar pula banyaknya kaum muslimiin yang ingin mempelajari Al Quran dan bahasa Arab tetapi tidak tahu bagaimana memulainya atau banyak yang telah belajar dan menghafal bahasa ini namun akhirnya merasa gagal, bahkan banyak pula yang “takut” memulai belajar karena memandangnya sulit.Untuk sebab-sebab itulah maka Al Yusr0 mencoba menghadirkan <b>cara belajar Al Quran dan bahasa Arab dengan mudah dan menyenangkan. S</b>ecara teknis, program ini telah berjalan di Bandung lebih dari 3 tahun, maka metode yang di gunakan telah teruji dan mendapat perbaikan disana sini.<span id="more-393"></span></div><div style="text-align: justify;">Kami, Al Yusro menawarkan beberapa program kepada antum sekalian yang berdomisili di Bandung dan ingin mempelajari Al-Quran dan Bahasa Arab. program tersebut yaitu:</div><ul><li><a href="http://al-yusro.blogspot.com/p/baca-al-quran.html">Baca Al-Quran</a></li>
<li><a href="http://al-yusro.blogspot.com/p/program-bahasa-arab.html">Bahasa Arab</a></li>
<li>Terjemah Lafdziyah</li>
</ul><b>untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran :</b><br />
Sekertariat Al Yusra : Jl. Asri ciparumpung No. 02 Rt 07/07 Padasuka Cicaheum Bandung 40192 telp. 7279987 (khusus pada jam kerja selain waktu shalat)<br />
CP : Rahmat Tena (022 9289 9396)<br />
http://al-yusro.blogspot.com/p/pendaftaran.htmlLembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-36859829837776250552010-12-26T10:13:00.004+07:002010-12-26T10:13:00.305+07:00Kiat Pendidikan Islami Sejak Dini pada Anak<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sanggemintang.files.wordpress.com/2010/06/flowers_025.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://sanggemintang.files.wordpress.com/2010/06/flowers_025.jpg" width="320" /></a></div>Anak adalah amanah yang diberikan Allah Swt pada para orang tua. Karenanya, orang tua berkewajiban mengasuh, mendidik, melindungi dan menjaga amanah Allah itu agar menjadi generasi muslim yang bukan hanya sukses di dunia, tapi juga di akhirat kelak. <br />
<br />
Dalam keseharian, para ibulah yang memegang peranan penting dalam pengasuhan dan pendidikan putra-putrinya. Pernahkah para ibu merenungkan sejauh mana peranan yang mereka mainkan akan berpengaruh dalam perjalanan hidup si anak? Kita semua tahu bahwa semua perbuatan manusia selama di dunia dicatat dalam sebuah buku yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt. Begitu pula anak-anak kita kelak, dan isi catatan buku mereka selama di dunia sangat tergantung dengan bagaimana cara kita mendidik mereka, apakah kita menerapkan pola pengasuhan dan pendidikan yang cukup Islami.<br />
<br />
Sebagai contoh, apakah anak-anak kita sekarang sudah memahami tentang hubungannya dengan Sang Pencipta? Nasehat apa yang akan kita berikan pada anak-anak ketika kita menjelang ajal, sehingga ketika kita dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt tentang anak-anak kita, kita mampu menjawab, "Ya Allah, aku membesarkan anak-anakku dengan ihsan (sempurna) semampu yang saya bisa, agar taat dan tunduk pada ajaran-Mu."<br />
Di tengah perkembangan zaman seperti sekarang ini. Tugas mendidik, menjaga dan melindungi anak dari pengaruh buruk arus globalisasi dan modernisasi, bukan perkara yang ringan. Bekal pendidikan dari sekolah berkualitas, menanamkan rasa tanggung jawab dan disiplin serta moral tidak cukup, jika tidak diimbangi dengan bekal pendidikan agama yang baik.<br />
Bekal pendidikan rohani yang harus para ibu tanamkan sejak dini adalah membangun keyakinan yang kuat dalam hati mereka tentang ke-esa-an Allah Swt, mengajarkan rasa cinta yang besar pada Nabi Muhammad Saw dan mengajarkan mereka nilai-nilai serta ketrampilan yang akan bermanfaat bagi kehidupan mereka saat dewasa nanti.<br />
<br />
Sejak dini, tanamkan pada diri anak-anak tentang konsep Tiada tuhan Selain Allah. Allah tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya. Selalu mengingatkan pada anak-anak bahwa Allah Mahatahu apa yang ada di bumi dan di langit, agar anak-anak selalu menjaga ucapan dan tindakannya. Beritahukan pada anak-anak, apa sesungguhnya tujuan hidup ini dan arahkan mereka agar tetap fokus dan memiliki visi yang jelas tentang konsep hidup.<br />
<br />
Itulah tantangan bagi para ibu untuk menghasilkan generas-generasi muslim yang hebat dan bermanfaat bagi umat. Generasi yang tidak hanya cerdas intelektual tapi juga cerdas dari sisi sosial, emosi dan spiritual. Tentu saja untuk melakukan itu semua, para ibu harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mendidik dan berinteraksi dengan anak-anak. Tips-tips berikut bisa menjadi acuan bagi para ibu dalam menerapkan pola asuh dan pendidikan bagi anak-anak di rumah, agar menjadi generasi yang Islami:<br />
<b>1. Setiap anak itu unik</b><br />
Kita harus memahami bahwa setiap anak terlahir unik. Pahami bahwa setiap anak lahir sebagai individu yang mewirisi kualitas kepribadian yang berada di luar kendali orang tua. Itulah sebabnya, orang tua harus mampu mengidentifikasi karakteristik yang unik dan perilaku anak-anak kita, tanpa harus mencetak dan mendorong anak-anak ke arah yang orang tua sukai. Jika kita memahami hal ini, kita akan memberikan pengasuhan, bimbingan dan dukungan yang anak-anak butuhkan untuk melengkapi potensi yang telah Allah berikan pada mereka.<br />
<b>2. Membangun dan menanamkan tentang kasih sayang Allah Swt pada anak-anak</b><br />
Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka" (Surat At-Tahrim;6). Tanamkan pada anak-anak bahwa tentang kecintaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi adalah atas kehendak Allah. Ajarkan mereka selalu mengucapkan "La illaha illah Allah; jika anak meminta sesuatu, katakan pada mereka untuk berdoa, meminta pada Allah karena Allah yang memiliki segala sesuatu. Ajarkan kecintaan pada Allah saat santai dan berbincang-bincang dengan anak, agar mereka mudah memahami mengapa manusia beribadah, harus taat dan melaksanakan ajaran-Nya.<br />
<b>3. Salat</b><br />
Rasulullah Saw berkata, "Ajarilah anak-anakmu salat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan ketika mereka berusia sepuluh tahun, hukumlah jika mereka melalaikan salat.". Orang tua harus membiasakan mengajak anak salat tepat waktu. Jadikah salat berjamaah sebagai kebiasaan dalam keluarga, bahkan jika anak masih di bawah umur, tak ada salahnya selalu mengajak mereka salat. Jika kewajiban salat sudah melekat kuat dalam diri anak, maka anak-anak akan terlatih untuk salat dengan khusyuk.<br />
<b>4. Kegiatan Sosial</b><br />
Ajaklah anak-anak sesering mungkin untuk melakukan aktivitas sosial, berjalan-jalan ke taman, berkunjung ke kebun binatang atau museum, belajar berenang, bertaman, mengamati matahari tenggelam, dan kegiatan lainnya. Sebisa mungkin, jauhkan anak dari kebiasaan nonton tv dan isi waktu luang mereka dengan aktivitas fisik, misalnya melakukan olahraga yang mereka sukai.<br />
<b>5. Berkumpul dengan Keluarga</b><br />
Biasakan berkumpul dengan seluruh keluarga, mendiskusikan berbagai isu yang merangsang semua anggota keluarga mengemukakan pendapatnya. Kebiasaan ini melatih rasa percaya diri anak dan kemampuannya bicara di muka umum dan akan mengakrabkan sesama anggota keluarga. Kebiasaan berkumpul ini juga bisa dilakukan dengan cara memainkan permainan yang melibatkan seluruh anggota keluarga atau memanfaatkan waktu makan, dengan membiasakan makan bersama.<br />
<b>6. Membangun kesadaran pada anak-anak akan pentingnya kebersihan dan menjaga lingkungan hidup </b><br />
Kesadaran ini harus dimulai dari rumah sendiri, dengan melibatkan anak-anak dalam urusan pekerjaan rumah. Mintalah anak memilih pekerjaan rumah apa yang bisa ia lakukan, apakah menyapu, mengepel, mencuci piring, untuk membantu meringankan tugas ibu di rumah.<br />
<b>7 Komunikasi</b><br />
Komunikasi adalah ketrampilan yang paling penting yang akan dipelajari anak-anak. Bicaralah pada anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak. Rasulullah Saw mencontohkan, saat bicara dengan anak-anak menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas sehingga anak-anak mau mendengarkan dan bisa memahami apa yang disampaikan.<br />
<b>8. Disiplin</b><br />
Kita tahu bahwa disiplin dan pengendalian diri merupakan karakter utama seorang muslim. Kita belajar dan melatih diri tentang kedisiplinan dan pengendalian diri melalui ibadah puasa dan perintah Allah itu menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang dalam Islam. Orang tua harus menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak-anak, dan apa konsekuensinya jika hal itu dilanggar. Tentu saja larangan itu dalam batas-batas yang wajar. Misalnya, orang tua tidak melarang anak nonton tv sama sekali, tapi memberi batasan berapa lama anak boleh nonton televisi, misalnya cuma 30 menit. Orang tua juga harus menepati janji jika menjajikan sesuatu pada anak, karena jika tidak, anak akan menganggap orang tuanya tidak bisa dipercaya.<br />
<b>9. Rutin</b><br />
Membiasakan anak-anak melakukan tugas-tugasnya dengan rutin, misalnya salat tepat waktu, membaca dan menghapal Al-Quran, membaca hadis, membiasakan membaca doa-doa Rasulullah sebelum tidur, beramal meski cuma dengan senyum, dan kebiasaan lainnya yang akan menjadi kegiatan rutin bagi anak kelak.<br />
<b>10. Memberikan Teladan yang baik</b><br />
Rasulullah Saw. adalah teladan terbaik bagi kaum Muslimin. Bacakanlah kisah-kisah tentang Rasulullah Saw, pada anak-anak agar anak-anak mengikuti Sunah-Sunahnya dengan rasa cinta. Bacakan pula kisah-kisah tentang para nabi, sahabat-sahabat Nabi, dan pahlawan-pahlawan dalam sejarah Islam sehingga tumbuh rasa cinta anak pada Islam.<br />
<b>11. Melakukan perjalanan yang menyenangkan</b><br />
Perjalanan yang menyenangkan bersama keluarga tidak harus selalu mengunjungi tempat-tempat wisata, tapi bisa juga mengunjugi masjid-masjid lokal. Kunjungan ke masjid sekaligus mengajarkan anak tentang bagaimana etika berada di dalam masjid dan menumbuhkan rasa cinta pada masjid, terutama bagi anak lelaki. Selain masjid, ajaklah mereka berkunjung ke tempat-tempat bersejarah Islam agar mereka tahu warisan-warisan budaya dan sejarah Islam.<br />
Tips-tips di atas cuma menjadi acuan bagi para orang tua, khususnya para ibu untuk menanamkan pendidikan yang Islami sejak usia dini. Tentu saja ikhtiar ini harus didukung oleh doa orang tua yang tak putus-putus untuk anak-anak mereka, agar harapan akan anak-anak yang bertakwa pada Allah Swt terkabul. (ln/Khafayah Abdulsalam-ProdMuslim)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-28183763946703863772010-12-24T06:30:00.000+07:002010-12-24T06:30:14.825+07:00Mengucapkan Selamat Natal Dianggap Amalan Baik?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sketsadinihari.files.wordpress.com/2009/12/21lilin-natal.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://sketsadinihari.files.wordpress.com/2009/12/21lilin-natal.jpg" width="320" /></a></div><i>Oleh</i> <b>Muhammad Abduh Tuasikal</b><br />
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.<br />
Ucapan selamat natal sejak beberapa tahun ini menjadi kontroversi. Sebagian kalangan membolehkan kaum muslimin untuk mengucapkan selamat natal pada nashrani karena dianggap sebagai bentuk ihsan (berbuat baik). Dalil yang digunakan dalam membolehkan hal ini adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,<br />
<i>“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”</i> (QS. Al Mumtahanah [60] : 8).<br />
Inilah di antara alasan untuk melegalkan mengucapkan selamat natal pada orang nashrani. Mereka memang membawakan dalil, namun apakah pemahaman yang mereka utarakan itu membenarkan mengucapkan selamat natal?<br />
Semoga Allah menolong kami untuk menyingkap tabir manakah yang benar dan manakah yang keliru. Hanya Allah yang beri pertolongan.<br />
<br />
<b>Sebab Turun Ayat</b><br />
Untuk siapa sebab diturunkannya ayat di atas? Dalam hal ini ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir [1]. Di antara pendapat tersebut adalah yang menyatakan bahwa ayat ini turun pada Asma’ binti Abi Bakr —<i>radhiyallahu ‘anhuma</i>—, di mana ibundanya —Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza— yang musyrik [2] dan ia diperintahkan oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> untuk tetap menjalin hubungan dengan ibunya. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin Az Zubair. [3]<br />
Imam Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya <i>“Menjalin hubungan dengan orang tua yang musyrik”</i>. Kemudian beliau membawakan riwayat berikut, Asma’ mengatakan,<br />
“Ibuku mendatangiku dan ia sangat ingin aku menyambung hubungan dengannya4. Kemudian aku menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bolehkah aku tetap menjalin hubungan dengannya? Beliau pun menjawab, “Iya boleh”.” Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), <i>“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama.”</i> (QS. Al Mumtahanah [60] : 8)” [5]<br />
<br />
<b>Makna Ayat</b><br />
Ibnu Jarir Ath Thobari —<i>rahimahullah</i>— mengatakan, “Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menjalin hubungan dan berbuat adil dengan setiap orang dari agama lain yang tidak memerangi kalian dalam agama. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), <i>“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu”</i>. Setiap orang yang mempunyai sifat dalam ayat ini patut bagi kita berlaku ihsan (baik) padanya. Tidak ada yang dispesialkan dari yang lainnya.” [6]<br />
Ibnu Katsir —<i>rahimahullah</i>— menjelaskan, “Allah tidak melarang kalian berbuat ihsan (baik) terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin dalam agama dan juga tidak menolong mengeluarkan wanita dan orang-orang lemah, yaitu Allah tidak larang untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada mereka. Karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil.” [7]<br />
<br />
<b>Loyal (Wala’) pada Orang Kafir itu Terlarang</b><br />
Wala’ (loyal) tidaklah sama dengan berlaku ihsan (baik). Wala’ secara istilah bermakna menolong, memuliakan dan loyal dengan orang yang dicintai. [8] Sehingga wala’ (loyal) pada orang kafir akan menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang dengan mereka dan agama yang mereka anut. Larangan loyal terhadap orang kafir ini sudah diajarkan oleh kekasih Allah —Nabi Ibrahim <i>‘alaihis salam</i>— dan kita pun selaku umat Islam diperintahkan untuk mengikuti jalan beliau. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, </i><u><i>"Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja."</i></u>(QS. Al Mumtahanah [60] : 4)<br />
Di samping ini adalah ajaran Nabi Ibrahim, larangan loyal (wala’) pada orang kafir juga termasuk ajaran Nabi kita Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”</i> (QS. Al Maidah [5] : 51)<br />
Bahkan Ibnu Hazm telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) bahwa loyal (wala’) pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. [9]<br />
<br />
<b>Perlu Dibedakan antara Ihsan (Berbuat Baik) dan Wala’ (Loyal)</b><br />
Perlu kiranya dipahami bahwa <i>birr</i> atau <i>ihsan</i> (berbuat baik) itu jauh berbeda dengan <i>wala’</i> (bersikap loyal). <i>Ihsan</i> adalah sesuatu yang dituntunkan. <i>Ihsan</i> itu diperbolehkan baik pada muslim maupun orang kafir. Sedangkan bersikap <i>wala’</i> pada orang kafir tidak diperkenankan sama sekali.<br />
Fakhruddin Ar Rozi —<i>rahimahullah</i>— mengatakan, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik (birr) kepada mereka (orang kafir). Namun yang Allah larang bagi kalian adalah loyal (wala’) pada mereka. Inilah bentuk rahmat pada mereka, padahal ada permusuhan sengit dengan kaum muslimin. Para pakar tafsir menjelaskan bahwa boleh kaum muslimin berbuat baik (birr) dengan orang musyrik. Namun dalam hal loyal (wala’) pada mereka itu tidak dibolehkan.” [10]<br />
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Berbuat baik, menyambung hubungan kerabat dan berbuat ihsan (terhadap non muslim) tidaklah melazimkan rasa cinta dan rasa sayang (yang terlarang) padanya. Sebagaiman rasa cinta yang terlarang ini disebutkan dalam firman Allah,<br />
<i>“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya”</i> (QS. Al Mujadilah [58] : 22). <i>Ayat ini umum berlaku pada orang yang sedang memerangi dan orang yang tidak memerangi kaum muslimin. Wallahu a’lam.</i> [11]<br />
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menjelaskan dalam kitab tafsirnya, “Berbuat baik dan berlaku adil tidaklah melazimkan rasa cinta dan kasih sayang pada orang kafir. Seperti contohnya adalah seorang anak tetap berbakti dan berbuat baik pada orang tuanya yang kafir, namun ia tetap membenci agama yang orang tuanya anut.” [12]<br />
<br />
<b>Contoh Berbuat Ihsan pada Non Muslim</b><br />
<b>Pertama</b>: Memberi hadiah kepada saudara non muslim agar membuat ia tertarik pada Islam.<br />
Dari Ibnu ‘Umar —<i>radhiyallahu ‘anhuma</i>—, beliau berkata, “Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?” Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya [13] di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. [14]<br />
<b>Kedua</b>: Menjalin hubungan dan berbuat baik dengan orang tua dan kerabat non muslim.<br />
Dari Asma’ binti Abu Bakr —<i>radhiyallahu ‘anhuma</i>—, ia berkata, “Ibuku mendatangiku, padahal ia seorang musyrik di masa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Kemudian aku ingin meminta nasehat dari Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Aku berkata, “Sesungguhnya ibuku mendatangiku, padahal ia sangat benci Islam. Apakah aku boleh tetap menyambung hubungan kerabat dengan ibuku?” Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menjawab, “Iya boleh. Silakan engkau tetap menjalin hubungan dengannya.” [15]<br />
Allah melarang memutuskan silaturahim dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”</i> (QS. Luqman [31] : 15)<br />
<i>“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.”</i> (QS. An Nisa [4] : 1)<br />
Jubair bin Muth’im berkata bahwa Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, .<br />
“Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi (dengan kerabat).” [16]<br />
Oleh karenanya, silaturahim dengan kerabat tetaplah wajib, walaupun kerabat tersebut kafir. Jadi, orang yang mempunyai kewajiban memberi nafkah tetap memberi nafkah pada orang yang ditanggung walaupun itu non muslim. Karena memberi nafkah adalah bagian dari bentuk menjalin silaturahim. Sedangkan dalam masalah waris tidak diperkenankan sama sekali. Karena seorang muslim tidaklah mewariskan hartanya pada orang kafir. Begitu pula sebaliknya. Karena warisan dibangun di atas sikap ingin menolong (nushroh) dan loyal (wala’). [17]<br />
<b>Ketiga</b>: Berbuat baik kepada tetangga walaupun non muslim.<br />
Al Bukhari membawakan sebuah bab dalam Adabul Mufrod dengan <i>”Bab Tetangga Yahudi”</i>dan beliau membawakan riwayat berikut. Mujahid berkata, "Saya pernah berada di sisi Abdullah ibnu 'Amru sedangkan pembantunya sedang memotong kambing. Dia lalu berkata, ! <i>”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu.”</i> Lalu ada salah seorang yang berkata, .! <i>"(Anda memberikan sesuatu) kepada Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisi anda.”</i><br />
”Abdullah bin ’Amru lalu berkata,<br />
'Saya mendengar Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> berwasiat terhadap tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.” [18]<br />
<br />
<b>Perkara yang Termasuk Loyal pada Orang Kafir dan Dinilai Haram</b> [19]<br />
<b>Pertama</b>: Mencintai orang kafir dan menjadikan mereka teman dekat. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.”</i> (QS. Al Mujadilah [58] : 22).<br />
Wajib bagi setiap muslim memiliki rasa benci pada setiap orang kafir dan musyrik karena mereka adalah orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. Dikecualikan di sini adalah cinta yang bersifat tabi’at seperti kecintaan seorang anak kepada orang tuanya yang musyrik. Cinta seperti ini dibolehkan.<br />
<b>Kedua</b>: Menetap di negeri kafir. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, "Dalam keadaan bagaimana kamu ini ?". Mereka menjawab, "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata, "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak- anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”</i> (QS. An Nisa’ [4] : 97- 98)<br />
Ada dua rincian yang mesti diperhatikan:<br />
<ol><li>Jika orang kafir yang baru masuk Islam, lalu tinggal di negeri kafir dan tidak mampu menampakkan keislaman (seperti mentauhidkan Allah, melaksanakan shalat, dan berjilbab –bagi wanita-) dan ia mampu berhijrah, maka saat itu ia wajib berhijrah ke negeri kaum muslimin. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan tidak boleh muslim tersebut menetap di negeri kafir kecuali dalam keadaan darurat.</li>
<li>Jika muslim yang tinggal di negeri kafir masih mampu menampakkan keislamannya, maka berhijrah ke negeri kaum muslimin pada saat ini menjadi mustahab (dianjurkan). Begitu pula dianjurkan ia menetap di negeri kafir tersebut karena ada maslahat untuk mendakwahi orang lain kepada Islam yang benar.</li>
</ol><b>Ketiga</b>: Diharamkan bepergian ke negeri kafir tanpa ada hajat. Namun jika ada maslahat (seperti untuk berobat, berdakwah, dan berdagang), maka ini dibolehkan asalkan memenuhi tiga syarat berikut:<br />
<ol><li>Memiliki bekal ilmu agama yang kuat sehingga dapat menjaga dirinya.</li>
<li>Merasa dirinya aman dari hal-hal yang dapat merusak agama dan akhlaqnya.</li>
<li>Mampu menampakkan syi’ar-syi’ar Islam pada dirinya.</li>
</ol><b>Keempat</b>: Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’). [20] Di antara dalilnya, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,<br />
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” [21]<br />
Oleh karena itu, perilaku tasyabuh (menyerupai orang kafir) dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka adalah diharamkan. Contohnya adalah mencukur jenggot dan mengikuti model pakaian yang menjadi ciri khas mereka.<br />
<b>Kelima</b>: Bekerjasama atau membantu merayakan perayaan orang kafir, seperti membantu dalam acara natal. Hal ini diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan Allah Ta’ala pun berfirman,<br />
<i>“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”</i> (QS. Al Maidah [5] : 2)<br />
Begitu pula diharamkan menghadiri perayaan agama mereka. Allah Ta’ala menceritakan mengenai sifat orang beriman,<br />
<i>“Dan orang-orang yang beriman adalah yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”</i> (QS. Al Furqon [25] : 72).<br />
Di antara makna “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas. [22] Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib. [23]<br />
Begitu pula diharamkan mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir. Bahkan diharamkannya hal ini berdasarkan ijma’ atau kesepakatan para ulama.<br />
<br />
<b>Ulama Sepakat: Haram Mengucapkan Selamat Natal</b><br />
Perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam Ahlu Dzimmah,<br />
<i>”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah <u>sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama</u>. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.</i><br />
<i>Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.”</i> [24]<br />
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.” [25]<br />
Herannya ulama-ulama kontemporer saat ini [26] malah membolehkan mengucapkan selamat Natal. Alasan mereka berdasar pada surat Al Mumtahanah ayat 8. Sungguh, pendapat ini adalah pendapat yang ’nyleneh’ dan telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Pendapat ini muncul karena tidak bisa membedakan antara berbuat ihsan (berlaku baik) dan wala’ (loyal). Padahal para ulama katakan bahwa kedua hal tersebut adalah berbeda sebagaimana telah kami utarakan sebelumnya.<br />
Pendapat ini juga sungguh aneh karena telah menyelisihi kesepakatan para ulama (ijma’). Sungguh celaka jika kesepakatan para ulama itu diselisihi. Padahal Allah Ta’ala berfirman,<br />
<i>“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, <u>dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min</u>, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”</i> (QS. An Nisa’ [4] : 115).<br />
Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka. Dari sini, kami merasa aneh jika dikatakan bahwa mengucapkan selamat natal pada orang nashrani dianggap sebagai masalah khilafiyah (beda pendapat). Padahal sejak masa silam, para ulama telah sepakat (berijma’) tidak dibolehkan mengucapkan selamat pada perayaan non muslim. Baru belakangan ini dimunculkan pendapat yang aneh dari Yusuf Qardhawi, cs. Siapakah ulama salaf yang sependapat dengan beliau dalam masalah ini?Padahal sudah dinukil ijma’ (kata sepakat) dari para ulama tentang haramnya hal ini.<br />
Hujjah terakhir yang kami sampaikan, adakah ulama salaf di masa silam yang menganggap bahwa mengucapkan selamat pada perayaan non muslim termasuk bentuk berbuat baik (ihsan) dan dibolehkan, padahal acara-acara semacam natalan dan perayaan non muslim sudah ada sejak masa silam?! Di antara latar belakangnya karena tidak memahami surat Mumtahanah ayat 8 dengan benar. Tidak memahami manakah bentuk ihsan (berbuat baik) dan bentuk wala’ (loyal). Dan sudah kami utarakan bahwa mengucapkan selamat pada perayaan non muslim termasuk bentuk wala’ dan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (ijma’). Dan namanya ijma’ tidak pernah lepas dari dari Al Qur’an dan As Sunnah sebagaimana seringkali diutarakan oleh para ulama. <i>Hanya Allah yang memberi taufik</i>.<br />
<br />
<b>Bentuk Interaksi yang Dibolehkan dengan Non Muslim</b> [27]<br />
Agar tidak disalahpahami, sekarang kami akan utarakan beberapa hal yang mestinya diketahui bahwa hal-hal ini tidak termasuk loyal (wala’) pada orang kafir. Dalam penjelasan kali ini akan dijelaskan bahwa ada sebagian bentuk muamalah dengan mereka yang hukumnya wajib, ada yang sunnah dan ada yang cuma sekedar dibolehkan. Namun sebelumnya kita harus mengetahui lebih dulu bahwa orang kafir itu ada empat macam:<br />
<ol><li>Kafir <i>mu’ahid</i> yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di antara mereka dan kaum muslimin memiliki perjanjian.</li>
<li>Kafir <i>dzimmi</i> yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.</li>
<li>Kafir <i>musta’man</i> yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.</li>
<li>Kafir <i>harbi</i> yaitu orang kafir selain tiga jenis di atas. Kaum muslimin disyari’atkan untuk memerangi orang kafir semacam ini sesuai dengan kemampuan mereka. [28]</li>
</ol>Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) <b>yang diwajibkan</b> adalah:<br />
<b>Pertama</b>: Memberikan rasa aman kepada kafir dzimmi dan kafir musta’man selama ia berada di negeri kaum muslimin sampai ia kembali ke negerinya. Dalilnya adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,<br />
<i>“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”</i> (QS. At Taubah [9] : 6)<br />
<b>Kedua</b>: Berlaku adil dalam memutuskan hukum antara orang kafir dan kaum muslimin, jika mereka berada di tengah-tengah penerapan hukum Islam. Dalilnya adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,<br />
<i>“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”</i> (QS. Al Maidah [5] : 8)<br />
<b>Ketiga</b>: Mendakwahi orang kafir untuk masuk Islam.<br />
Ini hukumnya fardhu kifayah, artinya jika sebagian sudah mendakwahi mereka maka yang lain gugur kewajibannya. Karena mendakwahi mereka berarti telah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Hal ini bisa dilakukan dengan menjenguk mereka ketika sakit, sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> ketika menjenguk anak kecil yang beragama Yahudi untuk diajak masuk Islam. Akhirnya ia pun masuk Islam.<br />
Dari Anas bin Malik —<i>radhiyallahu ‘anhu</i>—, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, lalu suatu saat ia sakit. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) —<i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>—”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.” [29]<br />
<b>Keempat</b>: Diharamkan memaksa orang Yahudi, Nashrani dan kafir lainnya untuk masuk Islam.Karena Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”</i> (QS. Al Baqarah: 256).<br />
Ibnu Katsir mengatakan, “Janganlah memaksa seorang pun untuk masuk ke dalam Islam. Karena kebenaran Islam sudah begitu jelas dan gamblang. Oleh karenanya tidak perlu ada paksaan untuk memasuki Islam. Namun barangsiapa yang Allah beri hidayah untuk menerima Islam, hatinya semakin terbuka dan mendapatkan cahaya Islam, maka ia berarti telah memasuki Islam lewat petunjuk yang jelas. Akan tetapi, barangsiapa yang masih tetap Allah butakan hati, pendengaran dan penglihatannya, maka tidak perlu ia dipaksa-paksa untuk masuk Islam.” [30]<br />
Cukup dengan sikap baik (ihsan) yang kita perbuat pada mereka membuat mereka tertarik pada Islam, tanpa harus dipaksa.<br />
<b>Kelima</b>: Dilarang memukul atau membunuh orang kafir (selain kafir harbi). Karena Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, .<br />
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahid ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” [31]<br />
<b>Keenam</b>: Tidak boleh bagi seorang muslim pun menipu orang kafir (selain kafir harbi) ketika melakukan transaksi jual beli, mengambil harta mereka tanpa jalan yang benar, dan wajib selalu memegang amanat di hadapan mereka. Karena Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> pernah bersabda,<br />
“Ingatlah! Barangsiapa berlaku zholim terhadap kafir Mu’ahid, mengurangi haknya, membebani mereka beban (jizyah) di luar kemampuannya atau mengambil harta mereka tanpa keridhoan mereka, maka akulah nantinya yang akan sebagai hujah mematahkan orang semacam itu.” [32]<br />
<b>Ketujuh</b>: Diharamkan seorang muslim menyakiti orang kafir (selain kafir harbi) dengan perkataan dan dilarang berdusta di hadapan mereka. Jadi seorang muslim dituntut untuk bertutur kata dan berakhlaq yang mulia dengan non muslim selama tidak menampakkan rasa cinta pada mereka. Allah <i>Ta’ala</i> berfirman, .<br />
<i>“Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”</i> (QS. Al Baqarah: 83).<br />
Berkata yang baik di sini umum kepada siapa saja.<br />
<b>Kedelapan</b>: Berbuat baik kepada tetangga yang kafir (selain kafir harbi) dan tidak mengganggu mereka. Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda,<br />
“Jibril terus menerus memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga sampai-sampai aku kira tetangga tersebut akan mendapat warisan.” [33]<br />
<b>Kesembila</b>n: Wajib membalas salam apabila diberi salam oleh orang kafir. Namun balasannya adalah wa ‘alaikum. [34] Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, .<br />
“Jika salah seorang dari Ahlul Kitab mengucapkan salam pada kalian, maka balaslah: Wa ‘alaikum.” [35] Akan tetapi, kita dilarang memulai mengucapkan salam lebih dulu pada mereka. Alasannya adalah sabda Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,<br />
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashrani dalam ucapan salam.” [36]<br />
Adapun bentuk interaksi dengan orang kafir (selain kafir harbi) <b>yang dibolehkan dan dianjurkan</b> adalah:<br />
<b>Pertama</b>: Dibolehkan mempekerjakan orang kafir dalam pekerjaan atau proyek kaum muslimin selama tidak membahayakan kaum muslimin.<br />
<b>Kedua</b>: Dianjurkan berbuat ihsan (baik) pada orang kafir yang membutuhkan seperti memberi sedekah kepada orang miskin di antara mereka atau menolong orang sakit di antara mereka. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br />
“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” [37]<br />
<b>Ketiga</b>: Tetap menjalin hubungan dengan kerabat yang kafir (seperti orang tua dan saudara) dengan memberi hadiah atau menziarahi mereka. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.<br />
<b>Keempat</b>: Dibolehkan memberi hadiah pada orang kafir agar membuat mereka tertarik untuk memeluk Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Sebagaimana dalilnya telah kami jelaskan di atas.<br />
<b>Kelima</b>: Dianjurkan bagi kaum muslimin untuk memuliakan orang kafir ketika mereka bertamu sebagaimana boleh bertamu pada orang kafir dan bukan maksud diundang. Namun jika seorang muslim diundang orang kafir dalam acara mereka, maka undangan tersebut tidak perlu dipenuhi karena ini bisa menimbulkan rasa cinta pada mereka.<br />
<b>Keenam</b>: Boleh bermuamalah dengan orang kafir dalam urusan dunia seperti melakukan transaksi jual beli yang mubah dengan mereka atau mengambil ilmu dunia yang bernilai mubah yang mereka miliki (tanpa harus pergi ke negeri kafir).<br />
<b>Ketujuh</b>: Diperbolehkan seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) selama wanita tersebut adalah wanita yang selalu menjaga kehormatannya serta tidak merusak agama si suami dan anak-anaknya. Sedangkan selain ahli kitab (seperti Hindu, Budha, Konghucu) haram untuk dinikahi. Dalilnya adalah firman Allah <i>Ta’ala</i>,<br />
<i>“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. <u>(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu</u>.”</i> (QS. Al Maidah [5] : 5).<br />
Ingat, seorang pria muslim menikahi wanita ahli kitab hanyalah dibolehkan dan bukan diwajibkan atau dianjurkan. Dan sebaik-baik wanita yang dinikahi oleh pria muslim tetaplah seorang wanita muslimah.<br />
Adapun wanita muslimah tidak boleh menikah dengan orang kafir mana pun baik ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) dan selain ahlul kitab karena Allah <i>Ta’ala</i> berfirman,<br />
<i>“Mereka (wanita muslimah) tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.”</i> (QS. Al Mumtahanah [60] : 10)<br />
<b>Kedelapan</b>: Boleh bagi kaum muslimin meminta pertolongan pada orang kafir untuk menghalangi musuh yang akan memerangi kaum muslimin. Namun di sini dilakukan dengan dua syarat:<br />
<ol><li>Ini adalah keadaan darurat sehingga terpaksa meminta tolong pada orang kafir.</li>
<li>Orang kafir tidak membuat bahaya dan makar pada kaum muslimin yang dibantu.</li>
</ol><b>Kesembilan</b>: Dibolehkan berobat dalam keadaan darurat ke negeri kafir.<br />
<b>Kesepuluh</b>: Dibolehkan menyalurkan zakat kepada orang kafir yang ingin dilembutkan hatinya agar tertarik pada Islam, sebagaimana firman Allah <i>Ta’ala</i>,<br />
<i>“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang ingin dibujuk hatinya.”</i> (QS. At Taubah [9] : 60)<br />
<b>Kesebelas</b>: Dibolehkan menerima hadiah dari orang kafir selama tidak sampai timbul perendahan diri pada orang kafir atau wala’ (loyal pada mereka). Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari beberapa orang musyrik. Namun ingat, jika hadiah yang diberikan tersebut berkenaan dengan hari raya orang kafir, maka sudah sepantasnya tidak diterima.<br />
***<br />
Inti dari pembahasan ini adalah tidak selamanya berbuat baik pada orang kafir berarti harus loyal dengan mereka, bahkan tidak mesti sampai mengorbankan agama. Kita bisa berbuat baik dengan hal- hal yang dibolehkan bahkan dianjurkan atau diwajibkan sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.<br />
Semoga Allah selalu menunjuki kita pada jalan yang lurus. Hanya Allah yang beri taufik.<br />
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.<br />
Al Faqir Ilallah: <b>Muhammad Abduh Tuasikal</b> (<a href="http://rumaysho.com/">rumaysho.com</a>/<a href="http://muslim.or.id/">muslim.or.id</a>)<br />
Panggang, Gunung Kidul, 25 Dzulhijah 1430 H<br />
<i>footnote:</i><br />
<ol><li>Sebagian ulama pakar tafsir (seperti Qotadah) menyatakan bahwa surat Al Mumtahanah ayat 8 berlaku untuk semua orang kafir. Jadi kita diperintahkan untuk berlaku baik dengan orang kafir. Namun menurut pendapat ini, ayat tersebut telah mansukh (dihapus) dengan surat At Taubah ayat 5 yang memerintahkan untuk memerangi orang kafir (Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 6/19,Mawqi’ Al Islam). Akan tetapi, pakar tafsir lainnya tetap menyatakan bahwa surat Al Mumtahanah ayat 8 adalah ayat yang tidak mansukh dan mereka berdalil dengan kisah Asma’ binti Abu Bakr (Lihat Tafsir Juz Qod Sami’a , Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 170, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 2003 ).</li>
<li>Kebanyakan ulama mengatakan bahwa ibu Asma’ mati dalam keadaan musyrik. Sebagian ulama mengatakan bahwa ibunya mati dalam keadaan Islam. Nama ibu Asma’ ada yang menyebut Qoylah dan ada pula yang menyebut Qotilah. (Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 7/89, Dar Ihya’ At Turots Al Arobi, Beirut, cetakan kedua, 1392). Qotilah adalah istri Abu Bakr yang sudah dicerai di masa Jahiliyah. (Lihat ‘Umdatul Qori Syarh Shahih Al Bukhari, Badaruddin Al ‘Aini Al Hanafi, 20/169, Asy Syamilah)</li>
<li>Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, 8/236-237, Al Maktab Al Islami Beirut, cetakan ketiga, tahun 1404 H.</li>
<li>Makna ini berdasarkan riwayat Abu Daud. Al Qodhi mengatakan bahwa makna lain dari roghibah adalah benci dengan Islam. Jadi, ibunda Asma’ sangat benci dengan Islam, sehingga ia pun bertanya pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah masih boleh ia menjalin hubungan dengan ibunya. Lihat Syarh Muslim, An Nawawi, 7/89.</li>
<li>HR. Bukhari no. 5798.</li>
<li>Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, Muhaqqiq: Ahmad Muhammad Syakir, 23/323, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama tahun 1420 H.</li>
<li>Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muhaqqiq: Sami bin Muhammad Salamah, 8/90, terbitan Dar At Thoyibah, cetakan kedua, 1420 H.</li>
<li>Lihat Al Wala’ wal Baro’, Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani, hal. 307, Asy Syamilah.</li>
<li>Lihat Al Muhalla, Ibnu Hazm, 11/138, Mawqi’ Ya’sub.</li>
<li>Mafatihul Ghoib, Fakhruddin Ar Rozi, 15/325, Mawqi’ At Tafasir.</li>
<li>Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Asy Syafi’i, 5/233, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.</li>
<li>Tafsir Juz Qod Sami’a , Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 166, Maktabah Makkah, cetakan pertama, tahun 2003.</li>
<li>Saudara ‘Umar ini bernama ‘Utsman bin Hakim, dia adalah saudara seibu dengan ‘Umar. Ibu ‘Umar bernama Khoitsamah binti Hisyam bin Al Mughiroh. Lihat Fathul Bari, 5/233.</li>
<li>HR. Bukhari no. 2619.</li>
<li>HR. Bukhari no. 2620.</li>
<li>HR. Muslim no. 2556.</li>
<li>Lihat pembahasan Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qahthani dalam Al Wala’ wal Baro’, hal. 303, Asy Syamilah.</li>
<li>Adabul Mufrod no. 95/128. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa riwayat ini shahih. Lihat Al Irwa’ (891): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 123-Fii Haqqil Jiwar. At Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr wash Shilah, 28-Bab Maa Jaa-a fii Haqqil Jiwaar]</li>
<li>Kami olah dari Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, Prof. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, hal. 224-229, Maktabah Al Mulk Fahd Al Wathoniyah, cetakan pertama, 1425 H.</li>
<li>Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.</li>
<li>HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269</li>
<li>Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/484, Mawqi’ Al Islam.</li>
<li>Lihat Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim, 1/483.</li>
<li>Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.</li>
<li>Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no. 404, Asy Syamilah.</li>
<li>Semacam Yusuf Qardhawi, begitu pula Lembaga Riset dan Fatwa Eropa. Juga yang melegalkan ucapan selamat natal pada Nashrani adalah Quraish Shihab.</li>
<li>Kami olah dari Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-242.</li>
<li>Lihat Tahdzib Tashil Al ‘Aqidah Al Islamiyah, hal. 232-234.</li>
<li>HR. Bukhari no. 1356.</li>
<li>Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/682, Dar Thoyyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.</li>
<li>HR. Bukhari no. 3166.</li>
<li>HR. Abu Daud no. 3052. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat penjelasan hadits ini dalam Muroqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Al Mala ‘Ala Qori, 12/284, Mawqi’ Al Misykah Al Islamiyah.</li>
<li>HR. Bukhari no. 6014 dan Muslim no. 2625, dari ‘Aisyah.</li>
<li>Namun sebagian ulama menjelaskan bahwa jika ahlul kitab mengucapkan salamnya itu tegas “Assalamu’’alaikum”, maka jawabannya adalah tetap semisal dengannya yaitu: “Wa’alaikumus salam.” Alasannya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An Nisa’: 86). Sebagaimana hal ini adalah pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin.</li>
<li>HR. Bukhari no. 6258 dan Muslim no. 2163, dari Anas bin Malik.</li>
<li>HR. Tirmidzi no. 1602 dan Ahmad (2/266). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.</li>
<li>HR. Bukhari no. 2466 dan Muslim no. 2244.</li>
</ol>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-50824846671471571652010-12-21T13:26:00.008+07:002010-12-24T05:23:05.029+07:00Musyawarah Tahunan Wahdah Bandung<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://nasihatuntukwahdah.files.wordpress.com/2010/01/lambang-wahdah-islamiyah1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="179" src="http://nasihatuntukwahdah.files.wordpress.com/2010/01/lambang-wahdah-islamiyah1.jpg" width="200" /></a></div><span id="goog_398303384"></span><span id="goog_398303385"></span>Mari kita sukseskan Musyawarah Tahunan DPC Wahdah Islamiyah Bandung, yang insya Allah akan digelar sabtu, 25 Desember 2010 Pukul.08.00 WIB – selesai, bertempat di Komp. Markaaz Wahdah Islamiyah Bandung Jl. Asri Ciparungpung RT.07/07 Kel. Padasuka Kec. Cimenyan Kab. Bandung. <br />
Acara ini akan diikuti seluruh unsur DPC Wahdah Islamiyah Bandung, terdiri atas pengurus harian, kader, dan simpatisan. Adapun agenda yang akan dibahas pada musyawarah tahunan tersebut berupa program kerja tahun 2011, laporan pertanggungjawaban kepengurusan pada tahun 2010, serta strategi-strategi dakwah yang akan dikembangkan menyongsong Muktamar 2011 di Makassar dan Muktamar 2015 yang rencananya digelar di Bandung.<br />
<br />
Diharapkan tahun 2011 ini menjadi tahun kaderisasi, yang mana setiap kegiatan ataupun program kerja mengacu kepada bertambahnya jumlah kader secara signifikan, yang dapat mengemban amanah kerja dakwah. Contact Person : 0838 2206 6869 (bud)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-9679499988391750162010-12-18T10:42:00.004+07:002010-12-18T10:42:00.149+07:00Anak Nakal, Bagaimana Mengatasinya? (3/3): Beberapa Contoh Cara Mendidik Anak yang Nakal<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.ecosalon.com/wp-content/uploads/2009/03/baby-hands.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="234" src="http://www.ecosalon.com/wp-content/uploads/2009/03/baby-hands.jpg" width="320" /></a></div><b>Beberapa contoh cara mendidik anak yang nakal</b><br />
Syariat Islam yang agung mengajarkan kepada umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa ditempuh untuk meluruskan penyimpangan akhlaknya. Di antara cara-cara tersebut adalah:<br />
<br />
<span id="more-293"></span><br />
<b> </b><br />
<br />
<b>Pertama, teguran dan nasihat yang baik</b><br />
Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung oleh pendidik terbesar bagi umat ini, Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, misalnya ketika beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> melihat seorang anak kecil yang ketika sedang makan menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan, maka beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “<i>Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan) yang ada di hadapanmu.</i>“<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn1">[1]</a><br />
Serta dalam hadits yang terkenal, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda kepada anak paman beliau, Abdullah bin ‘Abbas <i>radhiallahu ‘anhuma</i>, “<i>Wahai anak kecil, sesungguhnya aku ingin mengajarkan beberapa kalimat (nasihat) kepadamu: jagalah (batasan-batasan/</i><i> </i><i>syariat) Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/ </i><i>syariat) Allah maka kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn2">[2]</a><br />
<br />
<b>Kedua, menggantung tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah</b><br />
Ini bertujuan untuk mendidik anak-anak agar mereka takut melakukan hal-hal yang tercela.<br />
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> menganjurkan ini dalam sabda beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, “<i>Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn3">[3]</a><br />
Bukanlah maksud hadits ini agar orangtua sering memukul anggota keluarganya, tapi maksudnya adalah sekadar membuat anggota keluarga takut terhadap ancaman tersebut, sehingga mereka meninggalkan perbuatan buruk dan tercela.<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn4">[4]</a><br />
Imam Ibnul Anbari berkata, “Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> tidak memaksudkan dengan perintah untuk menggantungkan cambuk (alat pemukul) untuk memukul, karena beliau <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> tidak memerintahkan hal itu kepada seorang pun. Akan tetapi, yang beliau maksud adalah agar hal itu menjadi pendidikan bagi mereka.”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn5">[5]</a><br />
Masih banyak cara pendidikan bagi anak yang dicontohkan dalam sunnah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn6">[6]</a> menyebutkan beberapa di antaranya, seperti: menampakkan muka masam untuk menunjukkan ketidaksukaan, mencela atau menegur dengan suara keras, berpaling atau tidak menegur dalam jangka waktu tertentu, memberi hukuman ringan yang tidak melanggar syariat, dan lain-lain.<br />
<br />
<b>Bolehkah memukul anak yang nakal untuk mendidiknya?</b><br />
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “<i>Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan) shalat (lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun, pukullah mereka karena (meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka.</i>“<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn7">[7]</a><br />
Hadits ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat, jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya –dan ini biasanya di usia sepuluh tahun. Dengan syarat, pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn8">[8]</a><br />
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika ditanya, “Bolehkah menghukum anak yang melakukan kesalahan dengan memukulnya atau meletakkan sesuatu yang pahit atau pedis di mulutnya, seperti cabai/ lombok?”, beliau menjawab, “Adapun mendidik (menghukum) anak dengan memukulnya, maka ini diperbolehkan (dalam agama Islam) jika anak tersebut telah mencapai usia yang memungkinkannya untuk mengambil pelajaran dari pukulan tersebut, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun.<br />
Adapun memberikan sesuatu yang pedis (di mulutnya) maka ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya (mencelakakannya). Berbeda dengan pukulan yang dilakukan pada badan maka ini tidak mengapa (dilakukan) jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan (tentu saja) pukulan tersebut tidak terlalu keras.<br />
Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya dilihat (kondisinya), karena Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> hanya membolehkan untuk memukul anak (berusia) sepuluh tahun karena meninggalkan shalat. Maka, yang berumur kurang dari sepuluh tahun hendaknya dilihat (kondisinya). Terkadang, seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat) sehingga bisa menerima pukulan, celaan, dan pelajaran darinya (maka anak seperti ini boleh dipukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka anak seperti ini tidak boleh dipukul).”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn9">[9]</a><br />
<br />
<b>Cara-cara menghukum anak yang tidak dibenarkan dalam Islam</b><a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn10">[10]</a><br />
Di antara cara tersebut adalah:<br />
<b>1. Memukul wajah</b><br />
Ini dilarang oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam sabda beliau, yang artinya, “<i>Jika salah seorang dari kalian memukul</i><i>,</i><i> maka hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn11">[11]</a><br />
<b>2. Memukul yang terlalu keras sehingga berbekas</b><br />
Ini juga dilarang oleh Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> dalam hadits yang shahih.<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn12">[12]</a><br />
<b>3. Memukul dalam keadaan sangat marah</b><br />
Ini juga dilarang karena dikhawatirkan lepas kontrol sehingga memukul secara berlebihan.<br />
Dari Abu Mas’ud al-Badri, dia berkata, “(Suatu hari) aku memukul budakku (yang masih kecil) dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran) dari belakangku, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Akan tetapi, aku tidak mengenali suara tersebut karena kemarahan (yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat dariku, maka ternyata dia adalah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, dan beliau yang berkata, ‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud!’ Maka aku pun melempar cemeti dari tanganku, kemudian beliau bersabda, <i>‘Ketahuilah, wahai Abu Mas’ud! Sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu daripada kamu terhadap budak ini,’ maka aku pun berkata, ‘Aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari) ini.</i>‘”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn13">[13]</a><br />
<b>4. Bersikap terlalu keras dan kasar</b><br />
Sikap ini jelas bertentangan dengan sifat lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, “<i>Barangsiapa yang terhalang dari (sifat) lemah lembut</i><i>,</i><i> maka (sungguh) dia akan terhalang dari (mendapat) kebaikan</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn14">[14]</a><br />
<b>5. Menampakkan kemarahan yang sangat</b><br />
Ini juga dilarang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, “<i>Bukanlah orang yang kuat itu (diukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah.</i>“<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftn15">[15]</a><br />
<br />
<b>Penutup</b><br />
Demikianlah bimbingan yang mulia dalam syariat Islam tentang cara mengatasi penyimpangan akhlak pada anak, dan tentu saja taufik untuk mencapai keberhasilan dalam amalan mulia ini ada di tangan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>. Oleh karena itu, banyak berdoa dan memohon kepada-Nya merupakan faktor penentu yang paling utama dalam hal ini.<br />
Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar dia senantiasa menganugerahkan kepada kita taufik-Nya untuk memahami dan mengamalkan petunjuk-Nya dalam mendidik dan membina keluarga kita, untuk kebaikan hidup kita semua di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين</div>Kota Kendari, 9 Dzulhijjah 1431 H,<br />
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim, M.A<br />
Artikel <a href="http://www.manisnyaiman.com/">www.manisnyaiman.com</a><br />
<br />
<hr size="1" /><a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref1">[1]</a> Hadits shahih riwayat Al-Bukhari no. 5061, dan Muslim no. 2022. <a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref2">[2]</a> Hadits riwayat At-Tirmidzi no. 2516, Ahmad: 1/293), dan lain-lain; dinyatakan shahih oleh Imam At-Tirmidzi dan Syekh Al-Albani dalam <i>Shahihul Jami’ish Shagir,</i> no. 7957.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref3">[3]</a> Hadits riwayat Abdur Razzaq dalam <i>Al-Mushannaf</i>: 9/477 dan Ath-Thabrani dalam <i>Al-Mu’jamul Kabir</i> no. 10671; dinyatakan hasan oleh Al-Haitsami dan Al-Albani dalam <i>Ash-Shahihah,</i> no. 1447.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref4">[4]</a> Lihat kitab <i>Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat</i>, hlm. 97.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref5">[5]</a> Dinukil oleh Imam Al-Munawi dalam kitab <i>Faidhul Qadir</i>: 4/325.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref6">[6]</a> Dalam kitab beliau <i>Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat</i>, hlm. 95–97.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref7">[7]</a> Hadits riwayat Abu Daud, no. 495; dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albani.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref8">[8]</a> Lihat kitab <i>Tuhfatul Ahwadzi</i>: 2/370.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref9">[9]</a> Kitab <i>Majmu’atul As`ilah Tahummul Usratal Muslimah</i>, hlm. 149–150.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref10">[10]</a> Lihat kitab <i>Nida`un ilal Murabbiyyina wal Murabbiyyat</i>, hlm. 89–91.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref11">[11]</a> Hadits riwayat Abu Daud, no. 4493; dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albani.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref12">[12]</a> Hadits shahih riwayat Muslim, no. 1218.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref13">[13]</a> Hadits shahih riwayat Muslim, no. 1659.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref14">[14]</a> Hadits shahih riwayat Muslim, no. 2529.<br />
<a href="http://manisnyaiman.com/cara-mendidik-anak-yang-nakal/#_ftnref15">[15]</a> Hadits shahih riwayat Al-Bukhari no. 5763, dan Muslim no. 2609.Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-21555198985284430902010-12-15T10:05:00.005+07:002010-12-15T10:05:00.412+07:00Jangan Jadi "Miss Komplain"<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.eramuslim.com/fckfiles/image/stop-complaining.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://www.eramuslim.com/fckfiles/image/stop-complaining.jpg" width="320" /></a></div>Pernahkah Anda menghitung berapa kali Anda mengeluh dalam satu hari, mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi. Jika dibuat daftarnya, bisa jadi sepanjang hari itu kita lebih banyak mengeluh dari hal-hal yang sepele di rumah sampai hal-hal yang berat di tempat kerja atau di lingkungan tempat kita tinggal. <br />
Suatu hal yang wajar jika sesekali kita mengeluh, karena sudah menjadi kodrat manusia suka berkelu kesah seperti disebutkan dalam Surat Al-Ma'arij ayat 19-21, "Sesungguhnya manusia itu diciptakan dengan sifat suka mengeluh. Apabila ditimpa musibah dia mengeluh dan apabila ditimpa kesenangan berupa harta ia jadi kikir." Tapi yang sering terjadi adalah, tidak ditimpa musibah pun kita kadang sering mengeluh. Jalanan macet kita mengeluh, padahal kita tahu bahwa kemacetan adalah pemandangan sehari-hari di kota Jakarta. Pekerjaan rumah tangga menumpuk karena tidak ada pembantu, kita mengeluh. Anak rewel, kita mengeluh. Tugas di kantor bertambah, kita mengeluh. Seolah semua hal jadi bahan keluhan.<br />
Padahal kalau ditelaah, banyak hal-hal yang kita keluhkan hanyalah urusan dunia, karena ketidakpuasan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi. Tapi manusia memang sudah terbiasa banyak mengeluh, hingga kadang lupa mensyukuri hal-hal yang kita anggap tidak penting padahal sangat penting. Sebut saja nikmat sehat. Pernahkah kita bersujud dan mengucap syukur dengan tulus karena Allah telah memberi nikmat sehat setiap hari sehingga kita bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Jika pun ada hambatan, seharusnya tidak membuat kita jadi mengeluh tapi melihatnya sebagai ujian dan tantangan.<br />
<br />
Sebagai makhluk yang lemah, setiap manusia tentu saja suatu waktu pernah mengeluh, sadar atau tidak sadar. Asalkan tidak menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi karakter yang bakal sulit dihapus dari kepribadian seseorang. Orang yang memiliki karakter suka mengeluh akan berdampak pada munculnya suasana yang tidak nyaman bagi lingkungan dan orang di sekitarnya. Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang tabiatnya suka mengeluh dan Anda merasakan sangat tidak nyaman bahkan jengkel berada di dekatnya.<br />
Kita memang harus waspada dengan sifat suka mengeluh ini, jika tidak ingin sifat buruk ini menjelma menjadi bagian dari karakter. Untuk itu perlu latihan pengendalian diri agar tidak selalu melontarkan keluhan Bagaimana caranya?<br />
<br />
1. Biasakan menyampaikan keluh kesah pada Allah semata<br />
Ketika kita ditimpa kemalangan atau musibah, lebih baik kita menyampaikan keluh kesah dan kegundahan hati kita pada Allah Swt. Karena Dia-lah Yang Mahatahu segala persoalan dan kegundahan dalam jiwa kita. "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya," (QS Yusuf;86).<br />
<br />
2. Kita bisa berkeluh kesah pada orang lain, hanya jika keluh kesah itu merupakan hal yang penting.<br />
Ini mungkin berkaitan dengan upaya Anda untuk mendapatkan hak Anda, atau hak orang lain yang Anda kenal. Kadang memiliki keluhan dan menyampaikan keluhan pada orang lain itu penting, asalkan disampaikan dengan baik-baik dan tidak berlebihan.<br />
<br />
3. Bicarakan solusi yang praktis<br />
Daripada mengeluh tiada akhir, lebih baik memikirkan atau membicarakan solusi praktis atas permasalahan yang kita hadapi. Tidak ada masalah yang tidak bisa dicari solusinya. Jika menemui jalan buntu, mohonlah bantuan pada Allah Swt.<br />
<br />
4. Jangan membesar-besarkan hal yang kecil<br />
Anas bin Malik berkata, "Saya melayani Rasululullah Saw. selama dua puluh tahun dan beliau tidak pernah mengatakan 'ahh' pada saya. Dan beliau tidak pernah mengatakan apapun yang tidak saya lakukan, 'mengapa kamu tidak melakukannya?' atau apapun yang telah saya lakukan, 'mengapa engkau melakukan itu?'" (HR Muslim). Jadi biarkan saja hal-hal sepele yang tidak penting itu lenyap dan tidak lagi mengganggu pikiran kita.<br />
<br />
5. Bicaralah tentang nikmat Allah<br />
Daripada memilih membicarakan segala sesuatu yang salah dalam hidup Anda, pilihlah topik pembicaraan tentang hal-hal yang menyenangkan dalam hidup Anda. Dengan bersikap seperti ini, bukan hanya membantu Anda menghindar dari keluhan, tapi juga mematuhi perintah Allah untuk selalu mensyukuri nikmat Allah, "Lalu nikmat Allah manakah yang engkau dustakan?".<br />
<br />
6. Ingatlah mereka yang kurang beruntung<br />
Salah satu cara untuk menyentak kita kembali untuk melihat realitas dan menghargai berkah yang Allah berikan pada kita adalah mengingat mereka yang kurang beruntung dari kita.. Bacalah berita-berita tentang orang lain yang menderita di Asia, Afrika, dan seluruh dunia. Bacalah tentang kehidupan anak yatim piatu di Palestina, tentang kehidupan para tunawisma di lingkungan kita sendiri. Sesekali berinteraksilah dengan mereka dan jangan menenggelamkan diri dalam rasa putus asa, tetapi menggunakan cerita mereka sebagai alat untuk bersyukur dan bersyukur kepada Allah atas apa yang kita miliki.<br />
<br />
7. Kurangi stres dalam hidup Anda<br />
Kita mungkin mengeluh karena kita mengalami stres yang cukup berat dalam kehidupan ini. Anda perlu tempat untuk menyendiri. Berhentilah sejenak, carilah tempat yang tenang untuk bersantai, duduk di ruang yang gelap, tarik napas dalam-dalam selama beberapa menit, berjalan-jalan di luar rumah, mendengarkan lagu-lagu nasheed dan membaca beberapa Al Qur'an akan memberikan ketenangan bagi hati dan pikiran yang sedang tertekan.<br />
<br />
8. Bacalah kisah-kisah dalam Sirah, catatlah bagian-bagian yang penting dan pengalaman para nabi, sahabat nabi dan generasi-generasi muslim di masa lalu, belajarlah dari pengalaman, sikap dan cara mereka menghadapi masalah.<br />
<br />
9. Bicarakan masalah-masalah lain yang lebih penting<br />
Misalnya hal-hal baru yang mengundang minat Anda untuk belajar, proyek-proyek untuk pekerjaan Anda atau pengalaman jalan-jalan melihat keindahan alam yang membuat Anda merenungkan keindahan ciptaan Yang Mahakuasa.<br />
<br />
10. Ceritakan pengalaman-pengalaman lucu yang pernah Anda alami, asal bukan cerita bohong.<br />
Ketika berkumpul bersama teman atau keluarga, akan lebih ceria jika kita mendengar cerita-cerita lucu daripada mendengar keluhan, yang mereka sendiri tidak bisa membantu memberikan jalan keluar. Ceritakanlah hal-hal ringan yang lucu dan berkesan yang pernah Anda alami, ini akan membuat suasana dan orang di sekeliling Anda lebih menyenangkan.<br />
<br />
11. Kenali sikap suka mengeluh yang jadi kebiasaan<br />
Perhatikanlah selalu perkataan kita dari waktu ke waktu, apakah kita merasakan bahwa mengeluh lebih merupakan kebiasaan dari suatu usaha yang berguna? Mengakui hal itu sebagai kebiasaan adalah langkah pertama yang penting untuk mulai melawan sikap suka mengeluh.<br />
<br />
12. Cari lingkungan yang lebih baik<br />
Apakah kita merasakan lebih banyak mengeluh jika kita berada di sekitar orang-orang tertentu? Mungkin itu karena kita tidak memiliki banyak kesamaan minat dengan orang-orang tersebut, atau karena mereka tidak tertarik untuk bersikap positif dan berterima kasih. Jika itu terjadi, maka sudah saatnya kita mencari lingkungan teman yang lebih baik.<br />
<br />
13. Sedikit Bicara<br />
Umumnya, jika kita sudah mencoba segala sesuatu yang kita pikirkan dan masih menemukan diri kita terlalu banyak mengeluh, mungkin itu karena kita sudah terlalu banyak bicara. Jangan biarkan setan yang mengarahkan kita untuk bicara hal-hal yang tidak berguna atau berbahaya. Pertahankanlah kelembaban lidah dengan selalu mengingat Allah. Bertobatlah kepada-Nya dan bershalawatlah atas nama Rasulullah Saw. sesering mungkin. (ln/sismagz/eramuslim.com)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-29782406788563974432010-12-13T09:37:00.000+07:002010-12-13T09:37:31.473+07:00Dunia Maya Memesonakannya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://ragitawulan.files.wordpress.com/2010/10/internet.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="206" src="http://ragitawulan.files.wordpress.com/2010/10/internet.jpg" width="320" /></a></div><em>Oleh</em> <b>Anung Umar</b><br />
Ia seorang ikhwan yang <em>iltizam</em> terhadap din. Penghafal Al-Quran yang juga sangat bersemangat dalam mempelajari sunnah Nabi, mempraktekkannya dan mendakwahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bolehlah sebut dia sebagai aktivis dakwah. Dengan cahaya ilmu dan amal yang menghiasi dirinya, maka tak bisa ditampik lagi, berbagai pujian pun mengalir untuknya. Keluarga, teman-teman dan orang yang mengenalnya memujinya. “Saleh” , “zuhud” , “alim” dan berbagai atribut sanjungan lainnya mereka sematkan untuknya.<br />
Demikianlah keadaannya. Sampai ketika ia telah mengenal internet, di sinilah perubahan itu bermula. Ia yang walaupun latar belakangnya dari sekolah umum, namun sejak mengenal dakwah dan tarbiyah sudah mulai menjaga jarak dari lawan jenis, bahkan terputuslah komunikasi antaranya dengan lawan jenis, kecuali bila darurat atau ada hajat yang perlu ditunaikan. Tatkala ia membuka dan menjelajahi dunia maya, terkesiaplah ia. Ia melihat dunia baru yang belum pernah dikenalnya sebelumnya.<br />
Ia terpana menyaksikan interaksi antara (sebagian) ikhwan dan akhwat di “dunia baru” ini. Kalau hubungan antara (sebagian) ikhwan dan akhwat terasa “dingin” di dunia nyata, namun di dunia maya, justru “kehangatan”lah yang terasa. Sekat yang selama ini membatasi pergaulan Ikhwan-akhwat dalam dunia nyata, seolah-olah tak teraba di dunia maya. Para ikhwan yang selama ini “kaku”, “jaim (jaga image)” di depan akhwat, begitu juga sebaliknya, namun di dunia maya semua itu seakan tinggal cerita. Yang ia saksikan justru “keramahan”: saling menyapa, canda dan curhat mesra. ”Pesona” seperti inilah yang ia saksikan hampir setiap hari di dunia maya. Terlihat “indah” memang. Namun, baginya “pesona” itu hanyalah kamuflase atau fatamorgana yang menipu. Ia tak menghiraukannya. Ia tetap istiqamah dalam ilmu dan amalnya.<br />
Akan tetapi, betapapun jernihnya kaca, bila selalu terkena debu maka akan kusam pula akhirnya. Meskipun ia mengingkari “pesona” yang ada di depan matanya, namun ketika “pesona” itu berulang-ulang disaksikannya sehari-hari, tanpa disadari “pesona” itu meronai benaknya dan bergelayut di hatinya. Jadilah “pesona” itu seakan magnet yang menariknya untuk menghampiri dan menyambutnya. Maka tatkala luapan “pesona” itu telah tertambat kuat di hatinya dan membuncah di dadanya, tak sanggup lagilah ia untuk menjauhinya . Ia pun menghampiri blog-blog para akhwat demi “maslahat dakwah”. Ia buka chatting dengan lawan jenis untuk suatu tujuan yang namanya “hidayah”.<br />
Tak dinyana, ada “kehangatan” tersendiri baginya ketika itu. Maka ia pun makin bersemangat memberikan faidah atau nasehat kepada lawan jenisnya melalui komentar di blog maupun chatting. Demikianlah seterusnya, nasihat demi nasihat selalu mengalir darinya. Setelah berlalu beberapa waktu dilanjutkan dengan “nasihat akrab”: nasihat dengan sedikit canda agar menghilangkan “kekakuan”. Demikian seterusnya. Sampai akhirnya ia mengunjungi blog-blog para akhwat dan chatting dengan mereka hanya sekedar untuk bercanda, mengisi waktu luang dan mengobati kejenuhan.<br />
Tanpa terasa adab-adab berbicara terhadap lawan jenis makin dilalaikan. Ilmu dan amal yang selama ini dikerjakan mulai ditinggalkan. Akhirnya pikirannya dipenuhi dengan “pesona dakwah“ yang dijalankannya. Di hatinya tersemai rindu untuk bertemu dengan “mad’u”nya. Bila satu hari saja tidak memberi “nasehat”, kegalauan mengurung hatinya dan menyesakkan dadanya.<br />
Tak terasa hafalan Al-Qurannya pun terganggu. Kekhusyukannya dalam membaca dan merenungi kitabullah pun mulai luntur. Hari demi hari berlalu terasa makin sulit baginya untuk mentadaburi ayat-ayat Al-Quran yang dibaca atau didengarnya. Ia tidak bisa lagi mencecap manisnya menyelami Al-Quran seperti sebelumnya.<br />
Apa yang salah denganmu, ya akhi? Kenapa hatimu menjadi keras? Mana air mata yang dulu meleleh di wajahmu tatkala ayat-ayat Allah dilantunkan? Mana semangat beramalmu yang dulu membara tatkala hadits Nabi disebutkan? Apa penyebab semua ini, wahai saudaraku?<br />
Internet! Itulah jawaban dari semua pertanyaan tadi. Kamu telah menjadi korban internet. Internet, chatting, facebook dan yang semisalnya telah menjauhkanmu dari cahaya hidayah!<br />
Internet memang merupakan salah satu kenikmatan yang diberikan Allah kepada kita semua di zaman ini. Namun siapa yang menyangka jika kenikmatan ini bisa berubah menjadi kebinasaan tatkala melampaui batas-batas hukum-Nya atau digunakan untuk selain yang diridhai-Nya.<br />
Tak ada yang salah seorang ikhwan ingin mendakwahi atau memberikan faidah kepada akhwat, begitu juga seorang akhwat ingin mendakwahi atau memberikan faidah kepada ikhwan. Namun apa faidah yang ingin kamu sampaikan jika ada “sesuatu” pada hatimu tatkala menasehatinya? Apa faidah yang ingin kamu sampaikan jika pikiranmu membayangkan sosoknya? Apakah kata-kata mesramu itu bisa menunjukkannya pada hidayah? Apakah candamu itu bisa mendekatkannya kepada Allah?<br />
Betul, di zaman salafus saleh memang ada surat-menyurat antara pria dan wanita. Melalui surat, mereka saling menegur, menasehati, memenuhi kebutuhan yang perlu diselesaikan. Akan tetapi, sudahkah kamu menyamai mereka dari sisi ilmu dan ketakwaan? Apakah kamu telah meneladani mereka dalam menjaga adab-adab berbicara terhadap lawan jenismu? Apakah derajat ketakwaanmu telah menyamai mereka sehingga hatimu tak merasakan “apa-apa” tatkala menasihati “mad’u”mu?<br />
Kalau jawabanmu belum, maka tutuplah “keindahan” dan “kerinduan” yang telah kamu rasakan ini. Gantilah itu dengan keindahan tangismu tatkala membaca ayat-ayat Rabbmu. Gantilah itu dengan kebahagiaan hatimu tatkala mempraktekkan sunnah Nabimu. Gantilah itu dengan kerinduanmu untuk bertemu dengan-Nya di akhirat kelak.<br />
Kalau kamu merasa kebiasaan barumu itu sebagai sesuatu yang lumrah dan lazim, apalagi sampai menganggapnya sebagai sesuatu yang perlu diperjuangkan dan tidak semestinya dikekang, maka marilah kamu kami mandikan, kami kafankan, kami shalatkan, lalu kami kuburkan. Karena hatimu sudah beku, sekarat atau mati, meski masih bergerak jasadmu, masih menatap matamu,dan masih berbicara lisanmu. innaa lillahi wainnaa ilaihi raji'un…<br />
Jakarta, 4 Muharram 1432/ 10 Desember 2010<br />
<a href="http://anungumar.wordpress.com/">anungumar.wordpress.com</a>/eramuslim.comLembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-6608003215964714882010-12-11T10:05:00.004+07:002010-12-11T10:05:00.694+07:00Anak Nakal, Bagaimana Mengatasinya? (2/3): Sebab Kenakalan Anak Menurut Syariat Islam<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://farm1.static.flickr.com/34/116811768_ed57f12c16.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://farm1.static.flickr.com/34/116811768_ed57f12c16.jpg" width="320" /></a></div><b>Sebab kenakalan anak menurut syariat Islam</b><br />
Termasuk sebab utama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum, adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ</div>“<i>Iblis (setan) berkata, ‘Karena Engkau telah menghukumi saya tersesat, sungguh saya akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat kepada-Mu).’</i>” (QS. Al-A’raf: 16-17).<span id="more-289"></span><br />
Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan ke dunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa.<br />
Dalam sebuah hadits <i>qudsi,</i> Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman, yang artinya, “<i>Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam)</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn1">[1]</a><br />
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “<i>Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) yang berasal dari setan.</i>“<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn2">[2]</a><br />
Perhatikanlah hadits yang agung ini! Betapa setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka dilahirkan ke dunia. Padahal, bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia, dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah dewasa dan mengenal semua godaan tersebut?<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn3">[3]</a><br />
Di samping sebab utama di atas, ada faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan akhlak pada anak, berdasarkan keterangan dari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam.</i><br />
<br />
Di antara faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:<br />
<b>Pertama, pengaruh didikan buruk kedua orangtua</b><br />
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, “Semua bayi (manusia) dilahirkan di atas <i>fithrah</i> (kecenderungan menerima kebenaran Islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn4">[4]</a><br />
Hadits ini menunjukkan bahwa semua manusia yang dilahirkan di dunia memiliki hati yang cenderung kepada Islam dan tauhid, sehingga kalau dibiarkan dan tidak dipengaruhi maka nantinya dia akan menerima kebenaran Islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk, bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn5">[5]</a><br />
Syekh Bakr Abu Zaid berkata, “Hadits yang agung ini menjelaskan sejauh mana pengaruh dari kedua orangtua terhadap (pendidikan) anaknya, dan (pengaruh mereka dalam) mengubah anak tersebut dalam penyimpangan dari konseuensi (kesucian) fitrahnya kepada kekafiran dan kefasikan….<br />
(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah) jika seorang ibu tidak memakai <i>hijab</i> (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan (kecantikannya di luar rumah), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan <i>mahram</i><i>-</i>nya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (yang berupa) praktik (nyata) bagi anaknya, untuk (mengarahkannya kepada) penyimpangan (akhlak) dan memalingkannya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji, berupa (kesadaran untuk) memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu. Inilah yang dinamakan ‘pengajaran pada <i>fitrah </i>(manusia)’.”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn6">[6]</a><br />
<br />
<b>Kedua, pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk</b><br />
Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i> bersabda, yang artinya, “<i>Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat menempa besi). Maka, penjual minyak wangi bisa jadi memberimu minyak wangi atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat menempa besi), bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal) kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya.</i>”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn7">[7]</a><br />
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena adanya pengaruh baik yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka. Hadits tersebut sekaligus menunjukkan larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka.<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn8">[8]</a><br />
<br />
<b>Ketiga, sumber bacaan dan tontonan</b><br />
Pada umumnya, anak-anak mempunyai jiwa yang masih polos, sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apa pun yang dilihat dan didengarnya dari sumber bacaan atau berbagai tontonan.<br />
Apalagi, memang kebiasan meniru dan mengikuti orang lain merupakan salah satu watak bawaan manusia sejak lahir, sebagaimana sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">الأرواح جنود مجندة، فما تعارف منها ائتلف وما تناكر اختلف</div>“<i>Ruh-ruh manusia adalah kelompok yang selalu bersama. Maka, yang saling bersesuaian di antara mereka akan saling berdekatan, dan yang tidak bersesuaian akan saling berselisih</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn9">[9]</a><br />
Oleh karena itulah, metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk diteladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat.<br />
Syekh Abdurrahman as-Sa’di berkata ketika menafsirkan firman Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ</div>“<i>Dan semua kisah para rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman</i>.” (QS. Hud: 120).<br />
Beliau berkata, “Yaitu, supaya hatimu tenang dan teguh (dalam keimanan), dan (supaya kamu) bersabar seperti sabarnya para rasul <i>‘alaihimus sallam</i>, karena jiwa manusia (cenderung) senang meniru dan mengikuti (orang lain), dan (ini menjadikannya lebih) bersemangat dalam beramal shalih, serta berlomba dalam mengerjakan kebaikan….”<a href="http://manisnyaiman.com/sebab-kenakalan-anak-menurut-syariat-islam/#_ftn10">[10]</a><br />
<div style="text-align: center;">-bersambung <i>insya Allah</i>-</div>Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A<br />
Artikel <a href="http://www.manisnyaiman.com/">www.manisnyaiman.com</a>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-58903897923693155252010-12-09T20:41:00.004+07:002010-12-09T20:41:00.573+07:00Pilihlah Karena Agamanya...<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://oz-elizabeth.com/WalimahHome.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="266" src="http://oz-elizabeth.com/WalimahHome.jpg" width="320" /></a></div>Perasaan bahagia menyelimuti hati Faizul Haq-bukan nama sebenarnya. Kebahagiaan yang sulit untuk ia lukiskan. Barangkali, hari itu adalah hari yang paling bersejarah dalam hidupnya, hari yang penuh suka cita. Hari dimana ia telah dipertemukan dengan dambaan hati, 'buruan' cinta. Senyum mengembang di langit wajahnya.<br />
<br />
Bahkan air mata bahagia dan haru menetes mengairi taman hatinya yang rindu akan belaian cinta dan kasih sayang. Ia telah berani melangkah, demi menyelamatkan iman, agama dan hatinya.<br />
<br />
Mesjid Assalam di Kairo menjadi saksi bisu akad nikah dan walîmatul 'urs Faizul Haq dengan Sabira Husna-bukan nama sebenarnya. Hari dimana dua makhluk Allah bertemu dalam cinta kasih yang sah, terikat dalam mîtsâqan ghalîzhan. Kepada kedua pengantin setangkai bunga do'a dari hati yang tulus kami persembahkan,<em> "Bâkarakallâhu laka, wabâraka 'alaika, wajama'a bainakumâ fî khairin." </em>Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, amin.<br />
<br />
Faiz telah menempuh jalan yang lurus, jalan yang selamat dan diridhai Allah. Jalan orang-orang yang merindukan kejernihan hati dan ketentraman jiwa. Berbeda dengan mereka yang menempuh jalan menyimpang. Jalan orang-orang yang hatinya telah dikotori oleh kotoran setan dan nafsu. Orang-orang tertipu yang memilih kesenangan sesaat. Jalan laki-laki yang pengecut, pengumbar hawa nafsu dan jalan wanita-wanita yang bodoh, yang suka mengobral dan menjual kemuliaan diri.<br />
<br />
Tidak dipungkiri, Faizul Haq telah merancang dari jauh hari bagaimana ia menyiapkan hari yang bersejarah dalam hidupnya. Bagaimana ia menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan. Mulai dari ilmu, mental, finansial, dan kesehatan fisik. Barangkali keinginan menikah telah menjadi humum Faiz sejak beberapa tahun kebelakang, sebagaimana yang juga bergejolak dalam hati banyak anak muda. Kerinduan yang tak lagi tertahankan untuk berjumpa sang kekasih dambaan jiwa. Kerinduan untuk bisa memadu hati, menumpahkan segala keluh-kesah dan gelora jiwa.<br />
<div style="text-align: center;">***</div>Setiap laki-laki yang soleh mendambakan seorang istri yang solehah. Istri yang ketika dilihat menyenangkan hati, ketika diperintah ia patuh, ketika ditinggalkan ia menjaga harta dan dirinya, dan ketika salah ia mau diingatkan. Istri solihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia.<br />
<br />
Ia ibarat sebuah madrasah yang kelak didalamnya anak-anak yang lahir akan dibesarkan, dididik dan dibina. Bijak dan tepat memilih calon istri sebelum menikah adalah diantara faktor kebahagiaan rumah tangga. Salah dalam memilih akan berisiko dikemudian hari. Dengan demikian, jangan tergesa-gesa menentukan pilihan, tapi kalau sudah nampak yang cocok dengan persepsi dan keinginan hendaknya segera mengajukan lamaran. Karena biasanya sesuatu yang berharga dan bernilai tinggi menjadi rebutan banyak orang... <br />
<br />
Istri solehah akan selalu menjadi sumber kekuatan, tempat bertenang ketika gelisah melanda jiwa, tempat berbagi ketika resah menghimpit hati. Istri solihah bukanlah tipe wanita materialistis, yang ketika ada uang, abang disayang, nggak ada uang abang jangan pulang atau piring melayang. Sabar disaat kesulitan melanda, qana`ah dengan apa yang ada dan bersyukur ketika mendapat kelebihan rezki. Bagi seorang istri solihah keridhaan suami adalah diatas segalanya, walau ia harus melawan keinginannya.<br />
<br />
Hidupnya seluruhnya ia abdikan untuk suami dalam rangka beribadah dan ketaatan pada Allah. Istri solehah adalah ibarat taman indah nan penuh pesona. Tak lelah mata memandang keindahan budi pekerti dan tingkah lakunya.<br />
<br />
Istri solehah selalu dirindu dan dikenang. Rindu pada belaian lembutnya, rindu pada teguran halusnya, rindu akan senyum tulusnya, rindu pada wajahnya yang teduh, air mukanya yang jernih dan rindu pada kata-katanya yang mesra. Hati akan resah bila lama tidak berjumpa, bila jarak telah memisahkan. Hati akan gelisah bila satu hari tidak bertemu. Karena cinta yang telah tenggelam dalam samudera hati, cinta akan kebaikan dan kebagusan akhlaknya. Sungguh benar apa yang disampaikan Rasulullah bahwa memilih wanita solehah akan membahagiakan seseorang di dunia dan di akhirat.<br />
<br />
Untuk calon suami, pilihlah seorang calon istri yang telah dikenal baik akhlak dan agamanya. Utamakanlah itu atas segalanya. Dan jangan lupa untuk juga mempersiapkan diri menjadi seorang suami yang soleh. Dan bagi seorang calon istri, bila datang seorang laki-laki yang Anda kenal baik agama dan akhlaknya dan Anda memang telah siap untuk menikah, janganlah menolak, tapi terimalah niat baiknya dengan hati yang terbuka. Dan jangan lupa untuk mempersiapkan diri Anda menjadi bidadari baginya di dunia dan di akhirat.<br />
<br />
Istri solehah adalah harta yang paling berharga dan bernilai tinggi yang tiada duanya. Sungguh beruntung dan berbahagia seseorang yang dikaruniai seorang Bidadari Dunia. Hidup akan penuh dengan kebaikan dan ketaatan. Hidup yang selalu bersemangat, penuh cinta dan cita-cita mulia.<br />
<br />
Aa Gym pernah berkata, "Istri solehah adalah sebaik-baik keindahan, kata-katanya menyejukkan kalbu, ia bagaikan bidadari surga yang hadir di dunia. Ia adalah istri yang meneguhkan jihad suami, penebar rahmat bagi rumah tangga, cahaya dunia dan akhirat."<br />
<br />
Beberapa orang pernah datang kepada saya, curhat tentang keinginan mereka untuk menikah. Yang datang pun bervariasi, dengan berbagai permasalahan yang mereka miliki. Setiap yang datang selalu saya berikan dorongan untuk tidak ragu melangkah ketika melihat diri telah siap. Siap yang tidak saya artikan sebatas modal kemauan, namun konkritnya ada bekal yang telah dimiliki untuk membina rumah tangga. Juga melihat kesiapan dengan kejernihan hati dan pikiran, bukan dengan kacamata nafsu dan setan.<br />
<br />
Harus ada kesadaran yang penuh ketika merespon dorongan-dorongan yang muncul dalam hati.<br />
<br />
Fakta telah banyak berbicara, tentang orang-orang yang menikah hanya untuk melampiaskan hasrat nafsu yang tak lagi bisa ditahan. Apa yang terjadi adalah, hubungan yang tidak pernah harmonis dan sering terjadi cekcok antara suami-istri hanya disebabkan permasalahan sepele. Karena masih didominasi oleh sikap kekanak-kanakan dan sikap yang cenderung egois, emosian, sentiment dan penuh curiga.<br />
<br />
Ketika seseorang ingin ikut serta dalam sebuah perlombaan, kesiapan yang ia miliki menjadi tolak ukur kesuksesannya. Jika ia mempersiapkan diri dengan matang, peluang untuk menang akan terbuka dihadapannya. Tapi ketika persiapan yang ia miliki apa adanya, maka hasilnyapun akan jauh dari yang diharapkan. Tidak hanya dalam perlombaan, tapi dalam setiap dimensi kehidupan yang kita jalani, adanya kesiapan sangat menentukan kesuksesan kita.<br />
<br />
Pernikahan tidak hanya semata hubungan biologis, kalau kita memaknai demikian, tentu tidak berbeda cara pandang kita dengan hewan. Namun dengan menikah ada nilai-nilai yang ingin kita raih, ada tugas, amanah dan kewajiban yang harus ditunaikan dan dipertanggung jawabkan. Ibarat kita ingin mendirikan sebuah gedung diatas sebidang tanah. Ketika pondasi yang dibangun kuat, pondasi akan tetap kokoh dan gedung tidak akan runtuh. Sedangkan bila pondasi lemah, besar kemungkinan gedung tidak akan bertahan lama dan akan cepat roboh.<br />
<br />
Pada intinya, kita perlu mempersiapkan diri, dan itu sudah menjadi keharusan. Siapkan ilmunya, mental, kesehatan dan finansial. Dan yang paling utama kita harus memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Kita harus terus berupaya untuk meraih kedudukan taqwa. Dengan ketaqwaan segala kesulitan akan menemukan jalan keluarnya. Allah. telah menjanjikan, bahwa barang siapa yang bertaqwa maka Allah. akan memberinya jalan keluar terhadap kesulitan yang ia hadapi dan memberinya rezki dari arah yang tidak ia duga.<br />
<br />
Dari sekarang, binalah hubungan yang baik dengan Allah dan dengan orang lain. Latihlah diri Anda dalam ketaatan, gemar berbuat kebaikan dan rajin beribadah. Latihlah diri Anda dengan perilaku yang mulia sehingga ia menjadi kebiasaan Anda. Dan bila diri Anda telah siap, maka melangkahlah dengan yakin. Adanya kekurangan ekonomi janganlah jadikan penghalang utama. Anda harus yakin rezki setiap hamba telah ditentukan kadarnya oleh Allah. Bukankah itu suatu hal yang menggembirakan. Anda tidak perlu merasa susah, tinggal Anda berusaha untuk menjemput rezki itu.<br />
<br />
Dan terakhir, jangan salah pilih, jangan tertipu dengan penampilan luar, pilihlah dengan hati dan pikiran yang jernih. Jangan memilih dengan landasan nafsu dan bisikan setan. Utamakanlah agama diatas segalanya, dengan demikian kita akan bahagia sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah.<br />
<br />
Jadi, jangan tunda lagi kalau Anda sudah siap, bersegeralah ...!<br />
<br />
marif_assalman@yahoo.com<br />
(sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-12089785323329320472010-12-08T16:51:00.003+07:002010-12-08T16:51:00.549+07:00Yakub Chisir: 11 Tahun Hafidz Quran dari Negara Yang Terjajah Russia<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitfEyajNyV3JeLnrlqJ7s15KaRl6_fGBrEoUx_eERYVUwuKqd5f1ZxBAHehurVRykKGSAOap0GjDo-sfr3iNMSgMSI9Pl5MANXjixed_c4jaEIHamc7QN7YKfnoId4EYLcgxQ4U0tOJESm/s320/canvas.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="239" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitfEyajNyV3JeLnrlqJ7s15KaRl6_fGBrEoUx_eERYVUwuKqd5f1ZxBAHehurVRykKGSAOap0GjDo-sfr3iNMSgMSI9Pl5MANXjixed_c4jaEIHamc7QN7YKfnoId4EYLcgxQ4U0tOJESm/s320/canvas.png" width="320" /></a>Asia Tengah adalah benteng Islam selama berabad-abad. Tidak seorang pun membaca sejarah Islam dapat mengabaikan pengaruh kota-kota seperti Bukhara atau Samarkand, yang menghasilkan para ulama besar Islam.<br />
Tetapi kondisi keimanan rakyat jatuh pada masa-masa sulit, terutama selama masa invasi Soviet dimana agama tak dianggap oleh Negara komunis itu dan ateisme disebarkan oleh Soviet. Namun api Islam itu, bagaimanapun, tetap menyala bahkan di masa yang paling sulit oleh beberapa penganut yang konsisten.<br />
Di antara mereka adalah keluarga Yakub yang diwakili Chishir Kazakhstan di yang baru saja menyelesaikan Alquran Internasional Dubai Award (DIHQA). Chishir adalah peserta termuda dalam perhelatan yang ke- 13 ini. Bocah berusia 11 tahun ini mempunyai suara yang merdu suara, dan memukau pada setiap tilawah Al-Qur'annya. Ia adalah sedikit bukti sejarah keluarganya berjuang untuk tetap hidup Islam di Asia Tengah.<br />
Chishir berasal dari sebuah desa kecil 40 km dari Astana, ibukota Kazakhstan. Ia belajar Al-Quran dari ayahnya, yang bekerja sebagai petani,selain menjadi guru Islam desa. “Ayah saya hanya mengingat beberapa bagian dari Al Quran karena ketika ia masih kecil, sangat berbahaya jika seseorang menghafal Al Quran. Akibatnya ia bersikeras bahwa saya menghafal seluruh Al Quran karena dia ingin salah satu dari anak-anaknya untuk menjadi seorang hafiz, "kata Chishir.<br />
Chisir sendiri, fasih berbicara Rusia dan Persia, mulai menghafal kitab suci dari usia enam tahun. Ia butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan menghafal seluruh Al Qur'an, kata Omar Mousa, yang merupakan wali Chishir dan penerjemah di acara itu.<br />
Mousa mengungkapkan bahwa keluarganya juga menderita penganiayaan karena keyakinan agama mereka selama era Soviet. Mousa yang bekerja untuk Al-Ihsan Association, sebuah badan amal yang menjalankan sekolah-sekolah Islam dan masjid-masjid di empat negara Asia Tengah, diasingkan secara paksa dari tanah kelahirannya Daghestan ke Kazakhstan karena dia berasal dari keluarga Muslim. Meskipun bahaya bagi kehidupan mereka, keluarga Mousa bersikeras menerapkan Islam, meskipun secara rahasia.<br />
"Aku ingat ketika aku masih kecil ayahku akan bangun larut malam sekitar jam 2 pagi, pergi ke rumah seorang sarjana untuk belajar tentang Islam. Mereka akan belajar sampai Shubuh, dan setelah itu mereka kemudian pergi bekerja.<br />
"Bahaya yang mereka hadapi itu sangat besar karena jika mereka telah ditangkap mereka akan dikirim ke penjara di Siberia, yang berarti kematian," ia mengenang.<br />
Namun, setelah jatuhnya Uni Soviet, situasi di Kazakhstan membaik secara dramatis. Larangan tentang praktik agama dicabut dan masjid berkembang.<br />
"Dewasa ini kita melihat lebih banyak dan lebih banyak orang akan kembali ke Islam. Masjid pada hari Jumat dipenuhi dengan orang-orang untuk shalat. Meskipun beberapa dari mereka tidak tahu bagaimana harus shalat, karena mereka masih belajar, "katanya.<br />
Mousa menunjukkan bahwa ketika mereka membuka sekolah Islam pertama mereka pada tahun 1998 mereka harus pergi keluar untuk merekrut siswa dan nyaris kelas tidak pernah diisi. Tapi sekarang jumlah siswa sekolah luar biasa dan seirng kali tidak dapat mengatasi meningkatnya jumlah siswa.<br />
Mousa mendesak negara-negara Arab untuk membantu organisasi-organisasi Islam di Asia Tengah. "Kita perlu membangun lebih banyak seminari Islam, mesjid dan panti-panti asuhan. Bangsa kita perlu dididik mengenai warisan Islam mereka yang kaya, "katanya.<br />
sa.arabnews (eramuslim.com)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-72983531653099633582010-12-07T09:38:00.001+07:002010-12-13T09:45:46.323+07:00Fatwa Ulama Tentang Ucapan Selamat Tahun Baru Hijriyah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.campur-aduk.com/wp-content/uploads/2009/12/bulan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="229" src="http://www.campur-aduk.com/wp-content/uploads/2009/12/bulan.jpg" width="320" /></a></div> <em>Oleh</em> <b>Voice of Al-Islam (voa-islam.com)</b><br />
Segala puji bagi Allah shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad kepada keluarganya, para sahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. <em>Amma ba’du.</em><br />
Para pembaca yang dirahmati Allah, sebentar lagi kita akan meninggalkan tahun 1431 Hijriyah dan akan memasuki tahun baru hijriyah 1432, sebagian besar kaum muslimin telah mempersiapkan perayaan untuk tahun baru islam tersebut, di antaranya dengan bertukar ucapan selamat satu sama lain maka apa kedudukan ucapan selamat tahun baru hijriyah dari sisi syar’i?<br />
Di bawah ini kami mengutip beberapa fatwa ulama kibar dalam hal ini:<br />
<br />
1. <strong>Syeikh Ibnu Bazz</strong> <em>rahimahullah</em> pernah <strong>ditanya</strong>:<br />
Kami pada permulaan tahun baru hijriyah, dan sebagian orang saling bertukar ucapan selamat tahun baru hijriyah, mereka mengucapkan: (setiap tahun semoga kalian dalam kebaikan), maka apa hukum syar’ie terkait ucapan selamat ini?<br />
<strong>Jawaban</strong>:<br />
Ucapan selamat tahun baru hijriyah kami tidak mengetahui dasarnya dari para salaful shalih, dan saya tidak mengetahui satupun dalil dari sunah maupun kitabullah yang menunjukkan pensyariatannya, tetapi siapa saja yang memulaimu dengan ucapan itu maka tidak mengapa kamu menjawabnya seperti itu, jika dia mengatakan: setiap tahun semoga anda dalam kebaikan maka tidak mengapa kamu menjawabnya semoga anda seperti itu kami memohon kepada Allah bagi kami dan bagimu setiap kebaikan atau semacamnya, adapun memulainya maka saya tidak mengetahui dasarnya.<br />
<br />
2. <strong>Syeikh Ibnu Utsaimin</strong> <em>rahimahullah</em> pernah ditanya mengenai ucapan selamat tahun baru hijriyah:<br />
<strong>Pertanyaan</strong>: Syeikh yang mulia! anda membahas tentang tahun baru, maka apa hukum ucapan selamat tahun baru hijriyah? Dan apa kewajiban kita terhadap mereka yang mengucapkan selamat?<br />
<strong>Beliau menjawab</strong>:<br />
Jika seseorang mengucapkan selamat kepadamu maka jawablah, tapi jangan kamu memulainya, inilah pendapat yang benar dalam masalah ini, misalnya seandainya seseorang mengucapkan kepadamu: kamu mengucapkan selamat tahun baru kepadamu, maka dijawab: semoga Allah mengucapkan selamat kebaikan untukmu dan menjadikannya tahun kebaikan dan keberkahan. Tetapi jangan kamu memulainya, karena saya tidak mengetahui adanya riwayat dari para salaful shalih bahwa mereka dahulu mengucapkan selamat tahun baru hijriyah, bahkan ketahuilah bahwa para salaf belum menjadikan bulan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali pada masa khilafah Umar bin Khattab <em>radhiyallahu anhu</em>.<br />
(Pertemuan bulanan ke 44 diakhir tahun 1417 H).<br />
Dan beliau juga pernah <strong>ditanya</strong>: Syeikh yang mulia, apa pendapat anda mengenai tukar menukar ucapan selamat pada awal tahun baru hijriyah?<br />
<strong>Jawaban:</strong><br />
Saya berpendapat bahwa memulai ucapan selamat pada awal tahun baru hijriyah tidak mengapa, namun tidak disyariatkan dalam artian: kami tidak mengatakan kepada orang: sesungguhnya disunahkan bagi kalian untuk saling menyampaikan ucapan selamat, tetapi jika mereka melakukannya tidak mengapa, namun sepatutnya juga apabila dia mengucapkan selamat tahun baru supaya memohon kepada Allah supaya menjadikannya tahun kebaikan dan keberkahan, lalu orang lain menjawabnya. Inilah pendapat kami dalam masalah ini yang merupakan perkara kebiasaan dan bukan termasukan perkara ibadah.<br />
(pertemuan terbuka ke: 93 hari Khamis tanggal 25 bulan Dzul Hijjah tahun 1415H).<br />
Dan beliau juga pernah <strong>ditanya</strong>: apakah boleh mengucapkan selamat awal tahun baru?<br />
<strong>Beliau menjawab:</strong><br />
Ucapan selamat dengan kedatangan tahun baru hijriyah tidak ada dasarnya dari perbuatan para salaful shalih, maka kamu jangan memulainya, tetapi jika seseorang mengucapkan selamat kepadamu jawablah, karena ini sudah menjadi kebiasaan ditengah-tengah manusia, meskipun phenomena ini sekarang berkurang, karena Alhamdulillah sebagian orang sudah memahaminya, padahal sebelumnya mereka saling bertukar kartu ucapan selamat tahun baru hijriyah.<br />
<strong>Penanya:</strong> apa bunyi ucapan yang saling disampaikan manusia?<br />
<strong>Beliau menjawab:</strong><br />
Yaitu mereka mengucapkan selamat atas datannya tahun baru, dan kami memohon kepada Allah mengampuni yang telah berlalu pada tahun kemarin, dan supaya memberikan pertolongan kepadamu untuk menghadapi masa depan atau semacam itu.<br />
<strong>Penanya:</strong> apakah diucapkan: setiap tahun semoga kalian dalam kebaikan?<br />
Beliau menjawab: tidak, setiap tahun semoga kalian dalam kebaikan tidak diucapkan dalam Idul Adha maupun Idul Fitri atau di tahun baru.<br />
(perjumpaan terbuka ke: 202 pada hari Khamis tanggal 6 Muharram tahun 1420H).<br />
<br />
3. <strong>Syeikh Shalih Al-Fauzan</strong> <em>hafidhohullah</em> pernah <strong>ditanya</strong>:<br />
Syeikh yang mulia semoga Allah memberikan anda taufik, kebanyakan manusia saling bertukar ucapan selamat tahun baru hijriyah, maka apa hukum ucapan selamat atas kedatangannya? Diantara ucapan mereka: semoga menjadi tahun bahagia, atau ucapan mereka: semoga kalian setiap tahun dalam kebaikan, apakah ini disyariatkan?<br />
<strong>Jawaban:</strong><br />
“ini adalah bid’ah, ini bid’ah dan menyerupai ucapan selamat orang-orang Nasrani dengan tahun baru masehi, dan ini sesuatu yang tidak pernah dilakukan para salaf, dan juga tahun baru hijriyah adalah istilah para sahabat radhiyallahu anhum untuk penaggalan muamalat saja, mereka tidak menganggapnya hari raya dan mereka mengucapkan selamat atasnya atau, ini tidak ada dasarnya, para sahabat menjadikannya untuk penanggalan muamalat dan mengatur muamalat saja.”<br />
<br />
4. Fatwa <strong>Syeikh Abdul Karim Al-Khidhir</strong> mengenai ucapan selamat tahun baru hijriyah:<br />
Doa kepada seorang muslim dengan doa umum yang lafalnya tidak diyakini sebagai ibadah dalam beberapa peringatan seperti hari-hari raya tidak mengapa, apalagi apabila maksud dari ucapan selamat ini untuk menumbuhkan kasih sayang, menampakkan kegembiraan dan keceriaan pada wajah muslim lain. Imam Ahmad rahimahullah berkata: saya tidak memulai ucapan selamat, jika seseorang memulaiku dengan ucapan selamat maka saya suka menjawabnya karena menjawan ucapan selamat wajib, adapun memulai ucapan selamat tidak ada sunah yang diperintahkan dan juga bukan termasuk perkara yang dilarang.<br />
<strong>Kesimpulan</strong><br />
Dari beberapa fatwa diatas dapat dipahami bawa para ulama kibar sebagian membolehkan menjawab ucapan selamat saja tidak untuk memulainya, namun kita tidak menganggapnya perkara bid’ah yang besar karena hal itu lebih kepada adat kebiasaan bukan diyakini sebagai ibadah yang disyariatkan.<br />
Tapi sebaiknya kita menjelaskan kepada umat bahwa hal itu tidak ada dasarnya sehingga mereka tidak berlebih-lebihan dalam ucapan selamat, karena kuatir terjatuh dalam perkara bid’ah dan menyerupai kaum nasrani sebagaimana fatwa Syeikh Shalih Al-Fauzan <em>hafidohullah.</em><br />
Namun kita tidak disyariatkan untuk merayakannya seperti kita merayakan hari-hari raya karena perayaan sebagai bentuk ibadah dan ibadah sifatnya <em>tauqifiyah.</em><br />
<em>Wallahu A’lam bishowab.</em><br />
(ar/<a href="http://voa-islam.com/">voa-islam.com</a>)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-89935346990617891462010-12-07T05:16:00.000+07:002010-12-07T05:16:02.360+07:00Puasa Asyura dan Bulan Muharram<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGHnvfhZWNcPUfjvmWhZBfyZQwgYaQQvreLuVAcCsBfe2AzaSzM8gj-IUVNq5SZiP9iDOqzj2hK9BosjbiZKffFjvniGabM_f6pXBpthAIy_mpaQqKXZOunfU-P4rskDttNEsQNRS3L5A/s1600/muharram.gif" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="247" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGHnvfhZWNcPUfjvmWhZBfyZQwgYaQQvreLuVAcCsBfe2AzaSzM8gj-IUVNq5SZiP9iDOqzj2hK9BosjbiZKffFjvniGabM_f6pXBpthAIy_mpaQqKXZOunfU-P4rskDttNEsQNRS3L5A/s320/muharram.gif" width="320" /></a></div>Sesungguhnya bulan Allah Muharram merupakan bulan yang agung lagi penuh berkah, Muharram adalah awal bulan pada tahun hijriyah dan termasuk salah satu dari bulan-bulan haram, sebagaimana firman Allah سبحانه وتعلى yang artinya :<br />
<br />
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At Taubah :36)<br />
<div align="justify"> <br />
Adapun maksud dari firman Allah سبحانه وتعلى :Janganlah kamu menganiaya diri kamu yakni, pada bulan-bulan haram karena kesalahan atau dosa yang dikerjakan waktu itu lebih besar dibandingkan dengan kesalahan atau dosa yang dikerjakan pada bulan-bulan selainnya. Berkata Qatadah رحمه الله : “Sesungguhnya kezholiman yang dikerjakan pada bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan jika dikerjakan di luar bulan-bulan haram, walaupun sebenarnya kezholiman di dalam segala hal dan keadaan merupakan dosa besar akan tetapi Allah سبحانه وتعلى senantiasa mengagungkan dan memuliakan beberapa perkara/urusan menurut kehendakNya”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat At Taubah: 36).<br />
<br />
Diriwayatkan dari Abu Bakrah , Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda : <br />
</div><div align="right">...<strong><span style="font-size: small;">السَّــنَةُ اثْــنَا عَشَرَ شَـهْرًا مِنْـهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَــاتٌ ذُو الْـقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَـيْنَ جُمَادَى وَشَعْـبَانَ رواه البخاري</span></strong><br />
</div><div align="justify">“…Setahun terdiri dari dua belas bulan di dalamnya terdapat empat bulan haram, tiga diantaranya berurutan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan keempat adalah Rajab yang diantarai oleh Jumadil (awal dan tsani) dan Sya’ban” (HR. Bukhari) <br />
<br />
Dinamakan Muharram karena tergolong bulan haram dan sebagai penekanan akan keharamannya.<br />
<br />
<strong>Keutamaan Memperbanyak Puasa Sunnah Pada Bulan Muharram :</strong><br />
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu ia telah berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda : </div><div align="right"><strong><span style="font-size: small;">أَفْضَلُ الصّـِيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ رواه مسلم</span></strong><br />
</div><div align="justify">“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram” (HR. Muslim).<br />
<br />
Lafadz "شهر الله" (Bulan Allah), penyandaran “Bulan” kepada “Allah” dimaksudkan sebagai bentuk pengagungan-Nya kepada bulan tersebut. Imam Alqari رحمه الله berkata: Nampaknya maksud dari hadits tersebut adalah berpuasa pada seluruh bulan Muharram”.<br />
<br />
Akan tetapi telah diriwayatkan, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم tidaklah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan saja, jadi hadits ini hanya menunjukkan keutamaan memperbanyak puasa pada bulan Muharram, bukan berpuasa dengan sebulan penuh.<br />
<br />
Dan telah diriwayatkan juga bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم senantiasa memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban, hal ini mungkin dikarenakan belum turunnya wahyu kepada beliau yang menjelaskan tentang keutamaan bulan Muharram kecuali pada akhir hayatnya sebelum beliau sempat berpuasa pada bulan tersebut. (Lihat Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi)<br />
<br />
<strong> Sejarah ‘Asyura :</strong><br />
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما telah berkata:</div><div align="right"><span style="font-size: small;"><strong>قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم الْمَدِينَةَ فَرَأَى الْيَهُودَ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ : مَا هَذَا ؟ قَالُوا : "هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوسَى" قَالَ فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْـكُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ رواه البخاري</strong></span> </div><div align="justify">“Setelah Nabi صلى الله عليه وسلم tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, beliau bekata: “apakah ini?”, mereka menjawab: “Ini adalah hari yang baik dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh-musuhnya hingga Musa berpuasa pada hari itu”, selanjutnya beliau berkata: “Saya lebih berhak atas Musa dari kalian”, maka beliau berpuasa dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa pada hari itu (HR. Bukhari).<br />
<br />
Sebenarnya puasa ‘Asyura telah dikenal pada zaman jahiliyah sebelum datangnya zaman nubuwwah, dari Aisyah رضي الله عنها ia telah berkata: <br />
</div><div align="right"> <span style="font-size: small;"><strong>أَنَّ قُرَيــْشًا كَانَتْ تَصُومُ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ( رواه البخاري</strong></span><br />
</div><div align="justify"> “Sesungguhnya orang-orang jahiliyah juga berpuasa pada hari itu…”. (HR. Bukhari) <br />
<br />
Imam Qurthubi رحمه الله berkata: “Mungkin orang-orang Quraisy waktu itu masih berpegang dengan syariat sebelumnya seperti syariat Nabi Ibrahim Alaihissalam, dan juga telah diriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم berpuasa ‘Asyura di Makkah sebelum hijrah ke Madinah dan setibanya di Madinah beliau kemudian menemukan orang-orang Yahudi merayakan hari itu, maka Nabi menanyakan hal tersebut dan mereka berkata sebagaimana telah disebutkan di dalam hadits yang lalu, lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk me-nyelisihi kebiasaan mereka yang menjadikan ‘Asyura sebagai hari raya, sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Abu Musa Radhiyallahu Anhu :<br />
</div><div align="right"><span style="font-size: small;"><strong>كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَ تَـتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم صُومُوهُ أَنْـتُمْ , رواه مسل</strong><strong>م</strong></span><br />
</div><div align="justify"> “‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan mereka menganggapnya sebagai hari raya” Maka Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: “Berpuasalah kalian pada hari itu” (HR. Muslim).<br />
<br />
<strong>Keutamaan Puasa ‘Asyura :</strong><br />
Dari Ibnu Abbas رضي الله عنهما telah berkata: </div><div align="right"><strong><span style="font-size: small;">مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَـتَحَرَّى صِيَامَ يـَوْمٍ فَضَّــلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيـَـوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّـهْرَ يَعْنِي شَـهْرَ رَمَضَانَ رواه البخاري</span></strong><br />
</div><div align="justify"> “Saya tidak melihat Nabi صلى الله عليه وسلم memperhatikan satu hari untuk berpuasa yang beliau utamakan dari selainnya, kecuali pada hari ini yakni hari ‘Asyura dan bulan ini yakni bulan Ramadhan” (HR. Bukhari). <br />
<br />
Dari Abu Qadah Radhiyallahu Anhu, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: </div><div align="right"> <span style="font-size: small;"><strong>صِيَامُ يـَوْمِ عَاشُورَاءَ إِنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّــنَةَ الَّتِي قَــبْلَهُ رواه الترمذي</strong></span><br />
</div><div align="justify"> “Puasa hari ‘Asyura, Aku berharap kepada Allah untuk menghapus dosa pada satu tahun sebelumnya.” (HR. Tirmidzi) <br />
<br />
Hal ini sangat jelas merupakan keutamaan Allah bagi kita yang menghapus dosa setahun hanya dengan berpuasa sehari saja, sesungguhnya Allahlah Pemilik keutamaan yang agung.<br />
<br />
<strong> Apakah Hari ‘Asyura Itu? </strong><br />
Imam Nawawi رحمه الله berkata: ‘Asyura dan tasu’a adalah dua nama yang sudah masyhur (terkenal) di dalam buku-buku bahasa (arab), ‘ulama mazhab kami berkata: ‘Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram dan Tasu’a adalah hari kesembilan pada bulan tersebut, sebagaimana menurut pendapat kebanyakan ‘ulama.Penamaan itu dapat diketahui berdasarkan lafazhnya dan keumuman hadits-haditsnya, dan pendapat inilah yang terkenal dikalangan ahli bahasa".<br />
<br />
Ibnu Qudamah رحمه الله berkata: ‘Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram, ini adalah pendapat Sa’id bin Al Musayyab dan Al Hasan, hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwasanya ia telah berkata: </div><div align="right"> <span style="font-size: small;"><strong>أَمَرَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِصَوْمِ عَاشُورَاءَ يَوْمُ الْعَاشِرِ, رواه الترمذي</strong></span><br />
</div><div align="justify"> “Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan berpuasa pada hari ‘Asyura, yaitu hari kesepuluh (dari bulan Muharram)”.(HHR. Tirmidzi).<br />
<br />
<strong> Disunnahkan Berpuasa Tasu’a Sebelum ‘Asyura :</strong><br />
Dari Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما telah berkata: </div><div align="right"> <span style="font-size: small;"><strong>حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا :"يـَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالـنَّصَارَى" فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم ) فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ ( قَالَ "فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم " رواه مسلم</strong></span><br />
</div>“Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan shahabatnya untuk berpuasa, mereka berkata: “Wahai Rasulullah sesungguhnya ‘Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Pada tahun mendatang Insya Allah kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan” dia (Ibnu Abbas) berkata: “akan tetapi beliau صلى الله عليه وسلم telah wafat sebelum tahun depan” (HR. Muslim). <br />
Imam Syafi’i, Ahmad, Ishak dan lainnya berkata : Disunnahkannya berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh, karena Nabi صلى الله عليه وسلم berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat berpuasa pada hari kesembilan.<br />
<br />
Maka dari itu puasa ‘Asyura bertingkat-tingkat : (pertama): hanya berpuasa pada hari kesepuluhnya saja, (kedua): berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh dan (ketiga) dengan memperbanyak puasa pada bulan tersebut.<br />
<br />
<strong> Hikmah Disunnahkannya Puasa Tasu’a :</strong><br />
Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Sebagian ‘ulama dari shahabat kami dan lainnya menyebutkan beberapa pendapat tentang hikmah disunnahkannya puasa Tasu’a, diantaranya adalah untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh”.<br />
<br />
<strong> Dosa Apakah Yang Dihapus Pada Puasa ‘Asyura :</strong><br />
Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Yang dihapus adalah semua dosa kecil dan tidak termasuk dosa besar”, (Lihat Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab juz 6 tentang puasa hari Arafah).<br />
<br />
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: “Bersuci, sholat, puasa Ramadhan, puasa hari Arafah dan ‘Asyura hanya dapat menghapus dosa-dosa kecil” (Lihat Al Fatawa Al Kubra juz 5).<br />
<br />
<strong> Bid’ah – Bid’ah ‘Asyura </strong><br />
Syaikhul Islam رحمه الله pernah ditanya tentang apa yang dilakukan oleh sebagian orang pada hari ‘Asyura, seperti memakai celak mata, mandi, mengolesi badan dengan daun pacar, saling berjabat tangan, memasak kacang-kacangan, menampakkan perasaan gembira, dan lain sebagainya, apakah kebiasaan-kebiasaan ini memiliki dasar di dalam agama atau tidak?<br />
<br />
Beliau menjawab : ”Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, sesungguhnya hal yang demikian itu sama sekali tidak disebutkan di dalam hadits-hadits nabi yang shohih dan juga tidak pernah dinukil dari para shahabat juga tabi’in, dan para ulama kaum muslimin termasuk Imam yang empat tidak mengangapnya sebagai sesuatu yang baik, dan tidak ada satu hadits pun baik yang shohih atau yang lemah berbicara mengenai hal itu, akan tetapi sebagian orang belakangan meriwayatkannya dari beberapa hadits seperti hadits yang berbunyi: “Barang siapa yang memakai celak pada hari ‘Asyura maka ia tidak akan tertimpa bencana pada tahun itu” dan semisalnya. Telah diriwayatkan di dalam hadits maudhu (palsu) lagi dusta yang disandarkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم : “Barang siapa yang melapangkan keluarganya (dalam nafkah belanja dsb) pada hari ‘Asyura maka Allah akan meluaskan baginya sepanjang tahun”.Riwayat-riwayat seperti ini adalah bentuk kedustaan terhadap Nabi صلى الله عليه وسلم<br />
<br />
Kemudian beliau رحمه الله menyebutkan secara ringkas apa yang terjadi pada umat terdahulu berupa fitnah, peristiwa-peristiwa dan kisah tentang pembunuhan Husain Radhiyallahu Anhu serta apa yang dilakukan oleh sebagian firqah setelah kejadian-kejadian itu, kemudian selanjutnya beliau berkata: “Maka firqah tersebut menjadi sesat dan zholim, di antara mereka ada yang kufur, munafik dan ada yang termasuk orang yang disesatkan. <br />
<br />
Di antara penyimpangannya antara lain mereka mencintai beliau (Husain) dan Ahlul Bait secara berlebihan, menjadikan hari ‘As-yura adalah hari berduka cita dan meratap, meraka menampakkan kebiasan-kebiasaan jahiliyah seperti menampar pipi, merobek-robek pakaian, saling memanggil dengan panggilan jahiliyah dan memperdengarkan syair-syair yang menyedihkan, padahal berita-berita tersebut kebanyakan dusta sehingga apa yang mereka perbuat hanya menambah dan melahirkan kesedihan, sikap fanatik, menyulut api peperangan dan menyebarnya fitnah diantara kaum muslimin serta merendahkan generasi terdahulu, sehingga keburukan dan bahaya mereka sampai-sampai tidak lagi dapat dihitung dan disebutkan oleh orang yang fasih. <br />
<br />
Karena itu muncullah beberapa kaum yang menyimpang yang sebagian mereka adalah orang-orang fanatik terhadap Husein رضي الله عنه dan keluarganya sedangkan lainnya ada-lah orang-orang jahil yang membalas keru-sakan dengan kerusakan, dusta dengan dusta, kejelekan dengan kejelekan, bid’ah dengan bid’ah. Mereka banyak memalsukan riwayat-riwayat sebagai dalil disyariatkannya bergembira pada hari ‘Asyura seperti mema-kai celak dan mencat kuku, pemberian nafkah kepada keluarganya, memasak makanan yang istimewa dan lainnya sebagaimana yang dilakukan pada hari raya. Mereka menjadikan Hari ‘Asyura sebagai suatu musim seperti layaknya hari raya dan waktu bersedih dan bergembira. Kedua kelompok tersebut menyimpang dan keluar dari sunnah.(Lihat Al Fatawa Al Kubra).<br />
<br />
Ibnu Al Hajjaj رحمه الله menyebutkan bahwa diantara bid’ah ‘Asyura adalah menyengaja untuk mengeluarkan zakat, sama saja jika mengeluarkannya di awal atau di akhir waktu, mengkhususkam memotong ayam ketika itu dan memakai daun pacar bagi wanita. (Lihat Al Madkhal juz 1 tentang hari ‘Asyura).<br />
<em> -Abu Muhammad- </em><br />
<em>[wahdah.or.id] </em>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-73849917718695111592010-12-06T05:00:00.002+07:002010-12-07T04:49:28.214+07:00Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Baru Hijriyah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZAki5fb8L3qiS_RMTLf8mZyvtb4GTCjzAkSLjfs13L6R79fkhBg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRZAki5fb8L3qiS_RMTLf8mZyvtb4GTCjzAkSLjfs13L6R79fkhBg" width="256" /></a></div>Sebentar lagi kita akan memasuki tanggal 1 Muharram 1432 H. Seperti kita ketahui bahwa perhitungan awal tahun hijriyah dimulai dari hijrahnya Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>.<br />
Lalu bagaimanakah pandangan Islam mengenai awal tahun yang dimulai dengan bulan Muharram? Ketahuilah bulan Muharram adalah bulan yang teramat mulia, yang mungkin banyak di antara kita tidak mengetahuinya. Namun banyak di antara kaum muslimin yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram atau awal tahun. Silakan simak pembahasan berikut.<br />
<br />
<span id="more-3422"></span><br />
<br />
<b>Bulan Muharram Termasuk Bulan Haram</b><br />
Dalam agama ini, bulan Muharram (dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah <i>Ta’ala</i> berikut.<br />
<div dir="rtl">إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ</div>”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36)<br />
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal. Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang dilakukan oleh Ahli Kitab.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn1">[1]</a><br />
Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi <i>shallallahu ’alaihi wa sallam </i>bersabda,<br />
<div dir="rtl">الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ</div>”<i>Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. </i><i>Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban</i>.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn2">[2]</a><br />
Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab. Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.<br />
<br />
<b>Di Balik Bulan Haram</b><br />
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan <i>haram</i>? Al Qodhi Abu Ya’la <i>rahimahullah </i>mengatakan, ”Dinamakan bulan <i>haram</i> karena dua makna.<br />
Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.<br />
Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn3">[3]</a><br />
Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”<br />
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn4">[4]</a><br />
<br />
<b>Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)</b><br />
Suri tauladan dan panutan kita, Rasulullah <i>shallallahu ’alaihi wa sallam</i> bersabda,<br />
<div dir="rtl">أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ</div>”<i>Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam</i>.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn5">[5]</a><br />
Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh <i>jalalah</i> Allah. Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh <i>jalalah</i> Allah, inilah yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn6">[6]</a><br />
Perkataan yang sangat bagus dari As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau <i>rahimahullah</i> mengatakan, ”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh <i>jalalah</i> ’Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan Muharram inilah yang menggunakan nama Islami. Nama bulan ini sebelumnya adalah <b>Shofar Al Awwal</b>. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun melakukan puasa <i>tathowwu’</i> (puasa sunnah) pada sebagian bulan, maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari seperti pada hari Arofah dan 10 Dzulhijah. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn7">[7]</a><br />
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua bulan adalah milik Allah?”<br />
Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram).<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn8">[8]</a><br />
Dengan melihat penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.<br />
<br />
<b>Menyambut Tahun Baru Hijriyah</b><br />
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?<br />
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,<br />
<div dir="rtl">لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ</div>“<i>Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya</i>.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn9">[9]</a> Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn10">[10]</a><br />
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.<br />
<br />
<b>Amalan Keliru dalam Menyambut Awal Tahun Hijriyah</b><br />
<b>Amalan Pertama</b><b>: Do’a awal dan akhir tahun</b><br />
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.<br />
Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.<br />
Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan.<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn11">[11]</a><br />
<b>Amalan kedua</b><b>: Puasa awal dan akhir tahun</b><br />
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.<br />
<div dir="rtl">مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً</div>“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”<br />
Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:<br />
<ol><li>Adz Dzahabi dalam <i>Tartib Al Mawdhu’at</i> (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.</li>
<li>Asy Syaukani dalam <i>Al Fawa-id Al Majmu’ah</i> (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.</li>
<li>Ibnul Jauzi dalam <i>Mawdhu’at</i> (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn12">[12]</a></li>
</ol>Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.<br />
<b>Amalan Ketiga</b><b>: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah</b><br />
Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />
<div dir="rtl">مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ</div><i>”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn13"><b>[13]</b></a></i><br />
<br />
<b>Penutup</b><br />
Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.<br />
Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam </i>bersabda,<br />
<div dir="rtl">مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا</div>“<i>Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.</i>”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn14">[14]</a><br />
Hasan Al Bashri mengatakan, “<i>Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu</i>.”<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftn15">[15]</a><br />
<i>Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.</i><br />
<br />
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, ST<br />
Sumber: <a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html" title="Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat">http://rumaysho.com</a><br />
<br />
<hr /><a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref1">[1]</a> <i>Latho-if Al Ma’arif</i>, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 217, Tahqiq: Yasin Muhammad As Sawas, Dar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref2">[2]</a> HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref3">[3]</a> Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy, tafsir surat At Taubah ayat 36, 3/173, Mawqi’ At Tafasir.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref4">[4]</a> Kedua perkataan ini dinukil dari Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref5">[5]</a> HR. Muslim no. 2812<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref6">[6]</a> Lihat <i>Tuhfatul Ahwadzi</i>, Al Mubarakfuri, 3/368, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref7">[7]</a> Lihat <i>Faidul Qodir</i>, Al Munawi, 2/53, Mawqi’ Ya’sub.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref8">[8]</a> <i>Syarh Suyuthi li Sunan An Nasa’i</i>, Abul Fadhl As Suyuthi, 3/206, Al Maktab Al Mathbu’at Al Islami, cetakan kedua, tahun 1406 H.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref9">[9]</a> T<i>afsir Al Qur’an Al ‘Azhim</i>, Ibnu Katsir, tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref10">[10]</a> Idem<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref11">[11]</a> Lihat Majalah Qiblati edisi 4/III.<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref12">[12]</a> Hasil penelusuran di <a href="http://dorar.net/">http://dorar.net</a><br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref13">[13]</a> HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref14">[14]</a> HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi<br />
<a href="http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2829-kekeliruan-dalam-menyambut-awal-tahun-baru-hijriyah.html#_ftnref15">[15]</a> <i>Hilyatul Awliya’</i>, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi.Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-35378834487252900442010-12-05T09:25:00.005+07:002010-12-09T13:24:14.581+07:00Tafsir Isti'adzah<div align="center"><b><span style="color: red;"><big><big><big> اعوذ بالله من الشيطان الرجيم </big></big></big></span></b></div><div style="text-align: center;"><b>"Aku memohon perlindungan kepada Allah dari Syetan yang terkutuk" </b></div><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLphZl0kmM3Du59s4T81W9b_JvyJJ1smTlR0GDTNAjwsknbOra7EmCcEUIB5EioaMS5Rr29gG2PM2s362B_v_CFv1y_JNF72ga2qOEs6sFSpQoipJ4DGiqBkerGU3bHbVQpu99WyMulLis/s320/shahro_ramadan_by_islamicwallpers.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLphZl0kmM3Du59s4T81W9b_JvyJJ1smTlR0GDTNAjwsknbOra7EmCcEUIB5EioaMS5Rr29gG2PM2s362B_v_CFv1y_JNF72ga2qOEs6sFSpQoipJ4DGiqBkerGU3bHbVQpu99WyMulLis/s320/shahro_ramadan_by_islamicwallpers.jpg" /></a></div><div align="justify"><b>Makna Al Isti'adzah</b><br />
Al Isti'adzah adalah kembali kepada Allah dan bergantung di sisiNya dari segala bentuk kejahatan. Dengan demikian, maka kalimat 'A'udzu billahi minasyaithani-rrajim' dapat diuraikan maknanya dengan : "Aku memohon perlindungan kepada Allah dari Syetan yang terkutuk agar ia tidak mencelakakanku dalam urusan agama dan duniaku, atau agar ia tidak menghalangiku untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepadaku, atau agar ia tidak mendorongku untuk melakukan apa yang dilarang". </div><div align="justify"><br />
</div><div align="justify"><b>Perbedaan Antara Syetan Manusia dan Syetan Jin</b><br />
Apa yang diungkapkan oleh seorang muslim dalam kalimat isti'adzah tersebut secara khusus ditujukan untuk menghadapi syetan yang tidak nampak wujudnya, atau yang sering dikenal dengan syetan dari kalangan jin. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan 'siasat' dalam menghadapi syetan dari kalangan manusia dan syetan dari kalangan jin. Bila terhadap syetan berwujud manusia kita diperintahkan untuk melakukan kebaikan demi membujuknya agar kembali ke tabi'atnya yang lurus dan tidak mengganggu kita lagi. Namun terhadap syetan yang berasal dari kalangan jin, kita diperintahkan untuk beristi'adzah karena mereka tidak bisa menerima suap dan hati mereka tidak tergugah dengan sikap dan perlakuan baik kita, sebab pada dasarnya tabiat asal mereka adalah tabiat jahat, dan tidak ada yang bisa melindungi kita dari mereka selain Yang menciptakan mereka ; Allah Azza wa Jalla. </div><div align="justify">Prinsip ini dijelaskan dengan sangat jelas dalam tiga bagian ayat-ayat Al Qur'an, yaitu : <br />
1. Firman Allah Ta'ala :</div><div align="right"><b><big> خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ إِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ</big></b></div><div align="justify">Jadilah engkau pema`af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma`ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh. Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.." (Al A'raf : 199-200) </div><div align="justify">2. Firman Allah Ta'ala : </div><div align="right"><b><big> وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ</big></b></div><div align="justify">"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan jika syaitan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Fushshilat : 34-36) </div><div align="justify">3. Allah Ta'ala berfirman : </div><div align="right"><b><big> ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُون َ. وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِين. وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ</big></b></div><div align="justify">"Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku." (Al Mu'minun : 96-98) </div><div align="justify">Perhatikanlah ketiga kelompok ayat ini ! Ketiganya menunjukkan bagaimana Allah Ta'ala memberikan petunjuk perlakuan yang berbeda dalam menghadapi syetan dari kalangan jin dan manusia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Maka semoga kita termasuk orang yang memahami dan mengamalkan petunjuk tersebut. </div><div align="justify"><br />
</div><div align="justify"><b>Tentang Syaitan</b><br />
Kata Syaitan dalam bahasa Arab kemungkinan berasal dari salah satu dari dua kata : Pertama, ia berasal dari kata Syathana ; sebuah kata kerja yang berarti telah menjauh. Berdasarkan ini, maka Syaitan itu adalah makhluq yang telah jauh menyimpang dari tabi'at kemanusiaan dan dengan kedurhakaan dan kefasikannya telah jauh dari segala kebaikan. Kedua, Bisa juga Syaitan berasal dari dari bentukan kata Syaatha yang menunjukkan bahwa ia tercipta dari api. </div><div align="justify">Para ulama berbeda pandangan dalam hal ini. Walaupun sebagian ulama berpandangan bahwa kedua asal kata itu semuanya benar, namun yang paling tepat adalah asal kata yang pertama yaitu bahwa kata Syaitan berasal dari syathana yang berarti menjauh dan menyimpang dari yang seharusnya. Itulah sebabnya –dalam bahasa Arab- makhluk manapun apakah ia berupa jin, manusia atau binatang yang membangkang disebut sebagai syaitan. <br />
Tentang adanya syaitan dari kalangan jin dan manusia, Allah Ta'ala mengatakan :</div><div align="right"><b><big> وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ</big></b></div><div align="justify">"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan." (Al An'am : 112)<br />
Sedangkan tentang syaitan dari kalangan manusia secara khusus, Rasulullah saw juga pernah berpesan kepada sahabat Abu Dzar –radhiallahu 'anhu- : "Wahai Abu Dzar, memohon perlindunganlah engkau kepada Allah dari syaitan-syaitan manusia dan jin." Maka Abu Dzar berkata : "Apakah pada bangsa manusia juga terdapat syaitan ?", beliau menjawab : "Iya." (HR. Ahmad)<br />
Adapun tentang syaitan dari kalangan makhluq lain (binatang), maka Rasulullah saw juga pernah mengatakan : "Shalat (seseorang) itu terputus (disebabkan oleh lewatnya) wanita, keledai dan anjing hitam (di depannya saat ia shalat-pen)." Sahabat Abu Dzar bertanya : "Wahai Rasulullah, mengapa (hanya) anjing hitam (saja), tidak yang merah dan kuning ?" Maka beliau saw menjawab : "Anjing hitam itu adalah syaitan". (HR. Muslim)</div><div align="justify"><br />
</div><div align="justify"></div><div align="justify"><b>Makna 'Ar Rajiim'</b><br />
Kata Ar Rajiim bermakna yang dilempar dan dijauhkan dari segala kebaikan. Allah Ta'ala mengatakan :</div><div align="right"><b><big> وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ</big></b></div><div align="justify">"Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala." (Al Mulk : 5) </div><div align="justify">Allah Ta'ala juga berfirman : </div><div align="right"><b><big> وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ .وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ</big></b></div><div align="justify">"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang (nya), dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk (tertolak dari segala kebaikan)" (Al Hijr : 16-17) </div><div align="justify">Namun ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa makna Ar Rajiim itu adalah yang melempar dan merajam, sebab syaitan itu selalu melemparkan berbagai bentuk was-was, bisikan dan keraguan kepada manusia. Namun pendapat pertamalah yang nampaknya lebih mendekati kebenaran dan masyhur di kalangan para ulama. Wallahu a'lam.<br />
[wahdah.or.id] </div>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-72370570207328842772010-12-04T08:29:00.004+07:002010-12-04T08:29:00.289+07:00Anak Nakal, Bagaimana Mengatasinya? (1/3)<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://images.paraorkut.com/img/pics/glitters/h/hands-9041.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://images.paraorkut.com/img/pics/glitters/h/hands-9041.jpg" width="320" /></a></div>Mendidik anak merupakan perkara yang mulia tapi gampang-gampang susah dilakukan, karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan akhlak dan tingkah laku terpuji, tapi di sisi lain, mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak menuruti semua keinginan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan akhlaknya.<span id="more-275"></span><br />
Sebagai orang yang beriman kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, kita meyakini bahwa sebaik-baik nasihat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang diturunkan oleh Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dalam al-Qur-an dan sabda-sabda nabi-Nya <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ. قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ</div>“<i>Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Rabb</i><i>-</i><i>mu (Allah Subhanahu wa Ta’ala), penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada (hati manusia) dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari perhiasan duniawi yang dikumpulkan oleh manusia.’</i>” (QS. Yunus: 57-58).<br />
Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak, secara khusus Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya <i>fitnah</i> yang ditimbulkan karena kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ</div>“<i>Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…”</i> (QS. at-Taghabun: 14).<br />
Makna “<i>menjadi musuh bagimu</i>” dalam firman-Nya adalah “melalaikan kamu dari melakuakan amal shalih dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>.”<a href="http://manisnyaiman.com/fenomena-anak-nakal/#_ftn1">[1]</a><br />
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki <i>fitrah</i> untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya….”<a href="http://manisnyaiman.com/fenomena-anak-nakal/#_ftn2">[2]</a><br />
<b>Fenomena kenakalan anak</b><br />
Fenomena ini merupakan perkara besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orangtua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan dikeluhkan oleh mayoritas masyarakat, tidak terkecuali kaum muslimin.<br />
Padahal, syariat Islam yang sempurna telah mengajarkan segala sesuatu kepada umat Islam, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya, apalagi masalah besar dan penting seperti pendidikan anak. Sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi <i>radhiallahu ‘anhu</i> pernah ditanya oleh seorang <i>musyrik</i>, “Sungguhkah Nabi kalian (Nabi Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wa sallam</i>) telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu sampai (masalah) adab buang air besar?” Salman menjawab, “<i>Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami menghadap ke kiblat ketika buang air besar atau ketika buang air kecil….</i>”<a href="http://manisnyaiman.com/fenomena-anak-nakal/#_ftn3">[3]</a><br />
Bukankah Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> yang mensyariatkan agama ini Dialah yang menciptakan alam semesta beserta isinya dan Dialah yang maha mengetahui kondisi semua makhluk-Nya serta cara untuk memperbaiki keadaan mereka? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ</div>“<i>Bukankah Allah yang menciptakan (alam semesta besrta isinya) Maha Mengetahui (keadaan mereka)?, dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui (segala sesuatu dengan terperinci).”</i> (QS. al-Mulk: 14).<br />
Akan tetapi, kenyataan pahit yang terjadi adalah, untuk mengatasi fenomena buruk tersebut, mayoritas kaum muslimin justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori/ metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang <i>notabene </i>kafir dan tidak mengenal keagungan Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i>, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, tenaga dan biaya besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut kepada anak-anak mereka.<br />
Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah <i>‘Azza wa Jalla</i> yang menciptakan mereka, sehingga Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.<br />
Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ</div>“<i>Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai) kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik.”</i> (QS. al-Hasyr: 19)<br />
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Renungkanlah ayat (yang mulia) ini, maka kamu akan menemukan suatu makna yang agung dan mulia di dalamnya, yaitu barangsiapa yang lupa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan dia lupa kepada dirinya sendiri, sehingga dia tidak mengetahui hakikat dan kebaikan-kebaikan untuk dirinya sendiri. Bahkan, dia melupakan jalan untuk kebaikan dan keberuntungan dirinya di dunia dan akhirat. Dikarena dia telah berpaling dari <i>fitrah</i> yang Allah jadikan bagi dirinya, lalu dia lupa kepada Allah, maka Allah menjadikannya lupa kepada diri dan perilakunya sendiri, juga kepada kesempurnaan, kesucian dan kebahagiaan dirinya di dunia dan akhirat. Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> berfirman,<br />
<div class="arab" style="text-align: right;">وَلا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطاً</div>“<i>Dan janganlah kamu mengikuti orang yang telah kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami, serta menuruti hawa (nafsu)nya, dan keadaannya itu melampaui batas.”</i> (QS. al-Kahfi: 28).<br />
Dikarenakan dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memperhatikan sedikit pun kebaikan, kesempurnaan serta kesucian jiwa dan hatinya. Bahkan, (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tidak terarah, keadaannya melampaui batas, kebingungan serta tidak mendapatkan petunjuk ke jalan (yang benar).”<a href="http://manisnyaiman.com/fenomena-anak-nakal/#_ftn4">[4]</a><br />
Maka orang yang keadaannya seperti ini, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa diusahakannya? Mungkinkah orang yang seperti ini keadaannya akan merumuskan metode pendidikan anak yang baik dan benar dengan pikirannya, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah <i>Subhanahu wa Ta’ala</i> dan memahami kebenaran yang hakiki? Adakah yang mau mengambil pelajaran dari semua ini?<br />
-bersambung <i>insya Allah</i>-<br />
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A<br />
Artikel <a href="http://www.manisnyaiman.com/">www.manisnyaiman.com</a>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-46646833163352111252010-12-03T07:57:00.008+07:002010-12-03T07:57:00.865+07:00Hukum-Hukum Seputar Sholat Jumat<span lang="AR-SA" style="font-family: Traditional Arabic;"><span style="font-size: 20pt;"> </span></span> <br />
<div style="text-align: center;"><span lang="AR-SA" style="font-family: Traditional Arabic;"><span style="font-size: 20pt;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://ustadzrofii.files.wordpress.com/2010/09/kekeliruan-sholat-jumat1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="214" src="http://ustadzrofii.files.wordpress.com/2010/09/kekeliruan-sholat-jumat1.jpg" width="320" /></a></div><div style="text-align: justify;">Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi kita Muhammad <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> juga atas keluarga, para shahabat dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga akhir zaman. Amma ba’du:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hukum Sholat Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Sholat Jum’at hukumnya wajib atas setiap Muslimin yang telah terkena beban syari’at (mukallaf), karena Allah Ta’ala telah memerintahkan hal tersebut di dalam Al-Qur’an. Allah <i>subhanahu wata’ala</i> berfirman :<span id="more-199"></span></div><div class="MsoNormal" dir="rtl" style="direction: rtl; margin: 6px 0cm; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: Traditional Arabic;"> <span style="font-size: 20pt;"> يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ</span></span></div><div style="text-align: justify;"><i>“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan Sholat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah”</i> <b>[QS. Al-Jumu’ah : 9]</b></div><div style="text-align: justify;">Namun kewajiban ini tidak berlaku atas 4 golongan yaitu: hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit. Hal in berdasarkan sabda Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>:</div><div style="text-align: justify;"><i>“Sholat Jum’at adalah wajib atas setiap muslim, kecuali empat </i>golongan<i> : hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit.” </i><b>[Hadits shohih riwayat Abu Daud dari Thoriq Bin Shihab]</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Bilangan Jama’ah Sholat Jum’at </b></div><div style="text-align: justify;">Sholat Jum’at sah dilakukan oleh dua orang yaitu satu imam dan satu ma’mum dengan alasan bahwa Sholat Jum’at adalah salah satu jenis Sholat dari jenis-jenis Sholat yang ada, dimana untuk menetapkan syarat bilangan jama’ah demi sahnya Sholat membutuhkan dalil. Dan tidak ada dalil shohih yang bisa dijadikan dasar pijakan untuk menunjukkan adanya batasan tersebut. apabila disuatu tempat hanya ada dua orang lelaki, lalu salah seorang berdiri untuk Khutbah dan yang satunya menyimak, kemudian keduanya berdiri untuk Sholat Jum’at secara berjama’ah, maka keduanya telah sah melakukan Sholat Jum’at.</div><div style="text-align: justify;">Imam As-Suyuti berkata : <i>“Tidak ada hadits yang menetapkan ketentun bilangan yang khusus (di dalam sholat Jum’at).”</i> Demikian juga pendapat Imam Ath-Thobrani, Abu Dawud An-Nakho’if dan Ibnu Hazm.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hukum Mandi Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Mandi Jum’at sebelum melaksanakan sholat Jum’at hukumnya WAJIB, berdasarkan sabda Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>:</div><div style="text-align: justify;"><i>”Mandi pada hari Jum’at adalah wajib atas setiap Muslim yang telah baligh.” </i><b>[HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudriy]</b></div><div style="text-align: justify;">Juga sabda beliau <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>:</div><div style="text-align: justify;"><i>“Apabila salah seorang diantara kalian hendak melaksanakan sholat Jum’at maka hendaknya dia mandi.”</i> <b>[HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Ibnu ‘Umar]</b></div><div style="text-align: justify;">Dari hadits ini dipahami bahwasanya kewajiban mandi Jum’at ini hanya berlaku bagi orang yang hendak melaksanakan sholat Jum’at, dan tidak disyari’atkan bagi orang yang tidak akan menghadiri (melaksanakan) sholat Jum’at.</div><div style="text-align: justify;">Adapun cara mandi Jum’at ini sama dengan mandi wajib lainnya, seperti mandi janabat (junub) atau mandi selepas haidh. Yaitu minimal melaksanakan 2 rukun mandi : berniat dan meratakan air keseluruh tubuh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Adzan Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Imam Az-Zuhri <i>rahimahullah</i> berkata: <i>“Sa’ib bin Yazib mengabari saya bahwasanya adzan pada awalnya adalah ketika imam duduk di atas mimbar pada hari Jum’at di masa Nabi</i> <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i>, <i>Abu Bakar </i> <i>radhiyallahu ‘anhu dan Umar radhiyallahu ‘anhu.</i> <i>Pada saat pemerintahan Utsman radhiyallahu ‘anhu jumlah penduduk semakin banyak dan rumah-rumah berjauhan, maka Utsman memerintahkan pada hari Jum’at adzan ketiga</i> (dalam sebuah riwayat disebutkan : <i>“Adzan pertama”,</i> dan dalam riwayat lain : <i>“adzan kedua”.</i>) <i>pada sebuah ruangan milik beliau dipasar yang bernama ‘Zawra’ . Lalu dikumandangkanlah adzan di Zawra’, sehingga perkara itu menjadi demikian….” </i><b>[HR. Albukhori dan Abu Dawud]</b></div><div style="text-align: justify;">Hadits ini menerangkan bahwa penyebab adanya dua adzan yang dilakukan oleh ‘Utsman <i>radhiyallahu ‘anhu</i> yaitu karena banyaknya jumlah penduduk dan jauhnya rumah mereka dari masjid, sehingga suara adzan tidak sampai kepada mereka. Dan maksud adzan pertama yang dilakukan oleh ‘Utsman ini adalah sebagai pemberitahuan kepada orang-orang yang jauh bahwa waktu sholat Jum’at telah tiba, agar mereka bersiap-siap menghadiri khutbah Jum’at.</div><div style="text-align: justify;">Adapun di zaman sekarang penyebab ini hampir tidak ada, sehingga dengan demikian berarti memberlakukan adzan ‘Utsman termasuk kategori mengupayakan sesuatu yang sudah dicapai, dan ini tidak boleh dilakukan; terlebih lagi didalamnya terdapat penambahan terhadap syari’at Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> tanpa sebab yantg dibenarkan. Oleh karena itu Ali Bin Abi Tholib saat berada di Kufah mencukupkan dengan sunnah Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> (satu kali adzan –pent.) dan tidak memberlakukan adzan tambahan “Utsman. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi.</div><div style="text-align: justify;">Ibnu ‘Umar <i>radhiyallahu ‘anhum</i>a berkata : <i>“Adalah Nabi</i> <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> <i>jika naik mimbar maka Bilal adzan, dan bila Nabi</i> <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> <i>telah selesai berkhutbah beliau langsung sholat. Adapun adzan yang pertama (adzan ‘Utsman –</i>pent<i>.) adalah bid’ah.”</i> <b>[Diriwayatkan oleh Abu Thohir Al-Mukhlis dalam “Al-Fawa’id”]</b></div><div style="text-align: justify;">Imam Asy-Syafi’iy di dalam kitab “Al-Umm” berkata : <i>“Aku menyukai adzan pada hari Jum’at ketika imam masuk masjid dan duduk di atas mimbar. Apabila imam telah melakukan hal tersebut, maka muadzin mulai adzan. Apabila adzan selesai dikumandangkan, maka imam berdiri dan berkhutbah tanpa menambahinya </i>(dengan adzan yang lain –pent.)<i>.”</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hukum Khutbah Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Allah <i>subhanahu wata’ala</i> berfirman :</div><div style="text-align: justify;"><i>“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah.”</i> <b>[QS. Al-Jumu’ah : 9]</b></div><div style="text-align: justify;">Allah ta’ala telah memerintahkan didalam ayat ini untuk segera mengingat Allah <i>‘azza wa jalla</i>, dan khutbah termasuk mengingat Allah. Maka perintah di atas mencakup perintah untuk melakukan khutbah, sehingga dapat disimpulkan bahwa ayat ini menunjukkan wajibnya khutbah Jum’at. Hal ini juga dikuatkan dengan perbuatan Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> dimana beliau secara kontinyu (terus-menerus) melaksanakan khutbah Jum’at.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Haram Berbicara Ketika Khotib Berkhutbah</b></div><div style="text-align: justify;">Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa wajib diam dan haram hukumnya berbicara disaat khotib sedang berkhutbah, sekalipun dalam rangka amar ma’ruf (menyuruh kepada yang baik) dan nahi mungkar (melarang dari yang jelek). Sebab Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> telah bersabda :<i>”Siapa saja yang berbicara pada hari Jum’at dalam keadaan imam berkhutbah, maka dia seperti keledai yang membawa kitab. Dan orang yang mengatakan kepadanya “diamlah” , maka tidak ada Jum’at baginya.” </i><b>[HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Al-Bazzar dan Ath-Thobraniy]</b></div><div style="text-align: justify;">Beliau <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> juga bersabda :</div><div style="text-align: justify;"><i>“Kalau kamu mengatakan kepada temanmu “diamlah” dalam keadaan imam berkhutbah, maka sungguh kamu telah melakukan perbuatan sia-sia.”</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Kapan Seseorang Dianggap mendapatkan Sholat Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Rasulullah <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda :</div><div style="text-align: justify;"><i>“Siapa yang mendapatkan satu rakaat sholat Jum’at, maka dia telah mendapatkan sholat Jum’at.”</i> <b>[Hadits shohih riwayat An-Nasa’i dari Abi Hurairah]</b></div><div style="text-align: justify;">Maka orang yang mendapatkan satu rakaat sholat Jum’at berarti dia telah mendapatkan sholat Jum’at sehingga dia tinggal menyempurnakan satu rakaat yang luput. Imam Ash-Shon’aniy di dalam kitab Subulus Salam berkata : <i>“Hadits ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa mendapatkan khutbah Jum’at merupakan syarat sahnya sholat Jum’at.”</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Orang yang Luput Sholat Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Sholat Jum’at adalah kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala atas hamba-hamba-Nya. Apabila seorang hamba luput (tidak melaksanakan) sholat Jum’at karena udzur, maka dia wajib melaksanakan sholat Zhuhur.</div><div style="text-align: justify;">Dalilnya adalah hadits Ibnu Mas’ud <i>radhiyallahu ‘anhu</i>, dia berkata : <i>“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat sholat Jum’at maka dia telah mendapatkan sholat Jum’at, dan barang siapa yang luput (tidak mendapatkan) sholat Jum’at maka hendaklah dia sholat empat rakaat (sholat Zhuhur –</i>pent<i>.).”</i> <b>[diriwayatkan oleh Abdurrozzaq, Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi dengan sanad yang shohih]</b></div><div style="text-align: justify;"><b>Adakah Sholat Sunat Qobliyah Jum’at</b></div><div style="text-align: justify;">Sholat sunat Qobliyah jum’at (sholat sunat sebelum shalat Jum’at yang dilaksanakan setelah adzan –pent.) tidak ada dasarnya di dalam sunnah yang shohih. Tidak diriwayatkan dari Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bahwa beliau pernah sholat sunat Qobliyah Jum’at, karena pada saat beliau masuk ke masjid untuk sholat Jum’at, Bilal langsung adzan lalu beliau <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> berkhutbah tanpa didahului sholat sunat.</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Qoyyim <i>rahimahullah</i> berkata di dalam kitabnya Zaadul Ma’ad Fi Hadyi Khairil ‘Ibad : <i>“Siapa yang beranggapan bahwa apabila </i>Bilal<i> selesai adzan maka para sahabat berdiri lalu mengerjakan sholat dua rakaat, maka dia adalah orang yang paling bodoh tentang sunnah.”</i></div><div style="text-align: justify;">Merupakan pendapat madzhab Maliki, Syafi’i dan mayoritas pengikutnya serta pendapat yang mahsyur dikalangan madzhab imam Ahmad bahwa <i>“Tidak ada sholat sunat Qobliyah Jum’at.”</i></div><div style="text-align: justify;">Akan tetapi hal ini tidak menafikan adanya sholat sunat yang disebut “sholat sunat muthlaq” yang dilakukan sebelum sholat Jum’at (bukan Qobliyah Jum’at) berdasarkan hadits Salman, dia berkata : <i> </i></div><div style="text-align: justify;">Nabi <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda :</div><div style="text-align: justify;"><i>“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu bersuci sesuai dengan kemampuannya, dan dia memakai minyak rambut atau memakai parfum di rumahnya kemudian dia keluar lalu tidak memisahkan antara dua orang kemudian dia mengerjakan sholat sesuai dengan apa yang Allah tetapkan untuknya, dan dia diam apabila imam berkhutbah, kecuali akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at berikutnya.”</i></div><div style="text-align: justify;">Pada hadits ini terdapat keterangan tentang amalan tatkala masuk masjid di hari Jum’at, yaitu sholat sunat semampunya sampai imam berkhutbah, dan ini disebut “sholat sunat muthlaq”.</div><div style="text-align: justify;">Ibnul Mundzir berkata sebagaimana dinukil dalam kitab Zaadul Ma’ad : <i>“Kami meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa ia sholat sunat muthlaq dua belas rakaat, dan dari Ibnu ‘Abbas bahwa ia sholat delapan rakaat.”</i></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Hukum Sholat Jum’at pada 2 Hari Raya (Idul Fithri dan Idul Adha)</b></div><div style="text-align: justify;">Zaid Bin Arqom meriwayatkan hadits yang artinya :<i>”Sesungguhnya Nabi</i> <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> sholat Id (pada hari Jum’at –pent.), kemudian beliau memberi keringanan didalam sholat Jum’at; beliau <i>shallallahu ‘alaihi wasallam</i> bersabda :<i>”Barang siapa ingin sholat (Jum’at ) maka silahkan sholat.”</i></div><div style="text-align: justify;">Menurut imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah hadits ini menunjukkan bahwa sholat Jum’at setelah sholat Id menjadi rukhshoh (keringanan/boleh tidak dikerjakan) bagi orang yang telah sholat Id. Bila semua orang yang telah sholat Id meninggalkan sholat Jum’at tersebut maka mereka telah mengambil rukhshoh, dan bila ada yang melaksanakannya maka ia mendapat pahala.</div><div style="text-align: justify;">Dan bagi orang yang mengambil rukhshoh (tidak sholat Jum’at) maka ia tidak harus sholat zhuhur. Hal ini berdasakan Atsar Atho’ tentang kisah Ibnuz Zubair, Atho’ berkata : <i>“Ibnuz Zubair sholat Id bersama kami pada awal siang hari Jum’at, kemudian kami beristirahat hingga hingga waktu sholat Jum’at namun dia tidak keluar, maka kami sholat Jum’at tanpa Ibnuz Zubair. Pada waktu itu Ibnu ‘Abbas berada di Tho’if, ketika bertemu dengannya kami ceritakan perbuatan Ibnuz Zubair tersebut. </i>Ibnu ‘Abbas berkata<i> </i>: <i>“Ibnuz Zubair mencocoki sunnah”. </i>Lalu berita itu sampai kepada Ibnuz Zubair , maka dia berkata : <i>“Saya melihat ‘Umar Bin Khotthob apabila berkumpul dua Id maka beliau melakukan yang seperti itu.” </i><b>[Shohih, riwayat Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah]</b></div><div style="text-align: justify;">Dalam riwayat lain yang juga dari Atho’, dia berkata : <i>“Ibnu Zubair sholat Idul Fithri dua rakaat pada pagi hari Jum’at kemudian dia tidak sholat lagi sampai sholat Ashor.”</i> <b>[Hasan, riwayat Abdurrozzaq dan Abu Dawud secara ringkas]</b></div><div style="text-align: justify;">Imam Asy-Syaukani dalam Naizul Author berkata : <i>“Zhohir hadits tersebut menunjukkan bahwasanya Ibnuz Zubair </i>tidak<i> sholat zhuhur, dan didalamnya menunjukkan bahwasanya jika seseorang tidak mengerjakan sholat Jum’at karena suatu sebab (rukhshoh) yang membolehkan untuk tidak sholat Jum’at, maka tidak wajib atasnya untuk mengerjakan sholat zhuhur.”</i></div><div style="text-align: justify;">Namun, yang lebih afdhol dan selamat dari perselisihan adalah menghadiri sholat Jum’at.</div><div style="text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" dir="rtl" style="direction: rtl; margin: 6px 0cm; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: Traditional Arabic;"> <span style="font-size: 20pt;"> وَالله ُتَعَالَى أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعٰلَمِيْنَ </span></span></div><div style="text-align: justify;"><b>Maroji (<i>Kitab Rujukan</i>)</b> :</div><ol><li>Kitab Al Ajwiba An-Naafi’ah ‘an As-‘ilati Lajnah masjid Al Jaami’ah penulis Muhammad Nasiruddin Al Albani</li>
<li>Kitab shohih Fiqus Sunnah oleh Abu Malik Kamal Bin Sayyid Saalim</li>
</ol>(salafykendari.com)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-50188246084120726802010-12-02T10:41:00.002+07:002010-12-02T10:41:00.143+07:00Dimana Jodohku?<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSKV4pvKY0_L1SRApCyVc3Wxl8WjYR-Lp_9wm7DJXavbuNMAUbl" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="256" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSKV4pvKY0_L1SRApCyVc3Wxl8WjYR-Lp_9wm7DJXavbuNMAUbl" width="320" /></a></div>Bukankah Allah telah menciptakan hidup ini berpasang-pasangan? Bukankah manusia, ada laki-laki dan ada wanita, dan keduanya hidup berpasangan? Bukankah jodoh seseorang telah ditetapkan oleh Allah? Jawaban darinya adalah memang demikian, namun pertanyaan selanjutnya, tetapi mengapa aku sulit jodoh? Umur semakin tua, usaha dan ikhtiar telah dilakukan, tapi mengapa jodoh kok masih sulit? <br />
<br />
Sulit jodoh, memang sebuah problem, tetapi perlu disadari bahwa segala problem pasti memiliki jalan keluar dan bahwa seorang muslim atau muslimah tidak patut berputus asa dari rahmat Allah. Sebagaimana setiap problem pasti memiliki pemicunya, cobalah, sebelum mencari jalan keluarnya, untuk mencari sebab pemicunya, karena dari sinilah problem tersebut lahir, kalau pemicunya tidak ada, maka problemnya juga tidak ada bukan? <br />
<br />
Banyak sebab seseorang sulit jodoh, bisa dari diri Anda sendiri, misalnya Anda sangat selektif, pilih-pilih, banyak kriteria, harus ini, harus itu dan seabrek syarat lainnya, Anda ingin meraih pasangan yang sempurna atau mendekati sempurna, akibatnya calon dengan kriteria yang Anda patok jarang ditemukan, selanjutnya peluang jodoh pun menyempit dan Anda pun jadi sulit jodoh. <br />
<br />
Bisa juga karena faktor keluarga yang belum kunjung menyetujui dengan berbagai alasan, misalnya harus membantu keluarga dulu, harus menyekolahkan adik-adik, harus menunggu kakak yang belum laku dan sebagainya, sehingga hal itu memperlambat hadirnya pasangan bagi Anda. <br />
<br />
Bisa juga kembali kepada fisik, jujur kita harus mengakui, secara umum masyarakat, anak-anak muda, para gadis dan para pemuda, masih menjadikan kecantikan dan ketampanan sebagai standar utama, padahal mungkin menurut Anda, kecantikan atau ketampanan tidak berpihak kepada Anda. <br />
<br />
Bisa juga kembali kepada faktor kemapanan alias kekayaan, bila seseorang, lebih-lebih anak muda, sudah terlihat mapan, pekerjaannya menjanjikan duit gede, kantongnya tebal, ditunjang dengan kendaraan dan lainnya, maka daya jualnya semakin tinggi, peluang jodohnya lebar. Kepintaran juga bisa menjadi sebab dalam masalah ini, karena dalam batas-batas tertentu bisa dimaklumi, yang namanya bodoh tidak disukai oleh banyak orang. <br />
<br />
Sekarang, cobalah menengok kepada diri Anda, barang kali salah satu sebab di atas ada pada diri Anda, bila ada, maka cobalah untuk mengatasinya terlebih dulu, karena sumber api harus dipadamkan bila Anda ingin api itu mati, jendela harus ditutup rapat bila Anda tidak ingin angin itu masuk. <br />
<br />
Bila Anda terlalu selektif, pilih-pilih, maka cobalah ngalah sedikit, menurunkan standar, jangan tinggi-tinggi-lah, biar peluangnya terbuka lebih lebar, bukankah Agama mengajarkan untuk mengedepankan agama dibandingkan dengan kriteria lainnya? Ini satu sisi. Sisi lainnya, bila Anda mematok kriteria tinggi, maka cobalah untuk ngaca, melihat diri sendiri, pantaskah Anda menuntut kriteria itu? Dalam arti apakah Anda juga selevel? Kalau Anda menuntut kecantikan atau ketampanan, sementara Anda miskin di bidang kecantikan atau ketampanan, bukankah dengan itu Anda memposisikan diri sebagai pangeran kodok yang ingin mempersunting putri raja? Tahu diri sedikit lah. <br />
<br />
Bila kendalanya adalah keluarga, maka atasilah kendala ini, coba berbicara kepada mereka, berusaha meyakinkan mereka, dan secara umum Anda lebih tahu situasi dan keadaan keluarga Anda, maka mestinya Anda lebih tahu bagaimana cara menghadapinya. <br />
<br />
Untuk kendala penampilan, kurang cantik atau kurang tampan, maka tidak perlu berkecil hati, karena tidak semua orang berpandangan demikian, di samping itu kecantikan atau ketampanan adalah relatif, percaya diri saja, tidak perlu berkecil hati karena ini, karena masing-masing telah diberi kadar oleh Allah dan itulah yang terbaik, tidak ada salahnya bila Anda berupaya menutup ‘kekurangan’ di sisi ini dengan kelebihan di sisi lain, boleh jadi penampilan Anda kurang menarik, tetapi ketika misalnya Anda pandai, pintar atau memiliki sisi lain yang positif, tentu kekurangan tersebut akan tertutpi bukan? <br />
<br />
Bila kendalanya adalah kemapanan, maka percayalah bahwa rizki ada di tangan Allah, Anda cukup bersuaha semaksimal mungkin sebatas yang Anda mampu, selebihnya biar Allah yang mengatur, siapa tahu Allah menggantungkan kelapangan rizki Anda dengan menikah? Tidak sedikit orang yang rizkinya sempit sebelum menikah, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya begitu dia menikah. Intinya tiada masalah yang tidak ada solusinya, termasuk masalah di mana jodoh Anda? Wallahu a’lam.<br />
(Alsofwah.or.id)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-55375604325509713142010-12-01T11:43:00.000+07:002010-12-01T11:43:37.356+07:00Stadium General & Workshop Untuk Muslimah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs608.ash2/156081_1471198780987_1264147007_31051053_5586957_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash2/hs608.ash2/156081_1471198780987_1264147007_31051053_5586957_n.jpg" /></a></div><br />
Lembaga Muslimah Wahdah Islamiyah Bandung, insyaAllah akan menyelenggarakan Stadium General & Workshop khusus untuk muslimah. <br />
Acara ini mengusung tema : Meraih Indahnya Islam dan Lezatnya Iman<br />
Akan diselenggarakan pada :<br />
Hari / Tanggal : Selasa / 07 Desember 2010<br />
Waktu : 08.00 - 11.30 WIB<br />
Tempat : Masjid Al Furqan Kampus UPI ( di atas lantai utama)<br />
Universitas Pendidikan Indonesia, Jalan Setiabudi<br />
<br />
Infaq Acara : Rp.10.000,-<br />
Fasilitas : Handout, Suvenir, Snack, & Sertifikat<br />
<br />
Info & Pendaftaran :<br />
081221793450 & 085656085777<br />
<br />
So.. Buruan Daftar!!!Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-81207257578664563302010-12-01T07:01:00.003+07:002010-12-01T07:33:15.927+07:00Wahdah Bandung Sukses Gelar Tabligh Akbar<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.wahdah.or.id/wis/images/stories/cabang/bandung/Tablik%20Akbar%20bandung.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://www.wahdah.or.id/wis/images/stories/cabang/bandung/Tablik%20Akbar%20bandung.jpg" width="320" /></a></div><b>Bandung,</b> Dewan Pimpinan Cabang Wahdah Islamiyah Bandung sukses menggelar "Tabligh Akbar" pada hari Ahad, 28 November 2010 pkl. 09.00-12.00 WIB bertempat di ruang utama Mesjid Nur Madinah, Kompleks Markaz Wahdah Islamiyah Bandung, Jl. Asri Ciparungpung Padasuka-Cicaheum Kab. Bandung. <br />
<br />
Hadir sebagai pembicara, Ust. Muhammad Zaitun Rasmin, Lc, MA (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah), dengan mengambil tema "Dengan semangat berqurban kita tingkatkan mujahadah dalam pembangunan ummat." Dalam ceramahnya, beliau menyampaikan 3 pelajaran penting bagi kaum muslimin dalam ibadah qurban, yakni meneguhkan tauhid, meningkatkan semangat beribadah, dan semangat berkorban. Untuk itu, beliau mengajak kaum muslimin untuk senantiasa memperkuat tauhid yang menjadi pondasi, meningkatkan semangat beribadah tidak hanya di bulan tertentu saja, serta berani berkorban dalam bentuk harta dan jiwa.<br />
<br />
Selain itu, acara juga diselingi penampilan siswa-siswa SMK ICT Nur Madinah yang memperdengarkan hafalan Al-Qur'an (tasmi') serta pidato bahasa arab.<br />
Sesuai dengan rencana sebelumnya, bahwa kegiatan "Tabligh Akbar" ini diadakan sebagai tindak lanjut dari program "Tebar Hewan Qurban" 1431 H Wahdah Islamiyah Bandung yang berlangsung 17 November 2010 silam. <br />
<br />
Acara tersebut dihadiri sekitar 200 peserta ikhwan-akhwat perwakilan DKM / Lembaga yang mendistribusikan hewan qurban, daerah binaan Cianjur, Lembang, kader, simpatisan, serta masyarakat sekitar. Panitia berharap, akan terjalin silaturahmi dan kerjasama yang baik dengan DKM/ Lembaga tersebut pada acara-acara yang lainnya.(bud)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-62629638120246061192010-11-30T09:19:00.000+07:002010-11-30T09:19:55.825+07:00Metode Sederhana Menghafal Al Qur'an Bagi Orang-Orang Sibuk<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://ummuzaidtaqy.files.wordpress.com/2010/03/kisah.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="256" src="http://ummuzaidtaqy.files.wordpress.com/2010/03/kisah.jpg" width="320" /></a></div><strong>Bismillah Ar-Rahmaan Ar-Rahiym.</strong><br />
<strong>Assalaamu 'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuhu.</strong><br />
<br />
<strong>Alhamdulillah, Washshalatu wassalaamu 'alaa Nabiyyinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa ash-haabihi ajma'iyn. Ammaa ba'du.</strong><br />
<br />
<strong> </strong>Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, banyak hadits yang menyebutkan tentang keutamaan menghapal Al-Qur'an, dan sepantasnya di hati setiap orang yang beriman memiliki keinginan yang kuat untuk menghafalkannya, dan senantiasa memiliki kecemburuan terhadap para penghafalnya, namun kecemburuan yang kami maksud bukanlah kecemburuan negatif yang menghendaki hilangnya suatu nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah 'Azza wa Jalla kepada saudaranya dan kemudian nikmat tersebut beralih kepadanya, bukan itu Ikhwan dan Akhwat sekalian, akan tetapi yang kami maksud di sini adalah kecemburuan positif di mana kita pun menginginkan nikmat yang sama tanpa ada keinginan agar nikmat tersebut hilang dari saudara kita, sehingga kitapun saling berpacu bahkan saling tolong menolong dalam menggapai kebaikan tersebut.<br />
<br />
Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, sebelum kami masuk ke pembahasan metode maka terlebih dahulu kami ingin melampirkan beberapa dalil tentang keutamaan menghafal Al-Qur'an, dengan harapan ini semua akan lebih memacu kita semua untuk berusaha dan terus berusaha menghafalkan Al-Qur'an tersebut tanpa ada kata menyerah hingga KETETAPAN ALLAH datang menghampiri kita semua, Insyaa Allah, Allahu Akbar...!!!<br />
<br />
<strong>1. Hati seorang individu Muslim tidak kosong dari sesuatu bagian dari kitab Allah 'Azza wa Jalla.</strong><br />
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas secara marfu:<br />
"Orang yang tidak mempunyai hafalan Al Quran sedikitpun adalah seperti rumah kumuh yang mau runtuh". (<em>Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dari Ibnu Abbas (2914), ia berkata hadits ini hasan sahih</em>).<br />
<br />
<strong>2. Memperoleh penghormatan dari Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam</strong>.<br />
Dari Abi Hurairah Radiyallahu 'anhu. ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam mengutus satu utusan yang terdiri dari beberapa orang. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam mengecek kemampuan membaca dan hafalan Al Qur'an mereka: setiap laki-laki dari mereka ditanyakan sejauh mana hafalan Al-Qur'an-nya. Kemudian seseorang yang paling muda ditanya oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam :"Berapa banyak Al Quran yang telah engkau hafal, hai Fulan?" ia menjawab: aku telah menghafal surah ini dan surah ini, serta surah Al-Baqarah. Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam kembali bertanya: "Apakah engkau hafal surah Al-Baqarah?" Ia menjawab: Betul. Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:"Pergilah, dan engkau menjadi ketua rombongan itu!". Salah seorang dari kalangan mereka yang terhormat berkata: Demi Allah, aku tidak mempelajari dan menghafal surah Al-Baqarah semata karena takut aku tidak dapat menjalankan isinya. Mendengar komentar itu, Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Pelajarilah Al Qur'an dan bacalah, karena perumpamaan orang mempelajari Al Quran dan membacanya, adalah seperti tempat bekal perjalanan yang diisi dengan minyak misik, wanginya menyebar ke mana-mana. Sementara orang yang mempelajarinya kemudian dia tidur -dan dalam dirinya terdapat hafalan Al Qur'an- adalah seperti tempat bekal perjalanan yang disambungkan dengan minyak misik" <em>(Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2879), dan lafazh itu darinya. Serta oleh Ibnu Majah secara ringkas (217), Ibnu Khuzaimah (1509), Ibnu Hibban dalam sahihnya (Al Ihsaam 2126), dan dalam sanadnya ada 'Atha, Maula, Abi Ahmad, yang tidak dinilai terpecaya kecuali Ibnu Hibban).</em><br />
<br />
<strong>3. Penghafal Al Qur'an akan memakai mahkota kehormatan.</strong><br />
Dari Abi Hurairah Radiyallahu 'anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: :"Penghafal Al Qur'an akan datang pada hari kiamat, kemudian Al Qur'an akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Qur'an kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu diapakaikan jubah karamah. Kemudian Al Qur'an memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu: bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan" (<em>Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia menilainya hadits hasan (2916), Ibnu Khuzaimah, al hakim, ia meninalinya hadits sahih, serta disetujui oleh Adz Dzahabi(1/533).</em>)<br />
<br />
<strong>4. Dapat membahagiakan kedua orang tua, sebab orang tua yang memiliki anak penghapal Al Qur'an memperoleh pahala khusus.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Buraidah Al Aslami Radiyallahu 'anhu, ia berkata bahawasanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Pada hari kiamat nanti, Al Qur'an akan menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al Qur'an akan berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya: "Apakah anda mengenalku?". Penghafal tadi menjawab; "saya tidak mengenal kamu." Al Qur'an berkata; "saya adalah kawanmu, Al Qur'an yang membuatmu kehausan di tengah hari yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya setiap pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari ini di belakang semua dagangan. Maka penghafal Al Qur'an tadi diberi kekuasaan di tangan kanannya dan diberi kekekalan ditangan kirinya, serta di atas kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat di bayar oleh penghuni dunia keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya: "kenapa kami di beri dengan pakaian begini?". Kemudian di jawab, "kerana anakmu hafal Al Qur'an. "Kemudian kepada penghafal Al Quran tadi di perintahkan, "bacalah dan naiklah ketingkat-tingkat syurga dan kamar-kamarnya." Maka ia pun terus naik selagi ia tetap membaca, baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil). <em>(diriwayatkan oleh Ahmd dalam Musnadnya (21872) dan Ad Darimi dalam Sunannya (3257).</em>)<br />
<br />
Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikanlah mahkota dari cahaya pada hari kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya: mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: "Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur'an" (<em>Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia menilainya sahih berdasarkan syarat Muslim (1/568), dan disetujui oleh Adz Dzahabi)</em><br />
<br />
<strong>5. Akan menempati tingkatan yang tinggi di Surga Allah 'Azza wa Jalla.</strong><br />
Sabda rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Sisyah Radhiyallahu 'anhu ia berkata, bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; jumlah tingkatan-tingkatan surga sama dengan jumlah ayat-ayat Al Qur'an. Maka tingkatan surga yang di masuki oleh penghafal Al Qur'an adalah tingkatan yang paling atas, dimana tidak ada tingkatan lagi sesudah itu.<br />
<br />
<strong>6. Penghafal Al Qur'an adalah keluarga Allah 'Azza wa Jalla.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Anas Radhiyallahu 'anhu Ia berkata bahawa Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu mempunyai keluarga yang terdiri dari manusia." Kemudian Anas berkata lagi, lalu Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bertanya: "Siapakah mereka itu wahai Rasulullah. Baginda menjawab: "Ia itu ahli Qur'an (orang yang membaca atau menghafal Al- Qur'an dan mengamalkan isinya).Mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang yang istimewa bagi Allah.<br />
<br />
<strong>7. Menjadi orang yang arif di surga Allah 'Azza wa Jalla.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam "Dari Anas Radhiyallahu 'anhu Bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; "Para pembaca Al Qur'an itu adalah orang-orang yang arif di antara penghuni surga,"<br />
<br />
<strong>8. Memperoleh penghormatan dari manusia.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam "Dari Abu Musa Al Asya'ari Radhiyallahu 'anhu Ia berkata bahawasanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Diantara perbuatan mengagungkan Allah adalah menghormati Orang Islam yang sudah tua, menghormati orang yang menghafal Al-Qur'an yang tidak berlebih-lebihan dalam mengamalkan isinya dan tidak membiarkan Al-Qur'an tidak di amalkan, serta menghormati kepada penguasa yang adil."<br />
<br />
<strong>9. Hatinya terbebas dari siksa Allah 'Azza wa Jalla.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam<br />
" Dari Abdullah Bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu Dari Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam Baginda bersabda: " bacalah Al Qur'an kerana Allah tidak akan menyiksa hati orang yang hafal Al Qur'an. Sesungguhanya Al Qur'an ini adalah hidangan Allah, siapa yang memasukkunya ia akan aman. Dan barangsiapa yang mencintai Al Qur'an maka hendaklah ia bergembira."<br />
<br />
<strong>10. Mereka (bagi kaum pria) lebih berhak menjadi Imam dalam shalat.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam :<br />
"Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu Dari Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam beliau bersabda; "yang menjadi imam dalam solat suatu kaum hendaknya yang paling pandai membaca (hafalan) Al Qur'an."<br />
<br />
<strong>11. Disayangi oleh Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Jabir Bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu Bahawa Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam menyatukan dua orang dari orang-orang yang gugur dalam perang uhud dalam satu liang lahad. Kemudian nabi Shallallahu 'alayhi wasallam bertanya, "dari mereka berdua siapakah paling banyak hafal Al Qur'an?" apabila ada orang yang dapat menunjukkan kepada salah satunya, maka Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam memasukkan mayat itu terlebih dahulu ke liang lahad."<br />
<br />
<strong>12. Dapat memberi syafa'at kepada keluarga.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Ali Bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu: "Barangsiapamembaca Al Qur'an dan menghafalnya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga dan memberikannya hak syafaat untuk sepuluh anggota keluarganya di mana mereka semuanya telah di tetapkan untuk masuk neraka."<br />
<br />
<strong>13. Merupakan bekal-bekal yang terbaik.</strong><br />
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam:<br />
"Dari Jabir bin Nufair, katanya Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam bersabda; "Sesungguhnya kamu tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik daripada sesuatu yang berasal dari-Nya yaitu Al Qur'an.<br />
<br />
Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, semoga setelah menyimak beberapa keutamaan menghafal Al Qur'an tadi antum sekalian sudah memberanikan diri untuk Bersumpah bagi diri kita masing-masing bahwa DEMI ALLAH selama kita masih diberi kesempatan dan kesehatan oleh Allah 'Azza wa Jalla, maka selama itu pula kita akan terus berupaya untuk menghafalkan kitab termulia tersebut yakni Al Qur'an meski sedikit demi sedikit.<br />
<br />
Baiklah Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, menghafal Al Qur'an bukanlah perkara yang mudah, dibutuhkan keinginan yang kuat, keistiqamahan, kesabaran, dan disertai dengan UPAYA NYATA yakni mau memulai dan terus berusaha tanpa kenal lelah apalagi kata "MENYERAH", namun menghafal Al Qur'an juga bukanlah amalan yang mustahil untuk dikerjakan OLEH SIAPA PUN, sampai kepada kita yang memiliki seabrek kesibukan lainnya, namun perlu kami ingatkan sekali lagi, bahwa harus SABAR dan ISTIQAMAH...!<br />
<br />
<strong>Bagaimana metode menghafal bagi orang-orang yang memiliki kesibukan...?</strong><br />
<br />
Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullahu jamiy'an, antum jangan berfikiran bahwa dengan metode ini antum akan menghafal Al Qur'an dalam waktu setahun atau dua tahun, tidak Ikhwan dan Akhwat sekalian, bahkan metode ini membutuhkan waktu 15 hingga 30 tahun, TERLALU LAMA...? terserah penilaian antum bagai mana, namun setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI, mungkin antum khawatir akan diwafatkan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan hafalan...? Maka kami sampaikan bahwa SETIDAKNYA KITA BISA BERBAHAGIA KARENA MENINGGAL DALAM KONDISI MEMBAWA NIAT YANG MULIA YANG DIBENARKAN OLEH AMALAN YANG TENGAH KITA LAKUKAN, dan juga antum jangan berfikiran bahwa ini adalah pekerjaan yang mudah untuk dikerjakan tanpa kesabaran, keistiqamahan, dan tindakan nyata, sebab tanpa semua itu berarti antum hanyalah BERANGAN-ANGAN...!<br />
<br />
<strong>Syarat yang WAJIB untuk antum penuhi sebelum melaksanakan metode ini adalah:</strong><br />
<br />
1. Niat karena mengharap Keridhaan Allah.<br />
<br />
2. Mampu membaca Al Qur'an dengan tartil (tajwid yang benar), atau setidaknya antum terus berusaha untuk memperbaiki kualitas bacaan Al Qur'an antum.<br />
<br />
<strong>Berikut adalah metode yang Alhamdulillah telah kami buktikan sendiri dalam kurun waktu yang belum genap setahun ini:</strong><br />
<br />
1. Mulailah menghafal dari Juz 30 atau juz 29 atau juz 28, setelah itu silahkan mulai dari Juz 1 dan seterusnya.<br />
<br />
2. Gunakan Mushaf Al Qur'an Huffadzh, yakni Al Qur'an cetakan standard international, di mana setiap juz-nya rata-rata terdiri dari +/- 10 lembar (20 halaman; di mana setiap halaman maksimal terdiri dari 15 baris), usahakan istiqamah dengan satu mushaf, tapi bukanlah alasan untuk tidak menghafal ketika suatu ketika antum lupa membawa mushaf antum, tetaplah menghafal meski dengan mushaf yang berbeda, ini hanya untuk lebih memudahkan antum dengan sebuah kebiasaan.<br />
<br />
3. Persiapkan diri dengan mengatur 5 waktu khusus untuk menghafal dalam sehari, dan kami sangat menyarankan bahwa waktu tersebut adalah setiap antum selesai menunaikan shalat fardhu.<br />
<br />
4. Setiap waktu tersebut, hafalkanlah 1 baris, jika hal tersebut masih terlalu berat bagi antum maka cukup hafal setengah baris saja setiap selesai shalat fadhu, dan jika setengah baris ini masih memberatkan bagi antum, maka 'afwan karena kami hanya mampu menyarankan kepada antum PERBANYAKLAH ISTIGHFAR...!!! (Ikhwan dan Akhwan sekalian, dengan menghafal 1 baris setiap selesai shalat fardhu, berarti insyaa Allah dengan kesabaran dengan keistiqamahan, antum akan Menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dan jika antum hanya sangguf menghafal setengah baris setiap waktu yang telah ditentukan tersebut, maka insyaa Allah dengan kesabaran dan keistiqamahan, maka antum akan menghafal seluruh Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, sekedar mengingatkan bahwa setidaknya INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAPAL SAMA SEKALI).<br />
<br />
5. Jika memungkinkan, cobalah antum mencari sahabat atau teman yang bisa ikut menghafal bersama antum, sebab hal tersebut akan lebih menguatkan bagi antum, boleh dari saudara, teman, istri, atau suami, namun jika tak ada satu pun maka sendiri juga insyaa Allah tidak mengapa, ANTUM PASTI BISA...!!!<br />
<br />
6. Jika antum memiliki media yang memungkinkan untuk membantu antum seperti HP, MP3/MP4 Player, atau apa saja yang dilengkapi dengan fasilitas recorder & playback maka gunakanlah media tersebut, rekam suara (bacaan) antum pada media tersebut agar antum bisa mendengarnya di setiap kesempatan sebelum tiba waktu selanjutnya, kegiatan ini sebagai media muraja'ah dengan pendengaran sekaligus melatih telinga kita untuk terbiasa tidak mendengar hal-hal yang sia-sia seperti lagu dan musik.<br />
<br />
7. Banyak-banyak berdo'a kepada Allah 'Azza wa Jalla agar dimudahkan, diistiqamahkan untuk menghafal Al Qur'an, juga agar diberi usia, kesehatan, dan kesempatan untuk menyelesaikan cita-cita mulia ini.<br />
<br />
8. Gunakan kesempatan Qiyam Al Layl sebagai waktu tambahan untuk memuraja'ah hafalan-hafalan antum.<br />
<br />
<strong>MANAJEMEN KEGIATAN MENGHAFAL:</strong><br />
<br />
1. Target hafalan adalah 1 halaman terhafal dengan lancar setiap pekannya (bagi yang sanggup untuk menghafal 1 baris setiap waktunya), atau setengah halaman terhafal dengan lancar setiap pekannya (bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya), cara mencapainya:<br />
- Ba'da Subuh mulai hafal 1 Baris / setengah baris (pilih salah satunya sesuai kesanggupan, kemudian istiqamah-lah!!!).<br />
- Ba'da Dzhuhur tambah hafal 1 Baris / setengah baris.<br />
- Ba'da Ashar tambah hafalan 1 Baris / setengah baris.<br />
- Ba'da Maghrib tambah hafalan 1 Baris / setengah baris.<br />
- Ba'da 'Isyaa' tidak perlu tambah hafalan, khususkan waktu ini untuk memuraja'ah (mengulang-ulang) semua hafalan yang telah di hafal hari itu, jangan lupa di antara waktu shalat fardu, manfaatkanlah media yang antum miliki untuk memuraja'ah hafalan antum melalui pendengaran.<br />
- Lakukan hal di atas selama 4 hari berturut-turut (hingga antum menyelesaikan target antum dalam sepekan yakni 1 atau setengah halaman).<br />
<br />
2. Dalam sepekan terdiri dari 7 hari, namun dengan metode ini insyaa Allah maksimal dalam 4 hari antum telah menyelesaikan target hafalan antum untuk sepekan, berarti masih tersisa 3 hari dalam sepekan tersebut, GUNAKANLAH 3 hari tersebut untuk memuraja'ah hafalan antum pada pekan tersebut, INGAT...!!! jangan terburu-buru untuk pindah ke hafalan selanjutnya, tetaplah istiqamah dengan target antum yakni 1 atau setengah halaman setiap pekannya.<br />
<br />
3. Dalam sebulan, terdiri dari 4 pekan, berarti dengan metode ini antum akan menghafal 2 lembar setiap bulannya (bagi yang menghafal 1 baris setiap waktunya), atau 1 lembar setiap bulannya (bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya). Dari sini bisa kita ketahui bahwa dengan metode ini kita bisa menghafal 2 juz dalam waktu 10 bulan bagi yang menghafal 1 baris setiap waktunya, atau 1 Juz dalam waktu 10 bulan bagi yang menghafal setengah baris setiap waktunya, sebab 1 Juz = 10 lembar Al Qur'an, Ikhwan dan Akhwat rahiymakumullah, ini berarti dalam setahun tersebut ada waktu 2 bulan tersisa yang lagi-lagi bisa kita manfaatkan untuk KHUSUS memperlancar hafalan kita tersebut. Sekali lagi kami ingatkan, bahwa JANGAN menambah hafalan antum di waktu-waktu yang telah kita khususkan untuk muraja'ah.<br />
<br />
<strong>KESIMPULAN DARI PENERAPAN METODE INI:</strong><br />
<br />
1. Jika antum menghafal 1 baris setiap waktunya, berarti antum akan menjadi seorang penghafal Al Qur'an dalam waktu 15 tahun, dengan kata lain "TIADA TAHUN KECUALI HAFALAN ANTUM BERTAMBAH SEBANYAK 2 JUZ".<br />
<br />
2. Jika antum menghafal setengah baris setiap waktunya, berarti antum akan menjadi seorang penghafal Al Qur'an dalam waktu 30 tahun, dengan kata lain "TIADA TAHUN KECUALI HAFALAN ANTUM BERTAMBAH SEBANYAK 1 JUZ".<br />
<br />
KELAMAAN IKHWAN DAN AKHWAT SEKALIAN...???<br />
<br />
SEKALI LAGI... INGATLAH PESAN KAMI INI:<br />
<br />
<strong>IKHWAN... SETIDAKNYA INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAFAL SAMA SEKALI...!!!</strong><br />
<strong>AKHWAT... SETIDAKNYA INI MASIH LEBIH BAIK DARI PADA TIDAK HAFAL SAMA SEKALI...!!!</strong><br />
<br />
Jika suatu ketika antum futhur (lesuh semangat) dalam menggapai cita-cita mulia ini, maka ingatlah (bacalah) kembali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam tentang keutamaan dan kemualiaan para penghafal Al Qur'an, dan ingatlah kedua ibu bapak antum yang pastinya ingin untuk dipakaikan Pakaian Kemuliaan beserta Mahkota kemuliaan di Akhirat kelak.<br />
<br />
Semoga Allah 'Azza wa Jalla senantiasa melindungi kita dari kefuhuran, dan menjadikan kita semua sebagai hamba-hambanya yang hafal Al Qur'an, mengamalkan, dan mendakwahkannya, serta mematikan kita semua dalam kondisi dada yang menyimpan Al Qur'an beserta kemuliaannya. Aamiyn Yaa Rabbal 'Aalamiyn.<br />
<br />
Semoga bermanfaat, Salam dan do'aku untuk antum semua wahai saudara-saudariku seiman,<br />
<br />
<strong>SUBHANAKALLAHUMMA WABIHAMDIKA, ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUUBU ILAYKA</strong><br />
<br />
<strong>Washallallahu 'alaa Nabiyyinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa ash-haabihi ajma'iyn, wa aakhiru da'waanaa 'anilhamdulillahi Rabbil'aalamiyn.</strong><br />
<br />
<br />
<strong>AKHUKUM FILLAH, </strong><br />
<strong>-Imam Auliya-</strong><br />
<br />
<strong>Makassar, Rabu Masaa' 27 Syawwal 1431 H / 6 Oktober 2010 M.</strong>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-14899668744908153822010-11-29T16:50:00.000+07:002010-11-29T16:50:32.789+07:00Hafidz Cilik Pertama Negeri Samurai<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://nininananunu.files.wordpress.com/2010/11/jepang.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://nininananunu.files.wordpress.com/2010/11/jepang.jpg" width="320" /></a></div><em>Oleh</em> <b>LIzsa Anggraeny</b><br />
<br />
<em>"Kono tabi, hajimete no Qur`an zen-ankisha (danshi 11-sai) ga tanjoushimashita" </em> "Telah 'lahir,' seorang hafidz Qur`an pertama di Jepang (anak laki-laki 11 tahun)."Begitu kira-kira terjemahan kalimat di atas.<br />
Sebuah berita yang saya terima melalui e-mail dari salah satu Masjid di Jepang. Tentu, membaca berita tersebut, sontak mata terbelalak.<br />
Antara gembira, terharu dan tak percaya. 11 tahun? Anak laki-laki? Hafidz cilik pertama di Jepang? Allahu Akbar! Ada kebanggaan tersendiri meyelusup di hati. Ingatan saya lalu mulai berjalan pada seorang anak laki-laki berkaca mata. Sama dengan anak-anak sebaya lainnya, Ia polos dan kadang penuh dengan ulah.<br />
Saya biasa bertemu dengan lelaki cilik tersebut di tangga masjid. Dengan santainya ia duduk, kadang menyapa saya, sambil sesekali mulutnya komat-kamit. Iseng sering saya tanya "Lagi ngapain? Sudah sampai mana hapalannya?" Dengan santai ia akan menjawab ala kadarnya "Wakaranai... !" (Ngga tahu) Kalau akhirnya, laki-laki cilik tersebut menjadi seorang hafidz di usianya yang masih belia. Tentu betapa gembiranya saya, yang selalu bertemu dengannya di tangga masjid.<br />
Saya membayangkan kedua orang tua laki-laki cilik tersebut. Melebihi saya, sudah tentu mereka memiliki kebanggaan dan kebahagiaan yang berlipat-lipat dari saya.Tinggal di Jepang, mencetak anak menjadi seorang penghapal Qur'an? <br />
Tentu bukan perjuangan yang mudah. Di mana lingkungan kadang tidak mendukung, kendala menggunung dan rintangan menggulung.Belum lagi tarikan kuat teman-teman Jepang yang kadang mengalahkan niatan.<br />
Selain lelaki cilik berkacamata yang saya kenal, ada juga beberapa anak usia belia lainnya yang kini tengah mengikuti program kelas hafidz hafidzah di masjid tersebut.<br />
Kadang, ada perasaan kasihan melihat mereka yang masih belia, datang di sore menuju kelas hafidz Qur`an. Tentu mereka lelah, sedari pagi dan siang berada di sekolah umum Jepang, dan sorenya pergi ke kelas Qur`an di masjid. Perjalanan yang mereka tempuhpun tidaklah dekat. Turun naik bus ataupun kereta harus dijalani. Namun, tak ada sedikitpun keluhan yang pernah saya dengar dari mereka.<br />
Di usia belia, sepertinya mereka menikmati "<em>adventure</em>" perjalanan menuju kelas Qur`an. Tetap ceria, penuh polah dan lincah berlari-lari. Bertemu dengan teman sebaya sesama muslim - bagi mereka yang tinggal di lingkungan Jepang non muslim- sepertinya menjadi sesuatu yang dinanti dan memiliki daya tarik tersendiri. Layaknya bertemu sahabat lama, mereka akan langsung saling bercerita dengan penuh semangat.<br />
Bergugurlah konsep-konsep "kasihan" saya yang selama ini kadang tak sengaja muncul di benak. Batapa naifnya saya. Bukankah sebuah kebanggaan jika anak-anak tersebut nantinya yang akan menancapkan peradaban Islam Jepang? <br />
Bukankah merupakan sebuah aset berharga jika nantinya banyak hafidz hafidz cilik menggaungkan kalimat Allah di negeri samurai? Untuk mewujudkan itu semua tidak akan mungkin bisa tanpa mengkondusifkan anak-anak dalam suasana qur`ani, bukan?<br />
Saya teringat si kecil yang kini genap berusia 2 tahun? Akan saya jadikan apa si kecil yang menjadi amanah saya saat ini? Akan saya wariskan apa padanya untuk menapaki kehidupan? Akan saya hadiahkan apa padanya yang dapat membuatnya bahagia dunia akhirat? Mampukah saya mencetaknya menjadi generasi qurani? Menjadi barisan generasi hafidz di negeri samurai ini?<br />
Betapa bahagianya jika suatu saat nanti si kecil mendapatkan hadiah berupa "Tajul Karamah." Hadiah dari Allah berupa "Mahkota Kemuliaan" yang diberikan bagi mereka para penghapal Al Qur`an. <br />
Dan betapa bahagianya saya jika di akhirat kelak mendapatkan "Tajan min Nur." Hadiah berupa "Mahkota Bercahaya"yang cahayanya lebih gemerlap dari cahaya mataharibagi orang tua yang telah mencetak si buah hati menjadi generasi Qur`ani.<br />
Subhanallah.... Betapa luar biasanya balasan yang disediakan oleh Allah Ta`ala. Saya percaya, setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Dan saya percaya tentu banyak orang tua yang menginginkan tajul karamah bagi si buah hati dan tajan min nur bagi dirinya. Menggiring diri, buah hati dan suami menuju jalan ke surga-Nya. Meski mungkin jalan untuk mewujudkan impian tersebut tidaklah semudah yang dipikirkan.<br />
Terutama bagi keluarga muslim di negeri samurai khususnya, dan negeri minoritas secara umum, yang dimana lingkungan kadang tidak mendukung. Tapi saya lebih percaya jika niat membentuk generasi qurani sudah tertanam, Allah akan memudahkan segalanya. <em>Faidza azamta fa tawakal alallah</em> "Ketika sudah bertekad, bertawakallah kepada Allah" Suatu karunia paling berharga jika suatu saat negeri samurai akan penuh dengan tabuhan genderang, suara-suara indah para hafidz hafidzah dari negerinya sendiri.<br />
Allahu Akbar! Barang siapa belajar Al-Qur’an, mengajarkan dan mengamalkannya, kelak akan dikenakan padanya mahkota yang bercahaya di hari kiamat. Sinarnya menyamai terang matahari dan kedua orang tuanya pun diberi dua pakaian yang tidak dapat dibandingi dengan gemerlap dunia.<br />
Mereka berdua kemudian bertanya keheranan: “Karena amalan apakah kami berdua berhak diberi pakaian ini? lalu dikatakan: “Karena buah hati kalian telah belajar, mengajar dan mengamalkan Al-Qur’an” (HR. Al-Hakim)<br />
<em>Wallahu`alam bishowab </em><br />
<br />
Sepenggal catatan aishliz et multiply.com<br />
http://www.eramuslim.com.Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-13531999097163241202010-11-29T07:34:00.006+07:002010-12-01T07:51:30.461+07:00FUUI Temukan 90 Titik Pemurtadan di Bandung<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://pusdai.com/wp-content/uploads/2010/11/ilustrasi_101128191819-300x216.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://pusdai.com/wp-content/uploads/2010/11/ilustrasi_101128191819-300x216.jpg" /></a></td></tr>
<tr align="right" style="color: magenta;"><td class="tr-caption">ilustrasi</td></tr>
</tbody></table><div style="text-align: justify;">Forum Ulama Ummat Indonesia menemukan sebanyak 90 titik praktik pemurtadan di Bandung. Kebanyakan praktik tersebut ditemukan dalam bentuk pendirian rumah peribadatan atau gereja yang terkesan dipaksakan, alasannya untuk mendapatkan izin dari warga, digunakan cara-cara penipuan.</div><div style="text-align: justify;">“Mereka menggunakan banyak cara dalam melakukan pemurtadan,” kata Ketua FUUI, KH Athian Ali, dalam acara Diklat Antisipasi Pemurtadan Tahap I, Gelombang V, di Kantor FUUI Bandung, Ahad (28/11).</div><div style="text-align: justify;">Penipuan yang dimaksud dalam bentuk tanda tangan yang dimintakan kepada warga melalui kegiatan tertentu. Dia mencontohkan, adanya misionaris mengadakan acara dan mengundang warga. Saat itu disediakan tandatangan kehadiran warga. “Ternyata tandatangan itu diatur menjadi izin pembangunan tempat peribadatan,” jelasnya.<span id="more-328"></span><br />
Praktik pemurtadan di Kabupaten Bandung di antaranya di Kecamatan Arjasari, Cimenyan, dan Kecamatan Soreang. Bahkan, Athian mengaku, apa yang ditemukannya kerapkali melanggar Surat Peraturan Bersama Dua Menteri. Misalnya, penyebaran agama terhadap warga yang sudah beragama. Hal itu, mestinya tidak dilakukan, sebab di SPB Dua Menteri itu sudah dijelaskan bahwa penyebaran agama tidak dilakukan terhadap orang yang sudah beragama.</div><div style="text-align: justify;">Selain itu, kata Athian, adalah pemaksaan proses pendirian tempat peribadatan. Meskipun, di kawasan yang hendak didirikan itu hanya ada warga non-Muslim, tetapi tetap dipaksakan mendirikan gereja. “Aturannya kan baru bisa mendirikan kalau sudah ada 60 orang,” lanjutnya.</div><div style="text-align: justify;">Namun, dari 90 pelanggaran yang terbagi 50 di Kabupaten Bandung dan 40 di Kota Bandung tersebut, kesemuanya sudah ditangani FUUI. Organisasi Massa Islam tersebut mendesak agar pihak gereja mengurungkan niatnya dengan membuat surat kesepakatan kedua belah pihak. “Mereka juga banyak mengakui kalau tindakan mereka melanggar SPB Dua Menteri, makanya semuanya mau menandatangani dan berjanji tidak akan mengulangi lagi,” tegasnya menuturkan.</div><div style="text-align: justify;">Dikatakan Athian, untuk pemurtadan di Jawa Barat sendiri dipastikan bisa mencapai ratusan. Sebab, di Cianjur saja, sudah dijadikan pusat pemurtadan. Dalam satu kelurahan saja di Ciranjang, Kabupaten Cianjur terdapat tujuh gereja. Sedangkan di Garut Selatan ditemukan 5 titik. “Di Cianjur itu ada pusat pemurtadan yang disebut Lembah Karmil.”</div><div style="text-align: justify;">Sekretaris Jenderal FUUI, Hedi Muhammad, mengatakan bahwa Diklat Antisipasi Pemurtadan (DAP) kali ini sudah merupakan tahun ketiga diadakan. Dalam satu tahun, DAP diadakan dua kali, dengan peserta dari DKM dan da’I Jakarta dan Jawa Barat. “Kali ini pesertanya sekitar 400 orang. Paling banyak dari Bandung sendiri,” kata Hedi.</div><div style="text-align: justify;">Tujuan DAP sendiri, kata Hedi, agar peserta nantinya bisa ikut berperan dan membantu menyalamatkan saudara-saudaranya umat Islam dari missionaris. Hal itu bisa dilakukan dengan melaporkan langsung ke FUUI atau mengantisipasi misi tersebut. “Dalam pelatihan ini diajarkan bagaimana mereka bisa memahami adanya gerakan-gerakan itu dan bagaimana antisipasinya,” jelas Hedia. Antisipasi yang dimaksudnya, bukanlah menghakimi sendiri, tetapi diatasi secara bijaksana.</div><div style="text-align: justify;">Oleh karenanya, Athian mengimbau agar semua umat Islam merasa terpanggil dan berpikir bahwa keimanan adalah sesuatu yang termahal dalam hidup. “Kita lebih siap kehilangan apapun, asalkan jangan keimanan,” ungkapnya. Wujud kecintaan ke sesama Muslim tidak boleh membiarkan umat islam lainnya dirampas keimanannya.</div><div style="text-align: justify;">sumber : www.republika.co.id</div>Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2637908178026462199.post-27785552403589127742010-11-27T14:15:00.003+07:002010-11-27T14:46:29.341+07:00Ketua Umum Isi Tabligh Akbar DPC Bandung<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs994.snc4/76735_1466930234276_1264147007_31043261_2157523_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc4/hs994.snc4/76735_1466930234276_1264147007_31043261_2157523_n.jpg" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>BANDUNG</b>, Sebagai tindak lanjut dari program kerjasama Tebar Hewan Qurban beberapa hari lalu, maka DPC Wahdah Islamiyah Bandung berencana menggelar Tabligh Akbar, yang mengundang DKM / Lembaga yang mengajukan permohonan bantuan hewan qurban.</div><br />
Insya Allah acara tersebut akan diadakan pada hari ahad 28 November 2010 Pkl. 09.00-12.00 wib bertempat di Markaz Wahdah Islamiyah Bandung Jl. Asri Ciparungpung RT.07/07 Padasuka Cicaheum Kab. Bandung, dengan pembicara Ust. Muh. Zaitun Rasmin, Lc, MA (Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah). Adapun tema yang akan diusung “Dengan semangat berqurban kita tingkatkan mujahadah dalam pembangunan ummat.” (bud)Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandunghttp://www.blogger.com/profile/16821566350855214644noreply@blogger.com0