Akhir Ramadhan Dan Degradasi Ibadah

Posted by Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandung On Senin, 06 September 2010 0 komentar
Oleh: Muhammad Qasim Saguni,Sekretaris Jenderal DPP Wahdah Islamiyah
(Dimuat di Kolom Opini Harian Tribun Timur, Senin 8 Oktober 2007)

Saat ini kita baru saja memasuki sepertiga terakhir Ramadhan. Sudah menjadi fenomena umum setiap tahunnya di berbagai negara, pada penghujung bulan suci ini terjadi degradasi (penurunan) kuantitas maupun kualitas ibadah sebagian besar umat Islam.
Jika pada sepuluh hari pertama bulan ke-9 dalam penanggalan hijriah terjadi peningkatan kuantitas maupun kualitas ibadah yang dilakukan kaum Muslimin, memasuki sepuluh hari yang kedua degradasi ibadah mulai nampak. Bahkan pada sepuluh hari terakhir tingkat degradasi ibadah semakin parah.

Fenomena tersebut dapat dilihat dari semakin sedikitnya umat Islam yang melaksanakan shalat berjamaah, termasuk shalat tarawih di masjid-masjid. Tadarrus Al Qur’an juga mulai ditinggalkan. Acara pengajian (ta’lim) pun semakin sepi peminat. Demikian pula tidak sedikit bentuk amal-amal kebaikan lainnya yang telah ditinggalkan kaum Muslimin.
   
Justru pada sepertiga terakhir Ramadhan umat Islam mulai menyibukkan diri dengan urusan-urusan duniawi, seperti persiapan pesta pada hari raya Idul Fitri yang akan datang. Mal-mal, plaza-plaza, serta berbagai pusat perbelanjaan lainnya mulai dipadati kaum Muslimin. Mereka rela antri di pintu masuk maupun pintu keluar arena parkir pusat perbelanjaan, berdesak-desakan di dalam mal, bahkan merasa ikhlas antri di kasir-kasir sejumlah departemen store dan supermarket hanya untuk membeli pakaian, makanan, serta barang-barang lainnya yang akan dipakai ketika Idul Fitri.
   
Para ibu-ibu dan remaja Muslimah pun banyak yang mengalami degradasi ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan karena sibuk memasak aneka kue kering serta mendekor ruang tamu demi menyongsong Idul Fitri. Bahkan mereka juga sibuk memasak aneka macam hidangan makanan dan minuman
   
Aktivitas rutin tahunan yang telah membudaya ini sebenarnya merupakan fenomena yang memprihatinkan kita. Padahal pada sepertiga terakhir Ramadhan kita disunnahkan untuk semakin memingkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebab keutamaan bulan Ramadhan (seperti pahala yang dilipatgandakan dan kemudahan beramal shaleh) tidak dapat dijumpai pada sebelas bulan lainnya.
konsisten

Ibadah di bulan suci Ramadhan sebenarnya dapat diibaratkan sebuah kompetisi olahraga lari marathon. Hanya pelari yang sampai pada garis finish lah dikatakan sebagai pemenangnya. Demikian pula ibadah pada bulan suci ini, hanya mereka yang bertahan melakukan ibadah-ibadah mulia hingga akhir Ramadhan lah yang disebut sebagai pemenangnya. Para pemenang inilah yang akan diberi gelar sebagai orang-orang yang bertaqwa.
   
Untuk bisa bertahan hingga akhir Ramadhan, seorang Muslim harus tetap konsisten dalam menjaga amal ibadahnya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memuji konsistensi amal ibadah yang dilakukan umatnya melalui sabdanya, “Sesungguhnya amalan yang dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara konsisten meskipun sedikit.” (HR. Bukhari).
Menjaring Lailatul Qadar
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Carilah malam lailatul qadar itu pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).
   
Dengan mengetahui dan meyakini kabar tersebut, insya Allah kita dapat menjaga amal ibadah agar tidak mengalami degradasi. Sebab malam lailatul qadar hanya terjadi sekali dalam setahun. Pahala kebaikan yang dilaksanakan pada malam tersebut tidak tanggung-tanggung, yaitu setara dengan seribu bulan atau seperti beramal selama 83,3 tahun lamanya.
   
Secara logika, siapa yang tidak ingin pahalanya dilipatgandakan sebanyak itu? Oleh karena itu, marilah kita memanfaatkan sepertiga terakhir bulan ini dengan sebaik-baiknya demi memperoleh keutamaan tersebut.

I’tikaf
Sebagian hikmah disunnahkannya i’tikaf (berdiam diri dan beribadah di dalam masjid) pada sepertiga terakhir bulan suci ini adalah agar kita tetap konsisten dan semakin konsentrasi beribadah kepada-Nya. Sebab pada masa tersebut cobaab dan godaan di luar masjid semakin besar. Selain itu, dengan beri’tikaf kita juga memiliki peluang yang besar untuk menjumpai malam lailatul qadar. Sebab malam yang lebih baik daripada seribu bulan itu kita jumpai ketika berada di dalam masjid. Dan rasanya tidak ada aktivitas lain yang dapat dikerjakan di masjid selain beribadah kepada-Nya.

Mengatur Waktu
Adakalanya karemna satu dan lain hal kita tidak bisa beri’tikaf. Maka hendaknya pada masa tersebut kita dapat mengatur waktu sebaik-baiknya. Misalnya kalaupun kita harus berbelanja pakaian anak-anak di mal atau pusat perbelanjaan lainnya, maka hendaknya dilakukan pada pagi hingga siang hari sebelum waktu ashar.
   
Demikian pula ibu-ibu dan remaja Muslimah secara khusus. Waktu memasak aneka kue serta hidangan persiapan Idul Fitri pun juga hendaknya dapat dilakukan siang hari. Waktu sore hendaknya dipakai untuk istirahat agar pada malam hari tidak kelelahan sehingga dapat beribadah (termasuk shalat tarawih) dengan tenang dan khusyuk.
   
Diharapkan kiat-kiat tersebut dapat membantu kita menghindari degradasi (penurunan) kuantitas dan kualitas ibadah hingga penghujung Ramadhan nanti sehingga kita tampil sebagai pemenang yang hakiki. Mudah-mudahan kita dapat menyongsong hari raya Idul Fitri dalam keadaan bersih tiada dosa seperti bayi yang baru dilahirkan ibunya, karena Allah Subhanahu Wata’ala memberikan ridha dan ampunan-Nya kepada kita. Amin. (wahdah.or.id)

0 komentar to Akhir Ramadhan Dan Degradasi Ibadah

Posting Komentar