Untuk Para Gadis (3)

Posted by Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandung On Selasa, 08 Juni 2010 0 komentar
Sekalipun perjalanan hidupmu menuju ke jenjang pernikahan, meskipun langkah kakimu terayun ke tangga perkawinan, tidak berarti kamu menempuhnya dengan membabi buta dan menitinya secara serampangan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah agama dan tanpa menghiraukan rambu-rambu syariat.

Sebagai gadis muslimah yang shalihah, Anda tetap kudu berjalan di atas rel agama yang Anda yakini, rel yang mengatur hubungan laki-laki dengan wanita, gadis dengan jejaka yang belum terikat tali pernikahan. Jangan terbawa dan tergiur oleh kelakuan kebanyakan gadis yang gatal, dengan dalih mewujudkan kecocokan dan saling pengertian, dia menjalin hubungan pranikah dengan seorang laki-laki yang lazim disebut dengan berpacaran, dan karena yang dicari adalah kecocokan dan saling pengertian maka dia tidak akan pernah menemukannya dalam masa pacaran tersebut, karena tempat kecocokan dan saling pengertian bukan di lahan pacaran akan tetapi di ladang pernikahan.

Pacaran dalam kamus muda-mudi saat ini adalah cara terburuk setelah ‘kecelakaan’ untuk mengawali sebuah mahligai pernikahan, karena: Pertama, ia merupakan pelanggaran terhadap rambu-rambu syariat, tidak ada cara pacaran kecuali ia mengandung pelanggaran: jalan-jalan berdua, berkendara berdua, duduk-duduk berdua, makan-makan berdua dan seterusnya, padahal keduanya belum diikat oleh pernikahan. Kedua, kebohongan dan kepura-puraan, berusaha saling menutupi kekurangan dengan selalu menampakkan kebaikan, biasalah demi menyenangkan pasangan yang takut akan kabur, termasuk dalam cinta, cinta pacaran adalah cinta palsu dan pura-pura, karena cinta sejati hanya akan hadir pasca pernikahan.

Allah Ta'ala berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21).

Perhatikan, “Supaya kamu cenderung…..dan seterunya.” dijadikan oleh Allah setelah terjadinya pernikahan bukan sebelumnya. Ini berarti kalau ada kecenderungan dan merasa tenteram serta rasa kasih sayang sebelum pernikahan maka ia hanyalah fatamorgama yang menipu dan pelangi yang sesaat.

Ketiga, fakta berkata bahwa pernikahan tanpa mukadimah pacaran secara umum lebih awet dan lebih langgeng daripada pernikahan dengan mukadimah pacaran, lihat fakta kehidupan para artis dan bintang TV, hampir semuanya menikah dengan mukadimah pacaran dan hanya segelintir dari mereka yang pernikahannya langgeng sampai kakek-nenek atau sampai mati, kebanyakan dari mereka bubar di tengah jalan dengan palu pengadilan agama yang mengetok kata talak.

Di mana rahasianya? Bukan rahasia, sederhana saja. Pernikahan yang didahului pacaran, rasa cinta kedua mempelai sudah memasuki masa-masa udzur, saat-saat terbenam, karena sebelumnya sudah diumbar dan dikuras pada waktu pacaran berlangsung, maka begitu pernikahan dilangsungkan –biasanya pernikahan yang dimukadimahi pacaran, biasanya pacarannya tidak hanya sekali akan tetapi berkali-kali- rasa cinta itu tinggal koretan, sisa-sisa, ampas dan daki, maka jadinya yang begitu, pernikahan mudah goyah dan rapuh.

Hal ini berbeda dengan pernikahan yang tidak dimukadimahi pacaran, justru masa pacarannya setelah pernikahan, rasa cinta baru tumbuh dan akan berkembang pesat lagi kuat seiring dengan berjalannya waktu, sejalan dengan lahirnya pengikat-pengikat hubungan syar'i di antara keduanya, maka pernikahannya model ini relatif lebih kokoh.

Di samping itu, pelaku pernikahan yang sebelumnya sudah mengenyam nikmatnya pacaran, lebih-lebih jika pengantin yang dinikahinya ini bukan orang pertama dalam hidupnya akan tetapi yang kesekian kali, ini artinya dia sudah merasakan beberapa orang, orang semacam tanpa iman yang kokoh ini lebih berpeluang untuk selingkuh, lebih-lebih di saat dia menemukan sedikit ketidakcocokan dengan pasangannya yang sah, karena dia mempunyai pembanding, maka ada istilah CLBK, bukan cii luuk baa, tetapi cinta lama bersemi kembali, rumput tetangga lebih hijau, kebun orang lain lebih indah.

Dari sini maka Anda wahai gadis muslimah, buang jauh-jauh cara menikah ini, karena ia adalah cara yang mandul, tidak bermutu dan sudah usang. Berpeganglah kepada batas-batas syariat karena di sanalah kemuliaan dan kehormatanmu. Wallahu a’lam.
(Izzudin Karimi)

0 komentar to Untuk Para Gadis (3)

Posting Komentar