Hidup Bersama Al-Qur'an

Posted by Lembaga Muslimah DPC Wahdah Islamiyah Bandung On Selasa, 23 Februari 2010 0 komentar
“Tidak boleh iri kecuali dalam dua kenikmatan: seseorang yang diberi Al-Qur’an oleh Allah kemudian ia membacanya sepanjang malam dan siang, dan orang yang diberi harta oleh Allah lalu ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (Muttafaqun ‘alaih)

Melihat orang yang hartanya berlimpah tentu membuat kitapun mendambakannya. Hal itu lumrah dan fitrah sekaligus fitnah bagi manusia. Tetapi percayalah bahwa keimanan yang baik tidak saja menjadikan manusia memimpikan kepemilikan dunia tetapi juga memimpikan dan menginginkan akhirat. Dengan iman, ketika melihat orang lain yang memiliki kelebihan dalam urusan akhiratnya misalnya sangat baik interaksinya dengan Al-Qur'an, hafalannya banyak, rajin beribadah, serta banyak kontribusinya dalam dakwah maka kita pun sangat mendambakannya.
Itulah ghibthah, menginginkan kenikmatan orang lain tanpa membenci dan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut.
Berikut ini beberapa perasaan yang harus menjadi pertanyaan dan perhatian kita:

1. Adakah perasaan iri (ghibthah) dalam diri kita ketika melihat saudara kita memiliki kemampuan berinteraksi dengan Al-Qur'an yang lebih baik? Ataukah hanya iri dan menginginkan sesuatu yang terkait dengan harta yang dimiliki saudara kita, tapi untuk Al-Qur'an hati kita adem ayem saja?

Jika demikian adanya, itulah bukti lemahnya syu'ur Qur'ani (perasaan ingin membangkitkan diri dengan Al-Qur'an). Para salafush shalih (generasi shaleh terdahulu) selalu berkompetisi dalam hal interaksi dengan Al-Qur'an dan hal ukhrawi. Telah menjadi tabiat manusia untuk berkompetisi, dan jika tidak diarahkan maka kompetisi tersebut akan cenderung ke hal-hal duniawi seperti harta, jabatan dan lawan jenis.

2.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjanjikan bahwa setiap orang beriman yang bersahabat akrab dengan Al-Qur'an dijamin akan mendapat syafa'at dari Al-Qur'an: “Bacalah Al-Qur'an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat menjadi pemberi syafa'at bagi orang-orang yang bersahabat dengannya.” (HR. Muslim). Tanyakan pada diri kita masing-masing, sudahkah kita menjadi sahabat akrab Al-Qur'an? Benarkah di akhirat nanti kita berharap akan mendapat syafa'at dari Al-Qur'an? Alangkah sengsaranya kita bila di akhirat tanpa syafa'at, karena “…Tidak ada yang dapat memberi syafa'at kecuali atas seizin Allah…” (QS Al-Baqarah : 255)

3.Kualitas iman kita diukur dengan sejauh mana kualitas dan kuantitas interaksi kita dengan Al-Qur'an. Apakah kita masa bodoh dan tidak merasa sedih jika dalam sebulan tidak khatam Al-Qur'an? Adakah perasaan sedih jika kita tidak punya hafalan ayat-ayat Al-Qur'an? Sedihkah kita karena awam dengan kandungan dan makna Al-Qur'an? Jika belum, dikhawatirkan bahwa kitalah yang disebut Rasulullah yang menjadikan Al-Qur'an sebagai mahjuran (sesuatu yang diabaikan).
“Berkatalah Rasul: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur'an itu sesuatu yang diabaikan.” (QS Al-Furqan : 30)

4.Pernahkah kita menghitung tentang berapa banyak informasi tentang hal-hal yang bersifat duniawi yang ada di kepala kita dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Al-Qur'an? Jika tentang Al-Qur'an lebih banyak maka bersyukurlah, jika tidak maka bertaubatlah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan segera upayakan untuk kembali kepada Al-Qur'an agar tidak dikecam Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang tentang (kehidupan) akhirat mereka lalai.”

5.Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang belajar Al-Qur'an dan mengamalkannya akan diberikan kepada orang tuanya pada hari kiamat mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari. Kedua orang tua itu akan berkata, 'Mengapa kami diberi ini?' Maka dijawab, 'Karena anakmu yang telah mempelajari Al-Qur'an' “ (HR Abu Dawud, Ahmad dan Hakim)

Tidakkah hadits tersebut menggugah kita sebagai orang tua untuk memberi perhatian yang lebih pada anak dalam hal pendidikan Al-Qur'annya? Bagaimana mungkin seorang anak dapat mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala kalau tidak dapat menikmati shalat dengan baik? Bagaimana mungkin dapat shalat dengan baik kalau kemampuannya dalam berinteraksi dengan Al-Qur'an, khususnya hafalan, lemah dan terbatas? Jangan sampai kita hanya kecewa bila anak kita tak mampu berbahasa Inggris atau menggunakan komputer tetapi santai saja dengan keterbatasannya dengan Al-Qur'an.
Isi Al-Qur'an sesungguhnya menjelaskan bagaimana semua urusan dunia itu bisa mengantarkan manusia kepada suksesnya urusan akhirat. Kita, memang tidak ingin menjadi orang yang dekat dengan Al-Qur'an hanya secara huruf-hurufnya saja tetapi jauh dari ruh Al-Qur'an itu sendiri.

Pembaca yang budiman, ada beberapa kewajiban kita terhadap Al-Qur’an yang harus kita tunaikan dan dengan itu mudah-mudahan kita digolongkan sebagai orang-orang yang berteman dengan Al-Qur'an. Beberapa kewajiban itu adalah:

1. Mengimani
Beriman kepada kitab Allah merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim, bahkan dengan beriman kepada Al-Qur'an, seseorang akan memiliki ciri-ciri muslim yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman:
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummya" (QS al Baqarah: 2 dan 4)
Yang dimaksud dengan mengimani Al-Qur'an adalah meyakini bahwa Al-Qur'an itu memang benar-benar wahyu dari Allah, bukan karangan nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena Al-Qur'an kita yakini sebagai wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka kita pun yakin bahwa kebenaran Al-Qur'an itu memang mutlak sehingga tidak ada sedikit pun dari Al-Qur'an yang kita ragukan kebenarannya.
Keyakinan kaum muslimin terhadap Al-Qur'an harus diperlihatkan secara keseluruhan, bukan sebagian diimani lalu sebagian yang lain diingkari. Allah berfirman atas ketidaksukaan umat terdahulu yang percaya kepada Taurat tidak secara keseluruhan:
"Apakah kamu beriman pada sebagian Al-Kitab dan ingkar kepada sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat" (QS. al Baqarah: 85)

2. Membaca
Setelah mengimani, kewajiban lain dari kaum muslimin terhadap Al-Qur'an adalah membacanya. Karena itu setiap muslim wajib bisa membaca Al-Qur'an dengan baik dan tak pantas rasanya kalau ada muslim yang tidak bisa membaca Al-Qur'an dengan baik. Karena itu bila ada di antara muslim yang belum bisa membacanya dengan baik, Ramadhan tahun ini tentu harus dijadikannya sebagai momentum untuk bisa membaca Al-Qur'an dengan baik.
Bagi yang sudah membaca Al-Qur'an. Tentu saja dia harus rajin membacanya sesering mungkin, bahkan semestinya jangan sampai ada hari-harinya yang lewat begitu saja tanpa diisi dengan membaca Al-Qur'an.

3. Memahami
Salah satu fungsi Al-Qur'an adalah sebagai petunjuk. Hidup ini adalah perjalanan, dan ibarat orang yang berada di jalanan, maka dia memerlukan petunjuk agar tidak tersesat dan petunjuk itu bukan sekedar diperlukan tapi juga harus dipahami. Meskipun petunjuknya sudah ada tapi bila seseorang tidak memahaminya, maka dia tidak bisa mengikuti petunjuk itu. Karena itu setiap muslimpun wajib/mutlak memahami kandungan isi Al-Qur'an sebagai peraturan hidup.
Agar kita bisa memahami Al-Qur'an, tentu saja kajian terhadap kandungan Al-Qur'an harus kita lakukan secara intensif, baik sendiri maupun bersama-sama. Kita bisa kaji kandungan apa saja yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Pendekatan memahami Al-Qur'an bisa dilakukan dengan memahami istilah-istilah, tema-tema, kasus-kasus, sejarah dan berbagai persoalan lain yang disorot di dalam Al-Qur'an.

4. Mengamalkan
Mengamalkan pesan-pesan yang terdapat dalam Al-Qur'an merupakan inti atau puncak dari persoalan hidup bersama Al-Qur'an. Bila pengamalan sudah kita lakukan maka jadilah kita Al-Qur'an yang hidup, Al-Qur'an yang berjalan dan berbagai sebutan lainnya. Doktrin Al-Qur'an tentu tidak kita inginkan kalau hanya sekadar terdapat di dalam lembaran mushafnya, tapi yang kita dambakan adalah doktrin-doktrin yang agung itu terealisir dalam kehidupan yang nyata, apalagi Al-Qur'an memang bukan sesuatu yang khayali untuk bisa diamalkan.

5. Memasyarakatkan Al-Qur'an
Hidup bersama Al-Qur'an tentu tidak bisa kita laksanakan dengan seorang diri, karena memang ada banyak ajaran Islam yang terdapat di dalam Al-Qur'an harus kita laksanakan secara berjama’ah. Oleh karena itu hidup bersama Al-Qur'an harus melibatkan orang lain dan bekerja sama dalam menerapkan ajaran Al-Qur'an. Karena itu, setiap muslim yang mendambakan hidup bersama Al-Qur'an harus berusaha semaksimal mungkin memasyarakatkan nilai-nilai Al-Qur'an, baik dengan mendakwahkan kepada orang lain secara lisan, tulisan maupun dengan perilaku sehari-hari.
Semoga Ramadhan tahun ini betul-betul bisa kita jadikan sebagai momentum untuk lebih dekat dan terikat kepada Al-Qur'an sehingga pantaslah kalau Ramadhan kita sebut sebagai Syahrul Qur'an.
Disusun dari berbagai sumber
http://wimakassar.org

0 komentar to Hidup Bersama Al-Qur'an

Posting Komentar